webnovel

Salah Sasaran 4

Kecelakaan yang menimpa orang tak terlihat di hadapan Randu itu membuatnya masih teringiang-ngiang selalu, permasalahan belum berakhir itupun harus mendengar keluh kesah para pacarnya untuk segera menikahi.

Sorenya dia telah bermain cukup lama di dalam kamar karena ulahnya sendiri, tak ada jalan pemilihan lain selain mencari tak-tik lain.

Kebingungan yang tak berkesudahan akhirnya dia telah mengajak Agnez untuk bertemu dalam pembahasan masa depan, tetapi Randu terpaksa harus menunggu momen tepat dengan ditengah-tengah pemikiran masih mengharapkan Rindu.

"Mau bicara apa?"

"Aku itu butuh kamu buat jadi ayah dianak kita."

"Lah aku masih sekolah dan belum cukup umur juga, tapi itu beneran anak aku atau anak orang lain?"

"Kamu kok gitu? Agnez gak mungkin menyakiti hati orang lain."

"Apa kita hilangkan saja jejak bayi itu?"

"Gak, aku gak mau seperti itu. Pokoknya kamu harus tanggung jawab."

Randu yang ditinggal di taman sendirian itu semakin pusing, tak lama tiba-tiba saja mama Widya menemuinya dengan nampak berdandan berbeda dengan seperti biasanya berpenampilan sederhana langsung memeluknya tanpa kata.

"Ran, mama itu sayang banget sama kamu. Mama gak mau kamu pergi meninggalkan mama, mama tahu kamu habis bertemu dengan seorang perempuan."

"Lantas, mama tahu mengenai perihal pembicaraan bayi?"

"Iya."

"Ma... jangan bilang ya sama papa, Randu gak tahu lagi harus apa."

Percakapan yang terhenti disaat Tito mencoba menghubungi untuk datang melayat di rumah Putri, Randu yang bergegas meninggalkan mama Widya menuju ke rumah sahabatnya. Kedekatan lagi yang tidak sengaja itu hanyalah sebuah permainan bagi Putri, mereka dengan secara panik tidak melihat sebuah bendera kematian maupun warga yang lalu lalang.

Putri dengan merangkul keduanya dari belakang itu membuat Tito terkejut, dalam sejarah hidupnya jangankan ibunya maupun orang lain dirinya tak pernah dipeluk seorang perempuan. Karena itu langsung menghindar cukup lumayan jauh, Randu menanyakan akan permainan pacarnya itu membuat geram sendiri. Di tengah rasa pusing dialaminya diajaklah mereka menuju ke dalam rumah.

"Aku mau ke belakang, anterin dong."

"Idih. Cowok apaan lo, Ran? gitu aja takut."

"Ya udah, aku sendirian saja di kamar mandi."

Disaat Randu menuju ke kamar mandi ia tidak tahu bahwa ada orang di dalam tengah melakukan sebuah hubungan, dirinya yang menelan ludah saja melihat sebuah paras wanita dari belakang. Bagaikan mimpi siang bolong ketidaktahuan itu malah justru mengantarkan dia bertemu dengan gadis baru, tak lama mereka malah justru diajak menuju ke belakang semak-semak rumah.

Tapi begitu sadarnya karena lamunan Randu semuanya menjadi berbeda, gadis yang dikira santapan baru itu ternyata adalah tante Agnez. Mereka yang seusai melakukan tersebut langsung kembali ke rumah, Putri yang mengenalkan orang tuanya itu membuatnya semakin tidak tahu mau dibawa jalan kisah hidupunya. Bahkan sahabatnya sudah tak mau lagi berkutik perihal masalah itu.

Ketika Tito sudah diantarkan pulang terlebih dahulu merasa curiga jika Randu akan bertemu diam-diam dengan Rindu, hal itu benar adanya jika telepon itu mengarah ke orang yang sama. Dengan perlahan-lahan mendengar sebuah pembicaraan di sebuah taman tak jauh dari mereka berdiri, sahabatnya tak menyangka jikapercakapan itu mengarah kepada temannya yang sudah keluar batas dan mencoba untuk meminta sebuah pertanggung jawaban suatu saat nanti.

Suara dering jam waker Randu telah berbunyi, ketika itu juga sekitar pukul tiga pagi dirinya bergegas meninggalkan rumah dengan membawa perlengkapan maupun semua yang ada di rumah. Tanpa sepengetahuan siapapun ia telah berhenti di gang untuk menanti Agnez, perjanjian yang sudah dilakukan itu malah justru membawa mereka ke rumah barunya.

"Sekarang tante di sini tinggalnya, ini rumah buat tante. Kalau tante mau menurut denganku, tenang setelah anak ini lahir akan kunikahi tante. Lagi pula juga pas usiaku genap tujuh belas tahun, pokoknya aku akan belikan kebutuhan tante dan aku harap tante gak keluar rumah selama perut itu membesar. Aku janji."

"Kalau meleset gimana?"

"Gak mungkin seorang Randu Wisanggeni mengikari sebuah janji, andaikan meleset atau melupakan jangan ditanya lagi lidah ini akan terpotong nantinya."

"Sumpah?"

"Sumpah. Ya sudah sekarang istirahat, aku kasih ini perlengkapan rumah buat tante semuanya dan lainnya aku kasih lain waktu lagi. Randu mau pulang, kan paginya mau sekolah. Secara papanya harus pintar dan anaknya juga."

"Dadah, papa."

"Dadah...." Randu yang meyakinkan dengan mencium perut Agnez.

Tito yang sudah mengetahui rumah itu akhirnya pergi meninggalkannya, Randu kali ini merasa sedikit lega jika masalahnya bisa diatasi dengan sedikit menjauhkan kedua orang yang disayanginya tidak dalam satu atap. Barulah mencoba untuk mengurusi ajiannya kembali, dia yang sudah menyiapkan beberapa bola mata maupun organ lainnya telah dibawa di tempat khusus.

Tungku berisikan arang, bunga tujuh rupa di dalam wadah ember, gayung, cincin merah delima di letakkan di atas tampah berlaskan mawar merah dengan siraman darah dengan berbagai ucapan telah mengeluarkan seorang lelaki setengah menyeramkan itu meminta Randu melepaskan busana yang dikenakannya. Ia yang harus melawan bara api pada arang maupun siraman bunga tujuh rupa yang berubah menjadi paku-paku tajam airnya.

Terlihat jika tubuhnya melepuh dan meninggalkan sebuah bercak darah terkena sebuah hujan paku itu, tentunya dengan sedikit disentuh dengan pantangan membuatnya akan mengalami kehilangan satu persen kekuatan. Tak ada yang bisa dipatenkan ilmu yang diberinya selagi belum menemukan seorang perempuan dengan pemilik bunga wijaya kusuma asli.

Seusai melaksanakan sebuah ritual dengan terpincang maupun terhuyung-huyung dirinya terlupa mengenakan sebuah busana, sesampai di rumah tanpa melihat sebuah keadaan langsung membaringkan diri dan sekitar pukul empat pagi sebuah suara orang berdoa membuatnya merasa lebih kesakitan yang tak terkira-kira lebihnya. Randu yang tidak tahu harus melakukan apa itu langsung berlari meninggalkan rumah terlebih dahulu.

Disaat itulah pertemuan dengan Rindu yang hendak mengantarkan barang jualannya ke pasar, dia yang menolong Randu terlebih dahulu memberikan sebuah baju milik bekas bapaknya itu merasakan sebuah kenyamanan namun tak ada jalan lain dia harus diminta untuk pulang menjauhi percapakan maupun kerumnan warga. Randu yang hendak memperkosa Rindu itupun malah justru membuatnya harus dipaksa ditarik Rindu untuk keluar.

Randu yang kembali pulang itupun akhirnya berhasil itupun dengan masih terhuyung-huyung maupun kesakitan malah justru terjatuh di depan pintu belakang dapur, rasa lapar yang muncul tiba-tiba membuatnya semakin lemah dan mencoba untuk berdiri berulang-ulang kali masih saja terjatuh.

"Kenapa malah jadi lemah begini ya? Lagian juga ini perut juga gak bisa dikondisikan begini, ya kalau jadi kekar malah jadi orang kere yang ada makin kurus dan tak berisi."

Dia yang akhirnya bisa berdiri itupun memakan semua yang berada dalam kulkas, dengan penuh darah segar dari ayam mentah masih dirasa kurang cukup dan mencoba untuk mencari di kandang milik tetangga. Ayam yang berbunyi keras hendak dimakan Randu membuatnya ketakutan diteriaki maling, dengan bergegas usahanya yang gagal terpaksa pulang.

Next chapter