webnovel

PUAS

"Kenapa kau harus memilih jatuh cinta padanya, paman pikir kau menginginkan Hanbi." ... "Paman pernah muda, paman mengirim Hanbi untukmu, untuk memenuhi kebutuhanmu, mungkin dengan adanya Hanbi di sampingmu bisa meningkatkan semangatmu berlatih. Paman tidak menyangka kau menginginkan wanita yang lebih dewasa darimu."

"Pa–paman sudah tahu. Aku menyukai Hanbi?" Malphas bertanya.

Azazel memeluk keponakannya, "Kau bayi mungilku yang selalu bersama paman, apa yang paman tidak ketahui darimu. Paman juga pernah mengalami masa remaja sepertimu."

Malphas berpikir, bahkan untuk memenuhi kebutuhannya. Azazel selalu memikirkan keponakannya dengan membeli Hanbi untuk Malphas. Bahkan orang tuanya sendiri mengabaikan semuanya.

"Maafkan pamanmu! Karena Crocell, kau mengalami hal ini." ... "Apa yang ingin kau lakukan untuk menghukum bedebah wanita itu, paman akan membantumu."

"Bukan salah paman," ujar Malphas cepat. "Aku saja yang bodoh mencintai dan percaya pada orang yang salah." ... "Ha–Hanbi orang baik, aku tidak ingin dia terpaksa melakukan yang bukan keinginannya. Febby justru memancing birahiku terhadapnya, mengaku mencintaiku. Dia harus dihukum seperti kakaknya."

"Tidak ada yang tidak bisa dibeli, paman sudah membelinya untukmu, terserah keinginanmu." ... "Biar paman yang menyelesaikannya. Kau akan pindah ke sekolah lain dan lupakanlah yang sudah terjadi."

Malphas menggelengkan kepala. "Aku yang harus menyelesaikannya, seorang yang berani bermain dengan Malphas harus menanggung akibatnya," ujarnya dengan nada dingin.

"Jika masih ada cinta di hatimu. Akan menimbulkan kesakitan yang besar, kamu masih remaja, paman tidak ingin kamu melakukannya, akan ada trauma besar dalam hidupmu selanjutnya," ingat Azazel. "Saat aku menghukum Oeillet, ada rasa sakit yang mendalam, jika paman tidak lakukan dengan tegas. Pasti akan terulang kesalahan yang Oeillet lakukan."

"Tidak! Aku tidak mencintainya lagi, aku akan menghukumnya!" ruah Malphas marah.

"Kau kebanggaan paman, kau benar-benar seorang Devil yang memiliki hati dan darah Demon."

"Kau boleh memilih kemana kau akan sekolah."

"Boleh aku belajar yang berhubungan dengan kesenian dan keindahan, itu keinginanku."

"Tidak, kau bebas memilih hanya menentukan kota atau sekolah yang kau inginkan, tetapi apa pun pilihanmu ... harus membuatmu menjadi petarung. Bukan dunia semacam itu." ... "Kau harus mengerti, darahmu mengalir darah Demon, banyak dendam di dalamnya, kau harus kuat. Apa pun pilihanmu kau harus kuat untuk bertahan hidup. Seorang pelukis tidak akan bisa melindungi keluarganya, kau bukan keluarga biasa, kau dilahirkan di tempat yang banyak dendam, kau tidak punya pilihan."

Malphas menunduk, sepertinya ia harus memupuskan hal yang ia sukai demi keluarga. Terutama dirinya sendiri. "Baiklah aku mengerti,"

***

Setelah berunding dengan Azazel. Malphas kembali ke pinggiran kota Napoli untuk menagih orang yang berhutang kepadanya.

Azazel memberikan empat orang andalannya untuk membantunya.

Tanpa sepengetahuan Malphas, Azazel Demon meminta Adriano mengawasi dan membantunya jika diperlukan.

Azazel menghormati keputusan keponakannya untuk menyelesaikan sendiri dendamnya. Tetapi rasa khawatir terhadap seorang remaja berusia empat belas tahun adalah hal yang wajar. Azazel juga merasakan dia sendirilah penyebab dari masalah anak itu.

Azazel mendukung tindakan yang dilakukan keponakannya, berarti menarik keluar iblis dalam jiwa Malphas yang tertutup rapat sebelumnya.

Febby tidak mengetahui penyebab kematian teman-temannya. Febby berpikir seseorang di dunia kejahatan menaruh dendam kepada kelompoknya, tetapi dia tidak akan menyangka Malphas seorang remaja lemah yang dilecehkanlah pelakunya.

Ketika Malphas menghampiri Febby.

"Aku merindukanmu, aku terpaksa pulang karena ada urusan penting di keluargaku," kata Malphas.

"Adakah yang lebih penting dalam hidupmu selain diriku." Febby tetap melakukan hal semena-mena, Febby merasa yakin remaja di depannya sudah terjerat cinta miliknya.

"Tentu dirimu yang terpenting, itulah yang membuatku kembali kemari meninggalkan keluargaku." Malphas memasang muka memohon maaf.

"Sudah lama kamu tidak melakukannya", mata Febby memandang ke arah pangkal pahanya yang masih tertutupi. Ia bahkan mengusapnya agar memancing Malphas.

Malphas tahu yang diinginkan. Sambil turun jongkok ke arah milik Febby. Ia berujar, "Aku akan meninggalkan keluargaku, aku akan ikut denganmu. Apa kau mencintaiku?"

"Pertanyaan bodoh macam apa yang kau tanyakan, tugasmu cuma satu yaitu memuaskanku." ... "Jangan banyak bertanya, lakukan cepat aku sudah tidak tahan." ujar Febby berat menahan hasratnya. Ia langsung menarik kepala Malphas kuat agar cepat melakukannya.

"Kita bahkan belum pernah bercinta. Aku seperti sundal saja yang memuaskan temanmu, selain kamu." Sambil membuka celana Febby. Kemudian mulai memainkan lidahnya di pangkal pahanya. Malphas mengerahkan segala kemampuan untuk membuat Febby melayang.

"Tentu saja banyak orang sudah menjamahmu," kata Febby sambil mengangkat kepala dan mata terpejam, Febby terlihat sangat menikmati.

"Kau yang memberikan aku kepada mereka, sekarang kau berkata seperti itu!"

"Jangan banyak bicara. Lakukan saja tugasmu, beri aku kenikmatan sekarang!" Febby mulai marah, rasa enak yang dirasakan terputus karena omongan Malphas.

Tangan Febby mencengkeram kepala Malphas dan mulai bertindak kasar dengan menghentakkan pinggulnya sampai Malphas tak bisa bernafas.

Sampai akhir puncaknya, mengeluarkan seluruh cairan dan Malphas dipaksa menelannya.

Febby meninggalkan Malphas, dia tidak menyentuhnya.

"Kau tidak ingin merasakan bercinta. Tidakkah kau ingin sesuatu yang lebih nikmat dari yang kulakukan saja!"

"Aku tidak menginginkanmu lagi," kata Febby.

"Kau tidak menginginkan milikku. Aku pasti bisa memuaskanmu." Malphas memasang wajah sedih.

"Persetan dengan semua itu, bagiku dirimu hanya sundal jalanan," kata Febby.

"Bersama sundal pun kau harus membayarnya," jawab Malphas kini mulai mengubah nada bicaranya menjadi datar.

"Itu berarti kau mengaku lebih rendah dari sundal, seorang sundal dibayar karena memuaskan pembalinya," kata Febby." ... "Aku tidak mau memasukimu karena milikmu tidak memuaskan seperti milik sundal."

"Bagaimana jika aku membayarmu, maukah kau melakukannya," tawar Malphas cepat.

"Aku bukan sundal yang menjual diriku untukmu, sialan," Febby marah merasa direndahkan.

"Semua di dunia ini ada harganya, aku yakin kamu pun begitu," kata Malphas makin memprovokasi.

"Jangan menghinaku, dirimu lebih rendah dari sundal," Febby marah.

Malphas mendengus merendahkan . Kepalanya di anggukan, dan langsung muncul dua pria berbadan tegap menyergap Febby, mulutnya tersumpal kain sehingga tidak bisa berteriak.

"Ayo kita mulai permainannya!" seru Malphas menunjukkan seringai pertamanya.

***

Malphas membawa Febby dalam keadaan pingsan di sebuah rumah yang jauh dari pemukiman.

Setelah sadar Febby terkaget, dirinya tanpa busana dengan satu kaki terikat dengan rantai panjang, tubuhnya bebas bergerak. Setelah menyesuaikan diri, Febby tersadar di depannya tampak kekasih pria yang juga tanpa busana terikat pada palang kayu silang. Febby berjalan menghampirinya tetapi panjang rantai tidak dapat membuatnya mencapanya. "Kurang ajar. Bebaskan aku PENGECUT SIALAN!" teriak Febby.

Malphas memasuki ruangan itu. "Wah sudah sadar, terasa lama aku merindukanmu."

"Apa maumu ?" tanya Febby.

"Tentu membelimu untuk memuaskanku."

"Sundal tidak tahu diri," kata Febby marah. "Kau gila—"

"Kau yang membuatku gila, Bagiku semua ada harganya, pilihanmu; kau memuaskanku atau kekasihmu yang memuaskan alat itu?" tanya Malphas.

Febby kemudian meneliti pada bagian pangkal paha kekasihnya yang ternyata miliknya dipasang benda aneh, seperti vibrator. Saat diaktifkan. Pria itu mengerang dan membuat cairannya cepat keluar. Alat itu tidak pernah berhenti, membuat kekasih Febby mulai kelelahan.

"Baik, aku lakukan!" Febby terlihat menyerah.

"Tunjukan kemampuanmu, puaskan aku sekarang!" kata Malphas.

"Ok, ini kuberikan milikku untuk kau puaskan sekarang dan bebaskan di—"

Malphas mendekat dan menampar keras pipi Febby. "Bukan aku yang menjadi sundalmu bodoh, tetapi kaulah sundalnya sekarang. Tugasmu memuaskanku, lakukan seperti yang biasa sundal pria itu lakukan!"

Febby mendekat ke arah Malphas yang tidur telentang di ranjang dekat situ.

"Gunakan lidah dan bibirmu untuk tubuhku, buat aku mendesau!" perintah Malphas.

Next chapter