Keesokan harinya masih dengan penampilan premannya, mulailah mereka menjalani kehidupan yang baru, yaitu sebagai pekerja marbot di pesantren.
Terlihat mereka sangat bersemangat dalam melakoni pekerjaan tersebut, terbukti mereka yang sebelumnya tidak pernah bangun subuh, kini mulai membiasakan bangun subuh, karena untuk menyapu dalam Masjid harus dilakukan sebelum adzan subuh supaya ketika sholat dimulai lantai Masjid benar-benar sudah bersih.
Sedangkan untuk menyapu halaman, baru mereka lakukan di pagi harinya, yaitu setelah sholat berjamaah.
Siang harinya, setelah mereka selesai melakukan pekerjaan kira-kira jam sembilan nampak mereka sedang ngobrol-ngobrol di teras rumah.
"Ayo kita beli sarung dan baju koko," ajak Ronggo.
"Ayo, sekalian songkok juga, biar kaya anak-anak itu, masak kita beda sendiri, kan gak enak kalau pas kita sholat," beber salah satu dari mereka.
"Emang uang kemarin masih ada berapa?" tanya satunya lagi.
"Masih sisa satu juta lima ratusan," jawab Ronggo.
"Ya mana cukup untuk beli itu semua," sahut yang lain.
"Gini aja kita beli sarung aja dulu kalau masih ada sisa kita beli lainnya," terang Ronggo.
"Atau gini aja gimana kalau kita kas bon dulu ke Pak Haji Somad, biar nanti pas kita gajian tinggal dipotong," usul salah satunya.
"Hus, ada-ada aja kamu ini, kerja belum genap sehari udah mau minta bon, ogah ah, malu sama Haji Somad aku," balas Ronggo terlihat sedikit menasehati temannya itu.
Disaat mereka sedang asik ngobrol, tiba-tiba datang dua orang santri sambil membawa nasi bungkus dan satunya lagi membawa kardus besar.
"Ini Mas sarapannya, dan ini ada titipan dari Abah Somad untuk Mas-mas," ucap dua santri tersebut sambil menaruh bawaannya didekat Ronggo dan kawan-kawan.
"Mari Mas," ucap dua santri tersebut langsung berpamitan.
"Oiya, terimakasih.." balas Ronggo dan teman-temannya dengan kompak.
Nampak mereka terlihat tersenyum-senyum gembira dan lalu langsung menyantap makanan tersebut.
"Kira-kira ini yang di kardus apa ya?" tanya salah satu dari mereka.
"Kue mungkin, coba aja buka," jawab Ronggo.
Karena penasaran lalu mereka pun membuka kardus tersebut, dan begitu dibuka.
"Yes, cocok, mantap, ternyata pakaian," seru mereka.
"Baru aja kita mau beli, lha ini malah sudah diberi oleh Abah Somad," ucap Ronggo yang mulai meniru para santri dalam memanggil Haji Somad.
Setelah dibongkar kardus tersebut ternyata berisi sarung, baju koko, kopyah, celana pendek dan kaos dalam yang masing-masing berjumlah dua puluh di tiap-tiap jenisnya.
Lalu mereka pun mengambil dan membagi sesuai dengan ukuran masing-masing.
Memang nampak telah di rencanakan pemberian pakaian itu oleh Haji Somad, soal nya dari pakaian yang ada baik yang berupa baju koko, kaos dan celana pendek, itu terdapat satu ukuran yang paling panjang, sesuai dengan ukuran untuk Ronggo yang memang memiliki postur paling tinggi.
Dan setelah mengambil pakaian masing-masing lalu mereka bermaksud hendak mandi, dan karena jumlah kamar mandi yang ada di rumah tersebut cuma ada dua, maka mau gak mau mereka harus bergantian.
"Ayo kita mandi di kamar mandinya anak pondok aja, mumpung mereka masih Sekolah," ajak Ronggo kepada tiga temannya yang lain.
"Ayo lah, tubuhku juga sudah terasa gatal," sahut temannya sambil bergegas berdiri dengan tangan membawa sabun mandi dan shampoo serta sarung baru yang dikalungkan dileher lengkap dengan handuknya juga.
Dengan demikian mereka sekarang nampak seperti umumnya para santri yang lain, meski untuk mengaji mereka masih belum mau mengikuti.
Karena dalam hati mereka, hadirnya mereka disitu bukanlah untuk mondok dan mengaji, tapi tidak lain hanyalah untuk kerja.
Yah, meski masih belum mau mengaji, tapi setidaknya mereka sekarang sudah meningkat beberapa level lebih baik dari sebelumnya, dari yang semula mencari duit dengan cara merampok, sekarang dengan cara bekerja sebagai Marbot pesantren, dari yang semula gak pernah bersuci sekarang sudah mau bersuci, semula gak pernah sholat sekarang Alhamdulillah sekarang sudah mau sholat, berjamaah lagi.
Setidaknya apa yang telah dilakukan Haji Somad kepada mereka setelah bertemu beberapa waktu lalu, benar-benar membawa perubahan besar bagi kehidupan mantan perampok itu.
Sementara itu kenyataan terbalik masih terjadi pada sosok Fajar yang notabene dia adalah Anak dari Haji Somad, orang yang telah bisa menjadi lantaran tobatnya delapan perampok sekaligus.
Itulah Hidayah Allah, yang hanya akan diberikan kepada orang-orang yang telah dikehendaki saja yang dalam bahasa agamanya berbunyi,
من يهدى الله فلا مضل له # ومن يضلله فلا ها دي له.
Fajar yang saat ini masih nyaman dengan pekerjaannya sebagai kuli bongkar barang, terlihat masih di Gudang Haji Djarot.
Sedangkan Andi masih merasa penasaran dengan berita yang di dengar tentang keberadaan wanita pujaannya si Novi yang kabarnya telah pulang ke daerah asalnya yaitu di Malang dengan diantar oleh Fajar.
Andi pun nampak bergegas ke gudang Haji Djarot untuk menemui Fajar, sebenarnya sudah dari kemarin lusa dia mencari Fajar tapi belum ketemu, dikarenakan Fajar sedang disuruh oleh Haji Djarot untuk ikut menemani salah satu sopir nya pergi ke Semarang untuk mengambil dagangan.
Setelah sampai di gudang ia nampak melihat Fajar sedang duduk-duduk dengan beberapa pegawai lainnya.
"Hei, Ndi kemana aja kamu gak pernah nongol? tanya Fajar mendahului.
"Kemarin aku kesini mencari kamu, tapi kamu pas gak ada," jawab Andi.
"Iya kemarin aku memang habis dari Semarang disuruh nemenin Pagi Jarwo ambil barang di sana," terang Fajar.
"Keliatannya kamu kaya ada penting sama aku, emang mau ngajak narik ke Banyuwangi lagi?" tanya Fajar.
"Bukan.. bukan masalah itu, oiya, bisa gak kita ngobrol-ngobrol sebentar di kamar belakang?" Ajak Andi kepada Fajar.
"Bisa, pokok jangan lama-lama karena kerjaan ku masih banyak, masih ada dua truk lagi yang belum aku bongkar," jawab Fajar mencoba menjelaskan.
Andi tidak menjawab, dia nampak diam dan selanjutnya langsung melangkahkan kaki menuju kamar belakang.
"Ya udah kamu jalan aja dulu, aku mau ke toilet sebentar, ntar aku susul," imbuh Fajar.
Melihat sikap Andi yang dirasa tidak seperti biasanya, lalu Fajar nampak berpikir, lalu timbul pertanyaan dalam hati.
'Kira-kira ada apa ya, kok keliatannya penting banget, sampai-sampai muka Andi kok terlihat seperti orang yang lagi resah' Tanya Fajar dalam hati.
Tiba-tiba terbesit dalam hati Fajar.
'Apa jangan-jangan ini ada kaitannya dengan Novi? Wah.. bisa gawat nih kalau Andi sampai tahu tentang kejadian yang aku alami dengan Novi beberapa hari yang lalu?' Hati Fajar juga mulai merasa gak enak.
Dia tidak bisa membayangkan seperti apa marahnya Andi kepadanya, tapi apa mau dikata, semua sudah terjadi dan Fajar pun harus berani menghadapi resikonya.
Bersambung.