webnovel

Chapter 16. SEKERAT LUKA

Bukk! Brakk!

"Sudah! Jangan, Pak!" Seruan tanda ketakutan itu tak membuat Banin yang kalap mata menghentikan tinju mentahnya ke arah Dokter Alex yang tak siap sekali menerima hujaman tangan besar Banin akhirnya tersungkur jatuh.

Tak cukup melihat dokter tamosnnitu jatuh tersungkur, Banin mengejar tubuh yang sudah menyentuh tanah di taman samping rumah sakit itu.

"Cukup, Pak! Cukup! Apa salah Dokter Alex sama Bapak? Kenapa Bapak memukulnya?" Sea berusaha melindungi tubuh Dokter Alex yang belum bisa bangkit dari jatuhnya.

"Kamu melindungi dia, Sea. Pria asing yang sudah berani menyentuh dan menjamahmu di depan mataku!" ucap Banin berapi-api. Sea terpana sesaat mendengar ucapan Banin yang bernada cemburu itu.

"Anda salah paham, Pak Banin. Nggak seperti yang Anda pikirkan."

"Masih aja kamu mengelak, Dok. Sudah jelas-jelas saya lihat Anda menyentuh pinggang Sea dan ingin mendekapnya di depan umum pula. Itu apa namanya?" Banin masih dengan wajah merah padam menyambar kata-kata Dokter Alex.

"Pak Banin, sungguh saya tidak bermaksud untuk melecehkan Sea."

"Akh! Banyak membela diri kamu, Dok!"

Bukkk!Arrggh! Brukkk!"

"Sea! Sea! Bangun! Anda sangat keterlaluan, Pak Banin!" seru Fokter Alex lalu menggendong tubuh kecil Sea ke dalam rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.

Sedang Banin seketika membeku setelah menyadari apa yang telah dilakukannya. Memberikan tinju mentahnya pada pipi gadis itu. Emosi yang tak terkontrol dan rasa cemburu yang membabi buta membuat Banin menyakiti Sea yang masih dalam kondisi sakit.

Masih dengan kaki yang berjalan mondar-mandir, Banin menunggu Dokter Alex dari ruangan ICU. Sebuah penyesalan yang tak bisa diungkapkan membuat dadanya sakit dan sesak. Banin sudah tak menghiraukan alergi di tangannya selepas meninju Dokter Alex tadi. Juga tak mempedulikan tentang sesak napasnya karena emosi yang tak terkontrol dan banyaknya bertemu dengan orang-orang hari ini.

Kecemasan tentang terjadi sesuatu terhadap Sea sudah mengalahkan semua. Akal sehatnya pun hari ini tidak berjalan cukup baik.

Hampir setengah jam pria muda yang bergelar dokter paling smart dan paling tampan itu belum nampak keluar dari ICU.

Ceklek! Bunyi suara gagang pintu dibuka. Banin mengejar pintu terbuka itu. Tapi yang keluar dari sana bukan Dokter Alex.

"Dokter, bagaimana keadaan Sea?" tanyanya tergesa dengan wajah yang sangat serius. Dalam hatinya tak henti-hentinya dia berdoa agar gadis itu bisa sadar dan dia akan meminta maaf atas semua kesalahannya ini.

"Pasien sudah sadar, Psk. sudah bisa dipindahkan ke ruang intensif dan sudah pula bisa dijenguk." Perkataan dokter itu sangat jelas sehingga membuat Banin menarik napas lega.

Setelah melihat beberapa perawat mendorong tempat tidur pasien, Banin mengikutinya dari samping. Dilihatnya Sea memejamkan mata, entah tertidur atau hanya sekedar menghindari bertatap muka muka dengannya.

Kembali hati Banin meregang tapi kali ini dia mencoba untuk mengendalikannya. Dia tidak mau karena emosinya yang meledak-ledak itu semua akan jadi kacau.

Sesampainya di ruang perawatan intensif Banin diam sejenak di luar memberikan waktu untuk para perawat itu menata dan merapikan ruangan buat Sea.

Beberapa lamanya Banin menunggu dia melihat sosok yang sepertinya sudah tak asing lagi. Sosok Mirnawati, ibu dari Arlan Vandish sepupunya. Sekaligus wanita itu adalah Tantenya.

Yang membuat Banin sedikit kaget dan takjub, tantenya itu menggandeng seorang laki tapi itu bukan suaminya. Seorang pria yang seumuran dengan dirinya.

Mirnawati menggelayutkan tangannya dengan mesra di lengan pria muda itu. Baru saja dia mau mengejar dan mencari tahu untuk apa wanita bersama selingkuhannya itu ke rumah sakit sebuah panggilan terdengar.

"Pak Banin." Banin segera menoleh.

"Iya, Sus," jawabnya sambil mendekati perawat itu.

"Semua sudah siap dan rapi. Bapak bisa menemani calon istrinya. Saat ini Mbak Sea sedang tertidur karena sudah meminum obatnya." Banin hanya mengangguk. Dalam hatinya dia tersenyum kegirangan mendengar kata calon istri terdengar dari mulut orang lain. Perawat itu menganggap Sea adalah calon istrinya. Itu artinya mereka memang pasangan yang serasi.

****

"Di mana gadis itu? Katanya menemani calon suaminya yang tiba-tiba jatuh pingsan," celoteh Mirna saat mereka sudah berada di dalam mobil untuk kembali ke rumahnya.

"Sudahlah, Sayang. Kenapa kita yang repot sich ngurusin mereka? Merekakan sudah dewasa, biarkan saja mereka mengambil keputusannya sendiri. Jangan terlalu memaksakan, nanti kamu sakit."

Mendengar ada nada perhatian dari setiap kata-kata Dave, Mirna tersenyum lalu memeluk lengan pria muda yang sedang menyetir itu.

"Sayang, aku butuh uang lagi untuk biaya adikku kuliah," ujarnya selanjutnya. Mirna hanya tersenyum lalu mencium pipi Dave dengan lembut.

"Aku transfer sekarang," desisnya sambil membuka layar ponsel dan mentransfer beberapa puluh juta uang masuk ke rekening Dave.

"Aku sudah trasfer 50 juta, Sayang," bisiknya menggoda dan Dave culup tahu apa yang diinginkan perempuan separu baya itu. Segera dibelokkannya mobil sedan hitam itu ke sebuah hotel. Di sanalah mereka akan menghabiska waktu dan mengisi kamar hotel itu dengan rintihan dan desahan.

Sementara di kediaman Vandish, Arlan sedang merapikan tempat tidur ayahnya. Lalu dengan sigap menggendong ayahmya ke pembaringan.

Dilihatnya kondisi sang ayah yang sangat memptihatinkan itu hati Arlan sangat miris dan sakit. Ada cairan hangat yang mengembun di wajah tampannya.

"Maafkan, Arlan, Pa. Yang selalu sibuk dan tak pernah punya waktu untuk Papa," bisiknya pada dirinya sendiri. Lalu dia mengecup kening pria yang sudah setengah abad lebih itu.

Matanya tiba-tiba terbentur benda kecil mirip data USB di genggaman tangan papanya. Lalu dia meraih benda tersebut. Awalnya sang ayah memegang benda itu dengan kuat agar tak terlepas dari genggamannya.

Namun lambat laun pegangangan itu melemah setelah Arlan berusaha melunakkan hati sang ayah. Arlan berusaha menidurkan sang ayah barulah setelah itu dia akan melihat sebenarnya apa isi data USB itu.

Rasa kasihan dan prihatin membuatnya teramat sedih melihat kondisi ayahnya seperti ini. Mamanya sama sekali tak peduli dengan kondisi sang ayah setelah kecelakaan maut itu bertahun-tahun berlalu dan hanya menyisakan sang ayah yangvsudah lumpuh petmanenbjuga cacat mentalnya. Tanpa bisa mengingat apapun dan kembali seperti anak kecil yang baru lahir.

Setelah beberapa ayahnya tidur, Arlan ke kamar pribadinya yang dulu sering digunakannya menghabiskan waktu. Dibukanya laptopnya lalu dimasukkan data USB itu.

Ada ketegangan di hatinya untuk mengetahui apa sebenarnya isi dari data ini? Kenapa ayahnya kemana-mana selalu membawanya? Seolah takut benda ini akan hilang atau jatuh ke tangan orang lain.

Baru saja Arlan melewati satu chapter namun tidak ada yang aneh. Hanya gambar-gambar dan lagu nostalgia. Namun masuk ke chapter berikutnya dia menahan napas dan menutup mulutnya ketika melihat rekaman yang ada di data itu.

Dadanya bergemuruh menahan rasa marah dan sesak dihati. Tak menyangka akan setega itu

Dengan sorot mata yang menunjukkan kemarahan mutlak, Arlan beranjak dari tempat duduknya setelah mematikan laptopnya dan mengantungi data USB itu.

"Bi, titip Papa,"

****

BERSAMBUNG

Next chapter