webnovel

Chapter 19 - Ibukota (Bagian 3)

"Iblis Hina."

Kata itu terucap dari mulut Scintia, menggambarkan pelayan Iblis kedai yang memiliki tanduk rusak. Void hanya terdiam mendengar itu, ia tidak bisa membuka mulut karena terkejut, berusaha menjaga ekspresinya yang tenang.

"Tanduk Iblis adalah tanda kehormatan bagi ras Iblis, jika Iblis memiliki cacat pada tanduknya maka dia akan dianggap hina."

Itu terdengar tidak adil, tanduk itu bisa saja rusak karena sesuatu dan dirusak oleh orang lain. Begitu tidak adil jika seseorang yang merusak kehormatan itu tetapi orang yang memilikinya juga terkena imbasnya. Void mengeratkan giginya diam-diam, menyembunyikan emosinya yang tiba-tiba meluap.

"Maaf paduka, Saya telat menyadarinya dan membiarkan dia melayani Anda–. Aw!"

Sebuah ketukan di kepala yang sangat keras, Void sama sekali tidak menahan diri bahkan ia sama sekali tidak menyesal melakukan itu kepada Scintia. Sebuah ketukan yang pantas ia lakukan. Kepala Scintia menyatu dengan meja memegang kepala dengan harapan bisa mereda rasa sakit yang mengalir sampai ke ujung tanduknya.

"Aku harap sekarang Kau mengingat nama ku saat ini, Scintia."

"Ma--maaf."

Disaat Scintia merintih, pelayan perempuan itu menghampiri mereka, menatap bingung kearah Scintia. 

"A--ah abaikan saja dia, apa itu minuman kami?" Tanya Void tanpa menoleh kearahnya.

Pelayan itu tersenyum pipih sambil memejamkan matanya dan menunduk kemudian seakan tahu, ia menaruh dua minuman masing-masing di depan Void dan Scintia. Ketika membungkuk, Wajah Void begitu dekat dengan wajahnya. Mengejang tubuhnya karena merasa malu sampai ia memalingkan wajah, tetapi ketika ia melakukan itu ia melihat apa yang Scintia katakan. Tanduk kiri perempuan itu patah, begitu jelas terlihat jika tanduk itu tidak memiliki ujung lancip seperti tanduk kanannya.

Mulut Void ingin berbicara, namun perasaan lain menghalanginya. Itu bukan urusannya, pemikirkan itu muncul bersamaan dengan perasaan ingin mengabaikan orang lain. 

"Untuk makanan Anda tolong tunggu sebentar, ya."

Void hanya mengangguk kemudian pelayan itu melangkah pergi dari mejanya, Scintia juga kembali bangkit dengan wajah murung dengan tangan yang masih berada di kepalanya.

"Aku tidak akan meminta maaf meski Kau memasang wajah begitu," Ucap Void bersikap tegas.

"Maafkan Saya, Tuan," Balas Scintia dengan penuh rasa penyesalan.

Meski merasa begitu, tetapi rasa penasarannya tidak bisa ia abaikan. Ia kembali menoleh kearah pelayan perempuan itu yang sedang melayani pelayan yang datang, meski ucapan Scintia terdengar begitu meyakinkan tetapi pelanggan yang lain tidak begitu memperhatikan tanduk yang patah itu. Apa mereka tidak menyadarinya? Hanya itu yang paling masuk akal karena rambutnya tebal sampai tanduknya yang kecil itu tertutup rambut.

"Scintia, apa Kau juga merasa begitu?"

"Tentang Iblis hina?"

Void menganggukkan kepalanya, menjawab Scintia yang bertanya balik kepadanya.

"Tidak."

Jawaban itu membuat Void mengangkat wajah, jawabannya sedikit berbeda dari apa yang Void pikirkan.

"Saya tidak berpikiran seperti itu, karena Saya tidak mau menganggap mereka seperti itu," Scintia menundukkan kepala, meraih gelas yang ada di depannya. Kesedihan di matanya itu terlihat jelas, menyipit berusaha menahan perasaan itu "Mungkin anda sudah tahu tentang ini. Dulu sebelum saya bertemu dengan anda, saya bekerja keras setelah keluarga saya membuang saya. Pekerjaan apapun saya lakukan demi bertahan hidup sampai saya tidak sadar jika pekerjaan yang saya lakukan itu buruk untuk saya. Pemilik tempat pekerjaan saya menjual saya diam-diam dan saya dijadikan budak oleh orang lain, orang yang menjadi tuan saya benar-benar buruk. Lalu pada akhirnya dia membuang saya, pakaian lusuh yang saya pakai saat itu membuat orang lain tidak ingin sedikitpun melirik, menatap saya dengan hina."

Tatapan menusuk, menatap dengan jijik, tatapan yang seolah menyesal telah melihat sesuatu, Void mengerti bagaimana perasaan ketika ditatap seperti orang lain. Meskipun tidak melakukan apapun, meskipun merasa tidak melakukan sesuatu yang salah, tatapan seperti itu selalu ia terima. Menyebalkan, sesak, amarah yang memuncak tapi ia tidak bisa meluapkan semua amarah itu dan berakhir ia pendam sendirian.

"Tapi, saat itulah anda datang. Di tengah hujan yang deras itu, saya masih ingat saat anda mengulur tangan anda kepada Iblis yang dianggap hina ini. Tangan yang hangat, anda mau mengulurkan tangan itu kepada saya. Karena itu, sampai kapan pun Saya akan mengikuti Anda," Kesedihannya berlalu, senyuman tulus dari seorang gadis. Tapi senyuman itu membuat Void memalingkan wajahnya.

"Be--begitu … Syukurlah Kau berkata begitu," Ingatan yang menyakitkan itu sekilas terlihat, tetapi Void sudah menerimanya, hanya 0 damage yang ia terima ketika mengingat itu "Aku tidak mungkin berbuat sesuatu untuk itu. Tanduk ini adalah kehormatan kita, sebagai Kaisar aku tidak bisa mengubah–. Tidak, lebih tepatnya Aku tidak mau mengubah hal itu."

Scintia menunduk dengan senyuman yang masih berada di wajahnya, menghormati keputusan sang Kaisar. Pandangan mereka teralih, pelayan menghampiri mereka dengan membawa dua mangkuk sup daging diatas nampan.

"Maaf sudah menunggu, ini pesanan anda," Ucap pelayan itu sambil menaruh dua mangkuk ke atas meja.

Void mengangkat wajahnya, melihat kearah perempuan itu lebih tepatnya ke arah tanduknya yang patah.

"Maaf, tapi apa yang terjadi dengan tandukmu?" Tanya Void dengan suara pelan dan hanya bisa di dengar oleh mereka bertiga.

Pelayan itu langsung berdiri tegak, menatap lurus kearah Void. Ia memegangi tanduk yang patah itu dan tersenyum pahit dengan pandangan yang sudah teralih, menatap sesuatu yang tidak ada.

"Ah … Ini, maaf sudah membuat Anda tidak nyaman," Ucap pelayan itu lalu membungkuk.

"Tidak apa-apa, jadi kenapa?" Void kembali bertanya, ia memastikan agar pertanyaannya itu dijawab oleh perempuan itu dan tidak membiarkan perempuan itu kabur.

"Ini … Seseorang mencoba merampok kedai kami. Saya mencoba melawan perampok itu, tapi perampok itu memakai sihir dan mematahkan tanduk kiri Saya. Karena itu–."

"Apa yang terjadi dengan perampok itu?" Void langsung memotong ucapannya dan memberikan pertanyaan.

"Eh? Itu … Petugas keamanan kota sudah menangkapnya dan kabar yang Saya dengar perampok itu di eksekusi."

Sebuah hukuman yang setimpal untuk seseorang yang merenggut kehormatan iblis. Void menyungingkan bibirnya, sebuah senyuman yang menunjukkan kepuasan sang Kaisar.

"Begitu, syukurlah."

Ras Iblis tidak memiliki apapun, tidak dianggap oleh siapapun, dianggap ras paling hina oleh manusia. Tanduk mereka adalah simbol kehormatan mereka, simbol harga diri mereka, tanduk itu menjadi jati diri mereka, hanya itu yang mereka miliki.

"A--anda …"

"Eh?"

Void tanpa sadar menoleh kearahnya, menunjukkan wajahnya dengan jelas kepada perempuan itu. Mata perempuan itu membulat, tangannya yang memegang nampan gemetar hebat.

"Padu–."

Void langsung menahan tubuh perempuan itu yang sudah setengah berlutut di samping meja Void.

"Sst …," Void menaruh jari telunjuk di depan bibirnya, tersenyum takut jika perempuan itu membuat pelanggan lain sadar akan keberadaannya "Tolong jangan berlutut, saat ini Aku … Ya mudahnya sedang menyamar, kalau Kau berlutut sekarang akab menarik perhatian yang lain, jadi berdirilah," Bisik Void.

Perempuan itu kembali berdiri, sekujur tubuhnya masih gemetar menyadari jika yang ia layani saat ini adalah seseorang dengan kedudukan paling tinggi diantara Iblis yang lainnya, seorang Kaisar Iblis Void.

To be continue

Next chapter