webnovel

Yang Harus Aku Pertahankan

"Lebih tepatnya ia tidak berani membunuh! Benarkan, Tuan Muda Zhair?!"

Mina menatap kedua manik mata yang selalu menatapnya dengan pandangan hina itu lekat.

"Apa yang kamu–"

"Ada apa ini!!" seru seorang lelaki dengan suara serak dan lantang.

Zhair yang mengetahui suara Kakak lelakinya langsung memeluk Mina dan mengarahkan sisi runcing belatinya ke arah leher gadis itu.

Tama membeku melihat kondisi istrinya yang di sandera oleh sekawakan perampok bertopeng hitam. Dadanya berdebar-debar begitu cepat sampai membuat rahangnya mengeras karena saking marahnya.

"Turunkan senjatamu!" titah Tama, dengan suara penuh penekanan.

Wijaya yang tadinya merasa tenang karena yakin jika muridnya bisa mengatasi krisis ini, akhirnya menjadi tegang saat ia menyadari kemarahan sang Presdir Perusahaannya.

"Pak Wijaya, kenapa kau membiarkan anak didikmu berada di dalam bahaya? Walaupun ia sekuat yang selalu kamu ceritakan, ia tetaplah perempuan! Kau harusnya menjaga dirinya!!" teriak Tama, murka.

Ia langsung merampas salah satu senjata api milik kepolisian dan melepaskan satu peluru ke atas.

Dor ....

"Ahh ...."

Semua orang menunduk. Mereka menjadi tegang dan takut saat Tama melepaskan tembakan.

Kini semua orang tahu jika lelaki muda itu tengah marah dan serius dengan perkataannya.

"Jika kamu tidak melepaskan gadis itu, peluru ini tidak akan melesat ke atas atap! Tapi melesat ke atas kepalamu. Lepaskan ia!!" seru Tama, benar-benar marah.

Mina yang sedari tadi terdiam akhirnya bisa merasakan sedikit getaran di lengan lelaki yang mengunci lehernya. Mina tahu jika Zhair ketakutan saat melihat Kakak lelakinya menjadi serius.

"Jika takut, seharusnya kamu tidak melakukan hal gila. Kamu yang paling tahu soal Kakakmu. Ia tidak senang barangnya di sentuh ataupun rusak. Tapi sekarang kamu malah menodongku dengan belatimu. Di depan matanya, kamu terlihat seperti ingin merusak miliknya dan itu salahmu!" bisik Mina, mengulas senyuman culas sambil melirik ke arah Zhair yang mulai gentar.

Grt ....

Zhair semakin mengeratkan genggamannya dan menatap wajah Mina dengan tatapan murka.

"Diamlah atau aku akan menusukmu!" ancam Zhair, semakin mendekatkan ujung runcing itu dan Mina sengaja bergerak hingga ujung runcing itu tak sengaja menggores permukaan kulitnya.

"Kamu!!" Tama melebarkan matanya. Mengarahkan pistolnya ke arah kening Zhair dan bersiap untuk menembaknya.

"Kamu akan mati!" gumam Mina, menyandarkan kepalanya di bahu Zhair dan tersenyum. "Game Over."

Dor!!

Pelatuk di tarik. Peluru melesat dengan kecepatan 0,6 detik.

Zhair melebarkan matanya terkejut. Ia ingin menyelamatkan dirinya tapi tubuhnya terlanjur membeku. Ia terpaku di tempat dan menatap peluru itu melesat ke arahnya dengan begitu cepat.

"Pegang yang kuat, bodoh!" pekik Mina, mengulas senyumannya dan membuat Zhair menjadi tumpuan dirinya untuk berputar ke udara.

Mina menendang peluru itu. Membelokkan arah tujuannya dan membuat sisi dinding menjadi tumbalnya.

Di saat bersamaan, Zhair sedikit terkejut saat Mina berputar begitu mudah di udara dan menyelamatkan dirinya tepat waktu. Namun sayangnya, sebelah tangan Mina langsung melepaskan topeng miliknya saat ia mendarat.

Tama menatap adik lelakinya yang berdiri satu langkah dengan Mina saat ini. Ia tampak geram dan heran.

"Seharusnya aku membuatmu cacat dengan melepaskan 2/3 peluru sekaligus! Dengan begitu kamu tidak akan membuat sesuatu yang tidak berguna seperti hari ini!" lantang Tama, menatap Zhair dengan murka sembari melemparkan pistolnya ke lantai hingga hancur.

Setelah mengatakan itu Tama langsung menatap Mina dengan tatapan tajam dan tidak senang.

"Aku tunggu di mobil! Ayo cepat pulang dan bicara!" ucap Tama, dengan nada tidak bersahabat. Setelah itu ia baru meninggalkan tempat tersebut dengan langkah lebar.

Mina hanya menghembuskan napasnya kasar dan membiarkan Zhair bertekuk lutut karena lega dan takut di saat bersamaan setalah Tama meninggalkan mereka tanpa adanya perintah lebih lanjut.

"Jangan lakukan hal bodoh. Kakakmu bisa benar-benar membunuhmu!" ucap Mina, sambil meletakkan topeng milik Zhair di atas kepalanya dan berjalan pergi meninggalkannya.

Namun sebelumnya Mina menatap Wijaya dengan senyuman masam dan menundukkan kepalanya pelan sebagai ganti permintaan maaf kepadanya.

"Tolong selesaikan, Pak. Saya akan menenangkan Presiden saat di rumah nanti, selamat malam," ucap Mina, benar-benar meninggalkan tempatnya.

Zhair menatap punggung Mina dengan kedua tangan mengepal erat. Tapi ia tidak bisa melakukan apa pun bahkan di saat ia merasa marah karena Mina sudah menyelamatkan dirinya dari krisis besar hari ini.

***

Mina berjalan mengekori langkah Tama yang terlihat gusar. Bahkan dari belakang ia bisa melihat betapa marahnya lelaki itu saat melihatnya hampir terluka tadi.

"Wajar kalau ia marah," gumam Mina, mengembuskan napas kasar dan segera masuk ke dalam mobil.

Mina membuka pintu samping sopir dan duduk di sana. Namun saat ia baru saja memakai sabuk pengaman, tiba-tiba saja Mina menyadari tatapan tajam dari Tama di belakang sana.

Bahkan Johan, sekretaris Tama, memandang Mina dengan tatapan masam dan mengkodenya untuk pindah ke belakang duduk bersama dengan Tama.

"Tapi ini di kantor? Jika ada yang salah pa– tunggu, ia kan memang suamiku? Kenapa aku takut di salah pahami?" gumam Mina, berpikir keras.

Tama mengembuskan napas kasar dan menatap wajah Mina dengan tatapan lelah. "Cepat pindah kemari. Aku akan mengobati lukamu!"

Mina menatap Tama yang tampak mencoba untuk bersabar melihat kebodohan istrinya.

"Anda bisa pergi ke belakang, Nyonya. Biarkan Sari ikut dengan kita agar tidak ada yang merasa curiga akan hal ini. Kami juga harus membahas beberapa hal dengan Pak Presdir di rumah nanti. Anda tidak perlu sungkan," ucap Johan, ramah dan lembut.

Mina mengerjapkan matanya polos dan menyadari sebuah fakta yang sempat ia lewatkan.

"Anda tahu hubungan saya dengannya?" Mina menunjuk ke arah Tama tanpa tahu sopan santun.

Tama menatap ujung jari Istrinya yang menempel di keningnya dengan tatapan lelah dan penuh kesabaran.

Johan yang melihat itu hanya menganggukkan kepalanya pelan dan Mina pun menurunkan tangannya.

"Berarti wanita yang bernama Sari itu juga mengetahuinya, kan?" tanya Mina, menatap kedua lelaki itu bergantian.

"Ya. Kedua sekretarisku tahu siapa kamu dan bagaimana mereka harus bersikap. Jika kamu mengkhawatirkan kenapa Sari begitu judes denganmu, kamu tidak perlu memusingkannya karena aku yang menyuruhnya seperti itu," jelas Tama, sambil menatap Mina yang belum beranjak dari tempatnya.

Akhirnya lelaki itu mengembuskan napas panjang dan meminta Mina untuk cepat duduk di sebelahnya dengan menepuk-nepuk sisi samping kursinya.

Mina lekas berpindah tempat dan membiarkan Sari masuk ke sana dengan nyaman.

Wanita itu langsung menundukkan kepalanya pelan dan tersenyum ramah kepada Mina yang terus menatapnya.

Itu seperti bukan Sari yang seharian Mina lihat. Lalu benarkah Tama yang memintanya berlaku culas seperti itu? Tapi kenapa? Apa alasannya?

Menatap Mina yang terus menatap dirinya dengan tanda tanya besar di atas kepalanya, Tama pun menatap Mina dengan tatapan serius.

"Ada yang harus aku pertahankan!"

"Apa?"

"Obsesi Sari kepadaku. Rasa suka dan cinta yang sudah lama ia perlihatkan kepadaku. Aku harus mempertahankan hal itu!"

"A-apa?!"

Next chapter