Genderuwo itu masih menatap kami dengan mata yang membelalak, mulutnya seperti tersenyum menyeringai. Sebenarnya aku sudah sering menemui jenis yang sama seperti makhluk ini sebelumnya. Kebanyakan dari mereka adalah makhluk yang penuh nafsu birahi yang suka menggoda dan memperdaya manusia berjenis kelamin wanita.
Walau tak jarang juga mereka digunakan para praktisi ilmu hitam untuk menyerang target yang telah ditentukan. Dari pengalamanku bertemu dengan beberapa makhluk jenis ini, mereka lebih sering meninggalkan kesan yang tidak baik dimemoriku.
"Mau apa kamu disini"? ucapku dalam batin
"Itu bukan urusanmu, cepat enyahlah dari sini dan jangan coba menggangguku." ucap genderuwo
Sejak sering bermeditasi, kepekaanku mulai meningkat drastis. Otomatis aku lebih sering berinteraksi dan berkomunikasi dengan makhluk yang berada di dimensi lain. Hingga sekarang aku sudah terbiasa dan lebih paham bagaimana akan cara berinteraksi dengan mereka. Dari pengalamanku berinteraksi dengan mereka, biasanya aku berkomunikasi dengan pikiran atau biasanya disebut kontak batin.
"Apa ada yang menyuruhmu untuk mengganggu orang-orang dirumah ini?" tanyaku sambil memerhatikan ekspresinya.
"Sudah kubilang itu bukan urusanmu !!!" bentaknya sambil memelototiku
Tiba-tiba muncul penjaga Adellia, tanpa berkata apa-apa dia langsung menyerang genderuwo itu dengan tombak emasnya.
Tombaknya pun menembus perut genderuwo itu dengan mudah.
"Arghhhhh siapa kalian sebenarnya, kenapa kalian ingin mencampuri urusanku." jeritnya kesakitan
"Kamu gak perlu tau siapa kami sebenarnya, itu bukan urusanmu" balas Adellia seraya tersenyum kecil
Genderuwo itu tak terima dan tampak sangat marah mendengar respon dari Adel. Dia ingin mencoba melakukan perlawanan, tetapi apadaya dia malah makin tersiksa akibat serangan bertubi-tubi dari penjaga Adel. Aku menahan tawa mendengar respon dari Adellia, karena aku masih sadar bahwa ada Riska yang sedang berada didepan kami berdua.
"Ngomong sama siapa Del?" ucap Riska dengan ekspresi bingung.
"Lagi ngomong sama genderuwo kak." ucap Adellia dengan santai.
"Hahhh? kamu bisa ngelihat hantu juga Del?" tanyanya dengan ekspresi ketakutan.
"Iya kak, makanya aku sering bareng Rama." ucap Adellia dengan ekspresi datar.
Mendengar jawaban Adel, aku jadi mulai berpikir dan bertanya pada diriku sendiri. Apakah Adel dekat denganku hanya karena aku memiliki kemampuan supranatural? Bagaimana kalau aku cuma orang biasa yang tak memiliki kemampuan ini? Ucapku dalam hati. Semakin aku memikirkannya, semakin membuatku merasa tak nyaman dan rendah diri. Aku bahkan tak peduli dan tak memperhatikan nasib genderuwo yang sedang dihajar habis-habisan oleh penjaga Adel. Aku menjadi sibuk tenggelam didalam khayalanku sendiri.
"Aku bisa minta bantuan kalian buat ngeusir hantu yang gangguin rumahku gak Ram, Del?" ucap Riska
Adellia tak merespon pertanyaan dari Riska, dia hanya menoleh dan memandangku layaknya sedang menunggu jawaban dariku. Aku mulai tersadar dan melihat pertarungan antara penjaga Adel dengan genderuwo itu ternyata sudah selesai. Sepertinya genderuwo itu sudah diusir dari rumah ini, karena aku tak lagi merasakan hawa yang sama dari arah kolam renang tersebut.
"Itu penjaganya Adel udah bantuin kok kak." ucapku
"Maksudnya Ram?" tanya Riska kebingungan.
"Makhluk astral alias teman ghaibnya Adel, udah ngeusir genderuwo yang suka gangguin rumah ini kak." jawabku perlahan
"Secepat ini ngeusirnya Ram?" tanyanya dengan heran.
"Iya kak, waktu kita ngobrol dari tadi sebenarnya penjaga Adel udah baku hantam duluan." jawabku sambil tersenyum kecil.
Riska masih tampak bingung dan tak bisa memproses apa yang kukatakan. Aku bisa memakluminya, karena dia masih awam akan hal-hal ghoib. Dia juga tak perlu mengetahui prosesnya, yang penting adalah gangguannya sudah menghilang.
Riska lalu berkata "Wah, makasih banyak ya udah mau bantuin Ram, Del. Sebenarnya sih aku kurang ngerti sama yang kamu jelasin."
"Tapi intinya, hantu yang sering ngeganggu itu udah ilang, kan?" tanya Riska memastikan
"Iya kak, dari yang kulihat sih makhluk itu udah ga ada disini lagi." jawabku
"Ok deh Ram, kalau nanti kalian butuh bantuan jangan sungkan buat kabarin aku ya." ucap Riska sambil tersenyum
"Sama-sama kak, kitakan sekarang udah berteman kak, artinya kita harus saling bantu tanpa harapin imbalan." balasku
Riska beranjak dari sofa lalu berkata "Oke deh Ram, yuk kita makan malam dulu sebelum kalian pulang."
Malam itu aku dan Adel makan malam bersama dengan Riska dan ayahnya. Aku tak melihat ibu dan saudara Riska pada saat itu, tapi aku tak begitu memperdulikannya. Makan malam itu terasa sangat santai, karena ayah dari Riska yang sangat humoris. Suasana menjadi rileks diluar dari ekspektasiku, sebab aku mengira ayahnya adalah orang yang bersifat kaku, ternyata aku salah.
"Sehabis lulus kuliah, mau kerja apa Ram?" tanya ayah Riska
Aku berpikir sejenak, lalu berkata "Sebenarnya masih belum tau sih om, tapi kalo bisa, aku mau nyoba buka usaha kecil-kecilan dulu om." jawabku
Ayah Riska mengangguk kecil lalu lanjut bertanya "Kenapa bisa tertarik sama dunia bisnis Ram?"
"Ada beberapa alasan om, salah satunya karena gak pengen kerja dibawah orang lain." jawabku
Muncul senyuman di raut wajah Ayah Riska, sebagai tanda dia tertarik dengan jawabanku.
"Karena kamu gak suka diperintah sama orang lain ya?" tanya Ayah Riska
"Benar om." jawabku singkat
"Pemikiran yang bagus. Tapi ada satu hal yang perlu kamu ingat Ram." ucap Ayah Riska
"Apa itu om?" tanyaku penasaran
"Kebebasan itu ada harganya." jawab Ayah Riska
Aku bingung dengan apa yang dimaksud oleh Ayah Riska, hingga tak kuasa bertanya "Maksudnya om?"
"Kalau dijelasin bisa sampai besok kelarnya Ram." jawab Ayah Riska sambil tertawa
"Intinya, ingin mencapai atau mendapatkan kebebasan itu gak gampang Ram. Kamu harus mengorbankan sesuatu untuk mencapainya." jelas Ayah Riska
"Kok malah jadi serius gini sih obrolannya." potong Riska dengan kesal
"Hahaha … sorry-sorry, Ayah malah kebawa suasana." balas Ayah Riska
Tak berhenti disitu saja, Ayah riska tiba-tiba berkata "Tapi, kalo mau langsung punya usaha gampang kok Ram."
"Maksudnya gimana om?" tanyaku heran
Ayah Riska tersenyum jahil, lalu menjawabku "Nikah sama Riska aja, nanti pasti om kasih bagian."
"Ihhhh Ayah mulai lagi deh." ucap Riska kesal, dengan wajah yang tampak malu.
"Hahahaha…." Ayah Riska tertawa terbahak-bahak melihat respon dari putrinya. Sedangkan aku tak bisa berkata apa-apa setelah mendengar candaan dari Ayahnya Riska. Sebab aku menyadari, Adel sudah memandangku dengan ekspresi curiga. Aku hanya bisa berusaha memasang wajah sedatar mungkin.
Setelah makan malam selesai, kami langsung diantar pulang oleh supir pribadi keluarga Riska. Walau pada awalnya Riska bersikeras untuk ikut mengantarkan kami. Tapi aku menolaknya halus, karena tak mau merepotkannya.
Saat diperjalanan pulang, aku menjadi ingat akan ucapan Adel saat menjawab pertanyaan Riska. Terjadi konflik batin didalam diriku, aku berpikir apakah kedekatan kami hanya karena sebatas kemampuan ini. Di sisi lain aku berharap bahwa Adel dekat dan mau berteman denganku bukan hanya karena kemampuan ini, melainkan karakterku.
Tak terasa akhirnya mobil yang mengantar kami sampai dipersimpangan gang, kami langsung bergegas turun dan tak lupa berterimakasih kepada bapak supir. Saat berjalan bersama menuju arah kost kami, aku mencoba memberanikan diri untuk bertanya kepada Adel.
"Del, seandainya aku gak punya kemampuan supranatural, apa kamu mau dekat sama aku?" tanyaku pelan sambil memandangnya.
"Hmmmm, kok kamu nanya kayak gitu Ram?" ucapnya dengan ekspresi bingung.
"Aku cuma penasaran aja kok Del, hehe." ucapku sambil menggaruk kepala
"Sebenarnya yang awalnya mempertemukan kita kan kemampuan ini Ram." jawabnya
"Berarti jawabannya enggak ya Del?" tanyaku dengan senyuman terpaksa
Adellia tersenyum melihat responku, lalu dia berkata "Bukan Ram, aku bakal tetep deket kamu kok, walaupun seandainya kamu udah gak punya kemampuan ghoib sama sekali."
"Aku udah merasa nyaman sama pribadi kamu Ram, bukan karena kemampuan kamu." tambahnya
Wajahku yang tadinya lesu langsung berubah seketika setelah mendengar respon darinya. Aku merasa beban yang ada dipikiran dan hatiku sejak tadi lenyap menghilang seketika.
"Makasih banyak Del." ucapku sambil menatap kedua matanya.
"Kok ekspresi kamu serius gitu Ram, kamu takut gak bisa deket sama aku lagi ya?" ucapnya dengan ekspresi mengejek.
Karena tak mau kalah, aku pun membalas ucapannya "Lah, siapa yang mau deket coba. Kayaknya kamu kepedean deh."
"Cieee, ada yang ketahuan nihhhh hahahaha." balas Adel sambil tertawa terbahak-bahak.
Sepertinya wajahku memerah karena malu saat mendengar ucapannya. Aku menyesal karena memasang ekspresi yang sangat serius saat bertanya kepadanya. Hingga disepanjang perjalanan Adel selalu mengulang ejekannya, lengkap dengan tawanya yang terbahak-bahak.
"Udahan dong Del, cape nih dengernya." ucapku dengan ekspresi lesu
"Gamau ah, sini kejar aku duluu wleeekkk." ucapnya sambil menjulurkan lidahnya dan berlari menjauhiku.
Aku tersenyum melihat tingkahnya yang sangat manis. Agar dia senang, aku memutuskan untuk mengikuti permainan kejar-kejarannya. Aku pun langsung berlari mengejarnya secepat mungkin. Tak lama kemudian, setelah mengejar Adellia sampai nafasku ngos-ngosan. Akhirnya aku berhasil menangkapnya dari belakang.
"Nahhh, udah ketangkapp nih hahaha." ucapku sambil tertawa terbahak-bahak.
Aku bingung kenapa Adellia tak meresponku, saat kusadari ternyata aku sedang memegang erat kedua bahunya dalam posisi yang cukup ambigu. Spontan aku langsung segera melepaskan tanganku dari kedua bahunya.
"Eh sorry Del, gak sengaja." ucapku dengan kelabakan
"Hmmm, gapapa Ram." balas Adel pelan, aku dapat melihat ekspresi wajahnya yang tampak malu.
Tiba-tiba muncul suara seseorang dari belakang kami, "Ehemmm-ehemmmm....."
Aku dan Adelia secara spontan menoleh ke arah suara itu. Terlihat Steven yang sedang berdiri didepan pagar kost-anku lengkap dengan ekspresi tengil serta mesumnya. Saking senangnya, aku pun baru menyadari bahwa kami sudah sampai didepan kost-an sejak tadi.
"Kayak lagi nonton film india nih gw hahaha." ucapnya sambil tertawa terbahak-bahak, setelah puas menertawai kami, dia langsung bergegas pergi masuk ke dalam kost-an.
Aku dan Adellia hanya bisa terdiam dan menjadi canggung saat memandang satu sama lain.
"....."
Bersambung....