Hembusan napas panjang dia keluarkan dengan ekspresi sedih. Venus tidak menyangka akan menunggu selama ini di dekat pohon yang harus dia hindari. Pohon bambu. Atmaja selalu mewanti-wanti semua anak-anaknya untuk tidak bermain di dekat pohon bambu karena ada bulu halus yang menimbulkan rasa gatal ketika singgah di kulit.
Angin biasanya yang membawa bulu halus bambu tanpa dosa. Singgah di beberapa benda yang pasti digunakan manusia, terutama pakaian yang sedang di jemur. Untungnya rumah Venus cukup jauh dari kebun bambu, tapi sekarang dia harus menunggu Naratama di sini karena takut di rumah. Tidak bisa juga di rumah Arka, sekarang dia sedang sebal dengan Tomo yang tidak bisa membantunya.
Pria paruh baya itu selalu memberikan dua pilihan yang sudah jelas tidak bisa Venus pilih. Seharusnya Tomo memahami, dan memberikan opsi lain atau bantuan agar hantu bernama Gendik itu tidak mengganggu, tapi malah menyuruh Venus untuk mencari jalan keluar sendiri.
Venus tidak tahu, dan bingung sekali karena akhir-akhir ini mimpi yang dia punya pun selalu aneh. Tidak sesuai dengan mimpi yang dia inginkan, dan selalu menjadi teka-teki setiap kali dia bangun. Namun, anehnya dia tidak pernah bangun tengah malam. Pasti bangun pagi dengan akhir mimpi yang menggantung, seakan-akan ada kelanjutan mimpinya nanti. Entah kapan, Venus masih tidak tahu.
"Tama, awas aja ya lo kalau pulang telat, gue pukulin pokoknya!" gerutu Venus sambil menginjak-injak tanah basah itu dengan kesal. Dia mulai diam setelah beberapa detik, memandangi rumahnya yang terlihat cukup jelas dari jarak yang begitu jauh.
Rumahnya nampak seram, seakan-akan tidak memiliki penghuni. Padahal ada lima orang yang tinggal di sana. Meskipun bisa dikatakan jika mereka hanya menumpang untuk sarapan, istirahat beberapa jam, dan selebihnya tidur. Tidak ada aktivitas lain, dan sesuai sepertinya jika dikatakan tidak memiliki penghuni.
Kedua orang tuanya pergi di pagi hari, dan pulang ketika sore atau malam ketika ada libur. Edgar pun paling sering pulang larut malam, dan jarang sekali mendapatkan jatah libur dengan gaji yang bisa di bilang sedikit. Sementara Naratama, dan Venus harus pulang jam tiga atau empat sore dengan keadaan rumah yang masih kosong. Mereka harus saling menunggu sampai merasa bosan, dan kadang takut.
Ketika hari libur pun tetap saja, rumah sangat sepi. Jarang sekali Indira dan Atmaja bisa di rumah. Memberikan banyak waktu untuk anak-anak mereka sambil bermain di luar rumah atau hanya untuk makan bersama di sebuah restoran ternama. Semua itu jarang dilakukan, terlalu banyak pekerjaan dan rapat dengan orang penting di hari sabtu, dan minggu secara mendadak.
Suara klakson motor membuat Venus terkejut sambil berjalan minggir. Namun, bukannya bersyukur karena terhindar dari kecelakaan, dia malah berlari menghampiri cowok pengendara motor ninja berwarna hitam kemudian dia pukul beberapa kali. Begitu keras hingga suara renyah itu terdengar.
"Ini adek lo kalau jantungan gimana coba?!" ketus Venus yang masih tidak terima.
Sementara Naratama tertawa kecil sambil membuka helmnya. Dia memohon agar Venus menghentikan kegiatan kasarnya itu. "Bercanda doang ilah, gak beneran gue kaya gitu. Seriusan, demi dah gak bohong."
"Tapi harusnya di pikir dia kali dong!"
"Tapi lebih parah lo sih, lagi sakit bukannya tidur di kamar sambil main HP malah di sini berdiri. Gak ada kerjaan yang jelas, kesambet mau?"
Kening Venus bertaut tak terima, "Doanya gak enak banget buat di dengerin, nyokap sama bokap kalau tau bakalan marah loh inget!"
"Iya deh iya maafin gue ya Ven, tapi kalau boleh tau kenapa lo ada di sini?"
Venus membisu, bibir bawahnya dia gigit sambil memperhatikan bangunan rumahnya sekilas. Dia tidak yakin ingin bercerita sekarang pada Naratama, tapi ekspresi serius cowok itu membuat Venus kembali berpikir.
Entah bisa di percaya atau mungkin Venus yang di kira mengada-ngada, Venus tidak peduli. Dia harus bercerita. "Gue ngerasa aneh sama penyakit yang gue dapet barusan."
"Maksudnya?" kini Naratama ikut mengernyit, bingung dengan ucapan Venus barusan. "Lo sakit boongan ya? Dosa tau Ven."
"Astaga, engga, bukan itu yang gue maksud Kak! Maksud gue itu tadi pas gue mau turun malah lemes banget kan di kamar. Terus gue jadi nyeret kaki kaya orang lumpuh gitu, kalau lo gak tau kaya... suster ngesot, iya kaya gitu. Pas gue di luar rumah malah gak kenapa-kenapa. Gue heran deh sebenernya rumah kita yang ada hantunya atau gue yang aneh ya?"
"Masa sih? Kok bisa kaya gitu?"
Venus menggeleng.
Naratama ikut berpikir cukup keras, dia jadi takut untuk pulang sekarang, tapi jika tidak ganti baju sekarang pasti akan di marahi kedua orang tuanya nanti kalau ketahuan. Dia yang harus berdiri di dekat pintu kamar ibu dan ayahnya sambil memikirkan apa kesalahan yang telah dia perbuat.
Naratama menghela, memberikan kode pada Venus agar gadis itu segera duduk dibagian belakang. Dia kembali menyalakan mesin motor, dan pergi menuju rumah dengan sangat cepat.
Takut sebenarnya dengan yang Venus alami beberapa jam yang lalu, dia jadi was-was ketika berdiri di teras. Sementara Naratama sudah masuk tanpa menutup pintu rumah. Venus bimbang, tapi jika tidak dilakukan sekarang, dia tidak akan tahu apa yang akan terjadi setelah ini.
Dengan keberanian yang dia punya, Venus melangkah perlahan, dan anehnya tidak terjadi apa pun dengan tubuhnya. Dia masih bisa berdiri, bahkan melompat beberapa kali karena masih tidak percaya.
"Lo kenapa?"
Suara itu membuat Venus menatap Naratama dengan senyum yang begitu lebar. "Gue gak kaya tadi, aneh banget gak sih? Tapi gue suka sih, bersyukur banget."
"Tuh kan, udah gue duga sih kalau lo bohong."
"Ih! Kok lo nyebelin banget sih jadi kakak? Mau gue pukul lagi?"
"Eh, gak maulah anjir, enak aja! Ini badan di puja-puja sama orang-orang di sekolah, malah pengen lo pukul." Naratama memeluk erat badannya sebelum melangkah pergi menuju kamarnya dengan cepat.
Sementara Venus hanya bisa menghela, menahan rasa kesal pada kakaknya yang satu ini. Masa bodo dengan Naratama sekarang, Venus memilih untuk pergi menuju kamarnya. Ada aura aneh yang dia rasakan ketika hendak menyentuh gagang pintu, tapi segera dia usir dengan rasa percaya diri.
Pintu terbuka bersama hembusan angin yang tidak pernah Venus rasakan selama ini. Anehnya dia merasa mual sekarang. Perasaan tidak nyaman, dan badannya kembali melemas ketika masuk lebih dalam. Venus tidak tahu kenapa kamarnya seperti ini, padahal tadi siang semua tempat membuatnya lumpuh, tapi sekarang kamarnya.
"Ven, lo gapapa?"