webnovel

Kehadiran sang Mantan

Hahaha ...

Mina dan Tama tampak bahagia di atas sana. Mereka tertawa dengan tulus walaupun ini adalah pernikahan di atas kontrak.

Kedua orang itu tidak terlihat seperti orang yang sedang berakting. Mereka berdua terlihat seperti dua orang yang menikah karena saling menyukai walaupun usia kedua terpaut cukup jauh.

Sementara itu, di bawah panggung dua orang kakak-beradik sedang mengawasi mereka dengan sorot mata yang tidak bersahabat.

Bahkan lelaki yang tengah mengenakan jas pernikahan senada dengan gaun pengantinya sampai menolehkan kepalanya ke arah lelaki yang tengah menatapi mereka dari sebuah meja yang ada dekat panggung pernikahan.

"Adikku sepertinya marah besar ya? Kalau begitu, aku tidak akan membawamu menemui kedua orang tuaku hari ini. Bagaimana jika kamu yang membawaku ke hadapan kedua orang tuamu hari ini?" tanya Tama, menatap wajah Mina yang sibuk bergurau dengan sang Pendeta.

Mina menolehkan kepalanya dan menatap wajah Tama yang sudah menantikan jawabannya.

"Apa? Kamu bilang apa?"

Tama menghela napasnya kasar dan menyentil kening Mina, pelan. "Bagaimana jika kita menginap di rumah orang tuamu hari ini? Aku belum sempat mengakrabkan diri dengan keluarga mertuaku. Apakah kamu keberatan?"

Mina diam sejenak dan menolehkan wajahnya ke arah meja yang di tempati oleh keluarga mertuanya, sebelum akhirnya ia menatap wajah Arci dan Arie tengah bertengkar menggunakan tatapan mata.

"Hahaha, baiklah. Em ... bukankah kita harus melakukan pawai? Sepertinya para tamu sudah gatal berjabatan tangan dengan kamu?"

Mina menatap wajah Tama dengan tatapan mengamati. Walaupun hanya sebentar, sepertinya Mina menyadari jika Tama memang sanggatlah tampan hingga membuat para wanita yang ada di bawah panggung pernikahan mereka terlihat seperti singa betina yang siap menerkam sang raja.

"Benar juga. Sepertinya kita harus berjalan menuruni panggung dan menyambut ucapan selamat dari para tamu dengan senyuman. Tapi aku punya permintaan untukmu."

Tama menatap wajah Mina lekat-lekat dan menyingkirkan anak rambut istrinya yang sedikit berantakan karena embusan angin ke belakang telinganya.

"Apa?"

"Jaga dirimu. Aku tidak suka berbagi dengan orang lain walaupun kita hanya pasangan suami-istri politik. Tapi kamu tetap saja istriku dan kamu hanya milikku," ucap Tama, dengan tatapan dalam dan penuturan yang serius.

Namun Mina yang mendengarnya malah bergidik ngeri dan menatap ke arah lain seraya ia tidak ingin melihat tatapan Tama yang seakan-akan di penuhi bunga-bunga itu.

"Y-ya, baiklah. Ayo turun. Jangan menatapku seperti itu. Aku tidak senang. Kamu bisa menghentikannya," celetuk Mina, mundur satu langkah seraya memegangi perutnya yang terasa sedikit mual.

Tama yang melihat reaksi itu malah memicingkan matanya dalam beberapa saat sebelum akhirnya ia menghela napas lelah dan menatap ke arah depan seraya menggandeng tangan Mina untuk mengajak gadis itu turun dari atas pelaminan.

Mina pun berjalan dengan anggun mengimbangi langkah Tama yang sedikit cepat karena jangka kakinya yang sedikit lebar.

"Jika kamu berjalan seperti itu, adikku mungkin akan tersandung sewaktu-waktu, Adik Ipar," celetuk Arci, menangkap tangan Mina saat gadis itu hampir saja tersandung lipatan karpet merah.

Tama yang mendapatkan teguran seperti itu dari Kakak Iparnya, langsung menatap Mina yang menghela napas berat sambil meliriknya sekilas.

"Kenapa kamu tidak mengatakannya? Bilang saja jika kamu kesusahan. Dasar! Senang sekali melihatku di tegur," omel Tama, lagi-lagi membuat Mina menghela napas berat.

Arci yang mendengar itu hanya bisa menggelengkan kepalanya dan memindahkan tangan Mina kepada lengannya.

"Sampai sini biarkan aku yang membawa Mina."

Arci menatap kerumunan wanita yang tengah menunggu di bawah panggung dengan tatapan mata berbinar-binar.

"Kamu bisa pergi menyambut mereka sendirian. Mina tidak terlalu pandai bergaul. Jadi akan bahaya jika ia mendengarkan kalimat pedas dari para gadis itu. Bisa-bisa mereka pulang dengan wajah lebam-lebam karena di pukuli Mina," lanjut Arci, membawa adiknya pergi dari hadapan Tama begitu saja.

Tama menatapnya dengan tatapan bengong sebelum akhirnya mengikuti langkah Mina dan Arci pergi.

Sementara saat Tama melewati kerumunan para tamu, ia hanya mengacuhkan para gadis dan jabat tangan dari dewan eksekutif dari berbagai perusahaan yang hendak memberikannya selamat atas pernikahannya.

"Ah, Tuan. Selamat atas pernikahan Anda," seru seorang lelaki, membuat Tama menolehkan kepalanya dan menatap siapa yang baru saja berteriak dengan cara nekat seperti itu.

"Olive? Rani? Kalian datang ya?" seru Tama tampak antusias.

Bahkan lelaki itu langsung melupakan tujuan utamanya untuk merebut Istrinya dari tangan Kakak Iparnya karena melihat kedua sahabatnya yang sudah pergi keluar negeri selama 4 tahun, akhirnya kembali dan ia bisa melihat mereka setelah sekian lama.

"Hai, apakah istrimu di bawa kabur oleh kakaknya? Hahaha ... kamu kurang baik dalam memperlakukannya. Mangkanya ia di bawa pergi, kan?!" celetuk Rani, tertawa renyah.

Olive dan Tama hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan melihat tawa gadis cantik yang tidak secantik wajahnya itu.

"Bagaimana bisa kamu tertawa seperti itu di depan umum. Tidak takut di masukan koran dengan judul 'Ternyata Selebriti Rizhan Adriani memiliki tawa seperti Kuda nil yang tengah menguap' begitu?! Tidak malu?!" pekik Olive, setelah ia membekap mulut Rani yang terbuka lebar.

Rani yang mendapati sikap itu langsung menatap wajah Olive dengan tatapan mata tajam dan melepaskan tangan lelaki itu dari mulutnya.

"Lelaki gila! Kamu tidak cuci tangan setelah makan sambal pete?! Tanganmu bau, sial!" pekik Rani, mengusap wajahnya dengan tisu basah dengan terburu-buru.

Mendengar protes itu, Olive langsung mencium telapak tangannya dan malah menikmati baunya dengan senyuman manis.

Tama dan Rani yang melihat itu langsung saja bergidik jijik dan mundur beberapa langkah dari Olive.

"Dasar menjijikkan. Memangnya kapan kalian sampai? Kenapa ia sudah berhasil menelan makanan bau itu?!" pekik Tama, dengan menatap jijik senyuman Olive yang terlihat menggoda mereka berdua.

"Baru 3 jam yang lalu kami sampai. Tapi lelaki ini malah langsung di buatkan sambal pete saat dia sudah selesai mandi. Padahal di sini kita akan makan. Tapi saat melihat pete di gantung di dapur, dia langsung hilang akal!" pekik Rani, dengan membenahi dandannya yang berantakan.

"Ugh ... menjijikkan."

"Halo, selamat malam." ucap seorang wanita, dengan mengenakan gaun bergaya 'Empire Waist Dress' dan rambut yang di gerai dengan gaya yang cantik.

"Wah, istrimu sangat cantik Tama. Selamat ya?!" celetuk Olive, langsung menjabat tangan wanita itu dengan senyuman merekah.

Namun Tama dan Rani langsung menepuk keningnya ampun dan menatap wajah Olive dengan tatapan tidak senang.

"Lepaskan tanganmu, dia bukan istri Tama. Dia mantannya! Yang istrinya itu, yang ada di sana! Di belakang Tama– eh???!"

Tama langsung menolehkan kepalanya dan menatap wajah cantik Mina yang tengah tersenyum horor dengan tatapan kaku.

Glek ...

"Tunggu–"

"Diam. Tidak ada yang perlu di jelaskan. Aku tidak peduli!"

Next chapter