Karena menikmati cerita dari Putra, waktu yang berlalu terasa sangat singkat, hingga akhirnya tak terasa kami telah sampai di depan rumahku. Aku langsung keluar dari mobil dan berbicara singkat dengan Putra sebelum masuk ke dalam rumah.
"Makasih Ram, dah mau bantuin gw tadi. Terus, kapan lo ada waktu buat latihan bareng gw?"
"Sama-sama, kalo gw sih bebas aja Put, tergantung lo bisanya kapan. Gw ngikut dan nyesuain sama waktu lo aja." jawabku
"Yaudah, ntar kalo sempet gw kabarin lo aja." balas Putra
"Oke, makasih udah mau ngajak, kalo lo butuh bantuan, kabarin gw aja." ucapku
"Siapppp, gw balik dulu ya." balas Putra sambil melambaikan tangannya dari jendela mobil.
"Oke, hati-hati di jalan." ucapku sambil tersenyum
Setelah mobil Putra sudah pergi dan tak terlihat lagi, aku langsung masuk ke dalam rumah. Seperti biasa, orangtuaku hanya bertanya sudah makan atau tidak, lalu membiarkanku melanjutkan aktivitasku sendiri tanpa banyak bertanya. Begitu juga aku yang tidak terlalu suka bercerita tentang pengalamanku, makanya aku langsung masuk ke dalam kamar dan berbaring dengan santai.
Didalam kamar, aku hanya membayangkan dan mengingat kembali pengalaman yang kualami tadi. Entah kenapa, aku menjadi merasa sangat tertarik mengikuti jejak Putra. Aku berpikir, bukankah enak jika bisa membantu orang sekaligus mendapatkan upah?. Aku merasa, ini bisa menjadi profesi sekaligus hobi yang menjanjikan bagiku.
Mungkin aku tampaknya rakus, karena mengharapkan imbalan saat membantu orang lain. Tapi kenyataannya, pekerjaan ini juga beresiko sangat tinggi, karena yang jadi taruhannya adalah nyawa. Nyawa setiap orang sangat berharga, jadi wajar saja jika orang yang bergelut di pekerjaan ini mengharapkan imbalan.
Tapi di sisi lain, tujuanku sebenarnya hanyalah untuk memperbanyak pengalaman dan menghabiskan waktu luangku. Sebab, aku tak memiliki ketertarikan atau hobi lain yang kukuasai dan bisa membuatku merasa excited seperti ini. Jadi, aku berniat untuk mengikuti Putra supaya bisa belajar lebih banyak lagi darinya.
Pada malam itu, seperti biasanya aku latihan meditasi sebelum tidur. Berbeda dengan latihan meditasi yang sebelumnya, entah kenapa aku tidak bisa merasa tenang. Pikiranku tidak bisa fokus dan mulai memikirkan hal-hal yang tidak penting, hingga akhirnya pikiranku menjadi kacau dan tidak bisa dikendalikan. Mungkin ini efek dari nafsu keinginan yang kuat, sehingga perasaanku juga menjadi gelisah dan tak sabaran.
Tiba-tiba terdengar suara bisikan Lala ditelingaku.
"Jangan dilawan, biarkan pikiran dan perasaanmu bebas."
Aku tersadar, bahwa sejak awal meditasi aku sudah tidak merasa tenang. Dan pada saat itu, semakin aku berusaha untuk tenang maka yang terjadi adalah sebaliknya. Dari bisikan Lala, aku bisa belajar untuk melepas dan mengalah pada diriku sendiri. Aku menyadari, saat berpasrah dan melepas semua perlawananku, pikiran dan tubuhku menjadi terasa bebas dan ringan. Ego yang sudah menguasai diriku perlahan sirna dan tenggelam secara perlahan.
Nafasku yang tadinya terasa berat berubah menjadi ringan dan tenang, begitu juga dengan keseluruhan tubuhku yang terasa sangat nyaman. Aku sibuk menikmati sensasi meditasi yang begitu tenang dan nyaman, hingga setelah selesai meditasi, saat aku mengecek jam di handphoneku, tak terasa ternyata aku telah meditasi selama dua jam penuh.
Setelah meditasi selesai, aku langsung berbaring dengan posisi senyaman mungkin, dan pada akhirnya aku tertidur tak lama setelah memejamkan kedua mataku.
"Ram....."
Terdengar suara seorang wanita memanggil namaku. Saat kusadari, ternyata dipandanganku saat ini, ada Melissa yang sedang berdiri menatapku sambil menangis dengan tersedu-sedu. Aku menyadari, kami berdua sedang berada disebuah jalan yang kosong, tidak ada satu orang lain pun selain kami berdua. Saat itu, aku hanya bisa memperhatikan Melissa yang sedang menangis dengan ekspresi wajah yang sangat menyedihkan.
Sejenak, Melissa hanya diam menatapku dalam-dalam dengan senyuman sendu di bibirnya, lalu dia pergi meninggalkanku dengan langkah yang pelan. Aku hanya bisa menatap figurnya yang perlahan-lahan mulai menjauh dari pandanganku. Hingga akhirnya dia menghilang sepenuhnya dari pandanganku tanpa menyampaikan suatu pesan ataupun sebuah kata-kata.
Dan setelah itu, aku terperanjat dan terbangun dengan perasaan yang tidak enak. Perlahan, aku menyadari bahwa yang kulihat itu adalah sebuah mimpi. Tetapi entah kenapa, perasaanku terasa gelisah dan tak nyaman saat mengingat mimpi itu kembali. Aku mencoba untuk menenangkan diriku kembali dan berusaha untuk berpikir positif. Aku hanya berharap mimpi itu hanyalah bunga tidur, lalu tak mau berpikir banyak, aku langsung melanjutkan tidurku kembali.
Besoknya, setelah bangun dan menyantap sarapanku dengan lahap, aku tak tahu ingin melakukan apa. Setelah berpikir beberapa saat, aku memutuskan untuk bersantai dan menikmati aktivitasku dengan menonton film di laptopku seharian. Saat itu, aku sangat menyukai film-film yang bergenre peperangan, terutama pada masa-masa dinasti dulu yang masih menggunakan senjata pedang dan semacamnya.
Bisa dibilang, film semacam itu sangat menarik karena rata-rata membahas sejarah dan tokoh-tokoh yang terlibat. Bisa dibilang, aku menikmati dan belajar dari kisah hidup tokoh yang dimaksud. Walau sebenarnya, rata-rata film bertema perang dan kerajaan umumnya menggambarkan pahlawan dan kesetiaan ataupun kekejaman dan intrik politik.
Saat sedang fokus dan menikmati film di laptopku, tiba-tiba handphoneku berbunyi. Aku langsung mengambilnya, dan saat kucek ternyata ada pesan dari Putra. Intinya, dia menanyakan apakah aku ada waktu untuk mengikutinya menemui client besok malam. Anehnya, dia menyuruhku untuk jangan lupa membawa KTP dan berpakaian yang keren. Jika dipikir-pikir, aku tidak memiliki aktivitas yang harus kukerjakan saat ini, jadi aku mengiyakan ajakan dari Putra dan langsung membalas pesannya.
Besoknya, sekitar jam sembilan malam Putra sudah tiba didepan rumahku. Sebelum pergi, aku pamit terlebih dahulu kepada orangtuaku dengan alasan klasik, yaitu mau nongkrong bersama teman. Dan seperti biasa, mereka mengiyakannya dengan mudah tanpa bertanya lebih dalam. Setelahnya, aku langsung pergi keluar dari rumah dan masuk ke dalam mobil milik Putra.
"Gimana kabarnya? Udah dandan ganteng aja nih." ucap Putra sambil tersenyum nyengir.
"Baik kok, ganteng dari mananya coba. Kalo kabar lo gimana?" balasku dengan senyuman kecil.
"Sama, gw baik-baik juga. Omong-omong lokasi ketemuannya agak jauh nih." ucap Putra
"Emangnya ketemuannya dimana Put?" tanyaku dengan penasaran
"Ketemuannya di semacam Klub gitu Ram, clientnya bisa dibilang pengusaha muda yang gaul. Gw ngikutin requestnya doang, soalnya dia yang nentuin tempat ketemuannya." jawab Putra
"Oh, yaudah gpp Put." jawabku, walaupun sebenarnya aku sama sekali belum pernah ke tempat-tempat seperti itu. Bahkan, meminum minuman beralkohol saja aku belum pernah. Mungkin di dalam, aku akan memesan jus jeruk nantinya hahaha.
Seperti biasa, kami berbicara tentang basa-basi terlebih dahulu sebelum melanjut ke topik utama.
"Gimana masalah pak Agus kemarin, udah ada kabarnya belum Put?" tanyaku
"Udah ada Ram, tapi mungkin lo ga bakal nyangka siapa pelakunya haha." ucap Putra
"Ha? Emangnya siapa Put?" tanyaku dengan penasaran
"Tebak dulu gih, menurut lo siapa pelakunya?" tanya Putra sambil tersenyum.
"Hmmmm, temennya pak Agus yang sering datang ya?" jawabku
"Bukan Ram." ucap Putra sambil menggelengkan kepalanya.
"Keluarga atau saudaranya kah?" tanyaku
"Bukan juga Ram." jawab Putra
"Lah, jadi siapa Put?" tanyaku dengan heran
"Pembantunya Ram, dia gak nongol waktu kita lagi disana." jawab Putra dengan pelan
"Hmmmm, kok bisa Put? Emang ada masalah apa sampe pembantunya sendiri mau ngirim santet ke pak Agus? Terus, bukannya yang nemu dan ngasih tau boneka santet itu pembantunya?" tanyaku dengan bingung
"Kalau dari penglihatan gw sih, pak Agus sama Istrinya sering ngomong kasar dan maki-maki pembantunya. Kalo secara logika sih, dia ngasih tau supaya pak Agus gak curiga sama dia." jawab Putra
"Waduh, padahal dari luar keliatannya pak Agus sama Istrinya ramah banget yak, gw ga nyangka sifat aslinya begitu. Jadi, akhir kasusnya gimana Put?" tanyaku
"Makanya kita ga bisa nilai orang dari luarnya doang Ram hahaha. Akhirnya sih pembantunya resign, tapi badannya kayak kena penyakit kulit gitu Ram, karena santetnya balik sama yang ngirim." jawab Putra
"Hmmm, emangnya pak Agus ngasih dia resign gitu aja?" tanyaku dengan curiga
"Iya Ram, karena pak Agus udah tau kalo dia kena imbalannya. Lagian pembantunya gak ada niatan minta maaf sama sekali, kayaknya dia masih ada dendam." jelas Putra
"Kayaknya ceritanya bakal makin panjang lagi tuh, dua-duanya sama-sama salah juga sih." ucapku sambil menghela nafas
"Ya justru itu Ram, gw kalo ga dibayar juga males ngurusin mereka hahaha." ucap Putra sambil tertawa
Mendengar penjelasan dari Putra, aku menyadari bahwa semua yang tampak diluar belum tentu benar. Semua ada sebab dan akibatnya, umpamanya karena tidak mungkin ada asap jika tidak ada api. Ini menjadi sebuah pelajaran bagiku, agar tidak menilai seseorang dengan cepat, sebab aku harus mengenalinya lebih dalam lagi untuk bisa memahami situasi dirinya.
Hingga tak terasa, setelah memakan waktu hampir satu jam, akhirnya kami telah sampai didepan sebuah club yang tampaknya mewah dilihat dari luar. Setelah memarkirkan mobilnya, tanpa basa-basi kami langsung masuk kedalam sana. Sebelum masuk, kami diperiksa terlebih dahulu oleh security yang menjaga pintu depan. Baru saja masuk ke dalam, aku sudah mendengar dentuman suara musik yang keras, di sisi lain aku melihat suasana di dalam masih tidak begitu ramai pengunjung.
Setelah itu, Putra bergerak menuju sebuah meja dan sofa yang telah ditempati seorang pria dengan perawakan tubuh yang cukup gemuk. Sementara itu, aku hanya berjalan mengikuti Putra dari belakang.
"Alvin kan?" tanya Putra dengan ekspresi dan nada yang ramah
"Iya bener, Putra ya?" balas pria itu
"Iya, omong-omong gw mau kenalin temen gw yang bisa juga." ucap Putra sambil menyalam tangan pria itu.
"Rama." ucapku singkat sambil tersenyum
"Alvin, salam kenal yak, silakan duduk bro. Gausah tegang-tegang amat, dibawa santai aja." ucapnya dengan ramah
"Gimana nih kabarnya?" ucap Putra
"Masih aman-aman aja bro hahaha." ucap Alvin sambil tertawa
"Hahaha, jadi mau nanya tentang apa nih bro?" tanya Putra perlahan setelah tertawa yang tampaknya sangat palsu.
"Biasa bro, masalah bisnis sama cewek hahaha." ucapnya
Sebelum Putra menjawab, kami ditawarkan untuk memesan minuman terlebih dahulu. Karena tidak mau meminum minuman beralkohol, aku hanya memesan soft drink saja. Dan untungnya, semua pesanan kami ditanggung oleh Alvin, sebab aku menyadari harga minuman disini sudah pasti sangat mahal.
"Ceritain aja masalahnya bro, terus pengennya mau gimana. Nanti gw coba pikirin solusinya." ucap Putra
Setelah meneguk minumannya sedikit, Alvin tampaknya berpikir sejenak.
"Jadi gini bro, gw pengen usaha gw makin rame dan penghasilannya makin gede. Kira-kira secara gaib lo bisa bantu gak, supaya hasilnya sesuai harapan gw?" jelas Alvin
"Emangnya usaha apa bro? Kalo bisa sih, gw harus ngecek ke lokasi langsung supaya bisa mastiin." jawab Putra
"Gw ada usaha restoran sama distro bro, ntar kita atur waktu aja kalo mau langsung ke lokasi." ucapnya
"Oke siap bro, biasanya sih kalo masalah bisnis atau usaha, kita pakai yang namanya penglaris." balas Putra
"Penglaris bukannya hantu-hantu yang ludahin makanan bro? Kalo pake sejenis itu gw gak mau bro." ucap Alvin
"Tenang aja bro, gw gak pake gituan kok. Yang lo bilang itu mah yang jenisnya rendahan dan negatif bro, tapi kenyataannya sih emang banyak yang pake gituan haha." balas Putra
"Jadi yang lo maksud itu yang gimana sebenarnya bro?" tanya Alvin dengan penasaran
"Gw pake metode yang beda, ntar gw kasih pusaka dan gw pasang sesuatu di tempat usaha bro nya. Tapi tenang aja, yang gw pasang sesuatu yang gak menonjol dan enak dipandang kok." ucap Putra
"Ada efek samping atau efek negatifnya gak bro?" tanya Alvin dengan nada curiga
"Ga ada kok, soalnya yang gw pasang gak pakai tumbal. Ritual, perjanjian dan semacamnya gw yg urus semua. Jadi lo tinggal santai dan terima jadi aja bro." jelas Putra
"Boleh juga tuh, yang paling penting sih jangan sampai ber efek ke keluarga gw bro." balas Alvin
"Dijamin aman kok bro, soalnya ga berhubungan sama makhluk atau jin yang negatif, lagian udah beberapa orang mesen jasa gw dan ga terjadi apa-apa sampai saat ini." ucap Putra yang kedengarannya sangat meyakinkan.
Saat Putra dan Alvin sedang sibuk berbicara satu sama lainnya, tak sengaja aku melihat Melissa sedang berjalan bersama seorang wanita. Lalu mereka duduk di sofa yang sudah berisikan dua orang pria yang kebetulan berdekatan dengan posisi kami. Sementara itu, aku terus memandang ke arah Melissa, sebab aku tak mengerti kenapa dia datang ke tempat semacam ini.
Karena itu, aku tak lagi mendengar pembicaraan dari Putra dan Alvin, aku hanya menatap Melissa yang tampaknya bertingkah sangat canggung dan aneh. Bagiku, dia kelihatan sangat tidak nyaman dan seperti terpaksa saat sedang duduk disana. Aku terus menatapnya dan memperhatikan apa saja aktivitasnya disana. Sepertinya dia tidak menyadari keberadaanku, karena kondisinya yang tidak fokus dan klub yang gelap.
Hingga beberapa saat kemudian, tak sengaja Melissa menoleh ke arahku. Tampak ekspresi wajahnya yang sangat terkejut saat menatapku, sepertinya dia juga tak menyangka bisa bertemu denganku di tempat seperti ini. Tapi anehnya, setelah itu dia langsung berpaling dan menghindari tatapan mataku.
Sejenak, aku mulai mengingat mimpi yang terjadi kemarin. Karena mengingatnya, entah kenapa aku mulai memiliki firasat yang buruk akan situasi ini.
Bersambung...