Venus tertawa cukup keras karena adegan spongebob dan patrick di dalam televisi kamarnya. Kebodohan dua tokoh utama itu membuatnya tak habis pikir, tapi di samping itu juga sangat lucu. Sepertinya kartun ini tidak akan hidup jika tokohnya hanya Tuan Squidward dan Tuan Krab, pasti akan terasa membosankan.
Venus kembali menggelengkan kepalanya sambil terus tertawa terbahak-bahak. Dia tidak sadar dengan tempatnya sekarang. Beberapa barang mulai menghilang, tersisa kasur besar yang dia duduki beserta lemari panjang yang digunakan untuk menyimpan televisi, dan kipas di depan kasur.
Suara TV semakin lirih, Venus bingung dengan perubahan yang benar-benar dia rasakan, tapi masih belum sadar dengan kamarnya yang mulai kosong.
Venus menghentikan tawanya begitu TV mati dengan sendirinya. Dia menoleh keluar, pintu kamarnya tiba-tiba saja terbuka. Sebenarnya aneh, tapi tidak ada yang membuatnya takut saat ini. Dia merasa ini biasa saja, tidak ada yang perlu dia takuti bahkan sekarang ketika kedua kakinya mulai menyentuh ubin lantai yang begitu dingin.
Dia berjalan begitu lamban menuju pintu keluar, detik berikutnya langkah kecil itu berhenti tepat di ambang pintu. Venus membulatkan kedua matanya, tidak pernah dia berpikir jika akan ada banyak ular di halaman rumahnya.
Halamannya penuh dengan ular berkepala merah, dan tidak kalah banyak pula ular dengan buntut merah. Mereka semua memiliki tubuh yang kecil, dan panjangnya pun tidak ada satu meter, tapi banyaknya ular yang berkumpul di halaman membuat Venus bergidik ngeri.
Mereka semua memenuhi halaman rumahnya yang begitu luas, bahkan taman bunganya pun penuh dengan ular sekarang. Tidak ada yang bergelantungan di batang tumbuhan, semuanya tetap ada di atas tanah. Menatap Venus, entah tatapan apa itu, tapi membuat Venus melangkah ke belakang dengan pelan.
Pergerakan yang lamban tidak akan membuat ular itu menyerangnya. Namun, suara ketukan di belakang sana membuatnya mematung. Venus tidak tahu pasti kenapa tidak ada orang di rumahnya sekarang, bahkan tidak ada barang yang biasanya tertata rapi di kamarnya. Semuanya menghilang secara misterius.
Suara ketukan semakin keras, seakan-akan orang yang ada di belakang sana sedang memukul tembok rumah Venus dengan sesuatu yang begitu kuat dan berat. Tentu saja Venus menoleh, melihat ke arah tembok kamarnya bergerak -gerak. Reruntuhan pasir pun bisa dia lihat dengan jelas sekarang. Namun, tidak butuh waktu lebih lama lagi tembok yang katanya dari beton itu ambruk.
Memperlihatkan seekor anjing berwarna cokelat dengan lidah yang terus menjulur bersama air liur. Venus menelan ludah, bukan karena anjing itu, tapi karena ada tambahan singa di belakang anjing. Tatapan nyalang singa berikan untuk Venus.
Tidak ada orang lain, tidak ada bantuan, tidak ada siapa pun di rumah ini. Venus bingung, dia tidak bisa melakukan apa pun selain lari, tapi di luar sana ada banyak ular yang pasti akan memberikan patukan dan membuatnya mati di tempat. Jika mati karena ular pun dia tetap akan habis di makan anjing, dan singa yang terlihat kelaparan.
Berpikir keras tidak membuat Venus selamat, tapi diam tanpa berpikir adalah tindakan yang sangat bodoh sekarang. Venus bingung, Lagi-lagi dia ada di situasi yang membuatnya terlihat sangat bodoh.
Argh! Argh!
Entah bagaimana bisa kedua kalinya langsung mengambil tindakan, padahal Venus tidak ingin berlari sekarang. Kaki jenjangnya membawa Venus pergi keluar, melewati berbagai macam jenis ular tanpa peduli patukan ataupun kejaran dari singa dan anjing di belakang sana.
"Hakh!" kedua matanya terbuka begitu lebar, tenggorokan yang kering beserta dada yang terasa sesak. Venus bangun dari tempat tidur, air mineral dia tegak cukup cepat. Untungnya suasana yang tidak menyenangkan barusan langsung pergi begitu saja.
Kepalanya terasa sakit karena mimpi buruk hari ini. Venus tidak tahu kenapa dia sering mimpi buruk, tapi jika di pikir-pikir lagi semua mimpinya ini terasa sangat aneh. Tidak seperti mimpi biasanya, jika orang lain mungkin akan bermimpi di patuk ular atau berlari di semak belukar, atau mungkin saja memimpikan sesuatu yang membuatnya ketakutan setengah mati.
Namun, Venus berbeda. Mimpinya sangat aneh, dia terus bertemu dengan ular yang tidak pernah memberikan gigitan dengan bisa. Hanya diam di tempat, menatapnya tajam, dan kemudian menghilang. Tidak ada yang terjadi setelah itu, dia kembali bangun, dan masih mengingat semua mimpinya dengan sangat jelas. Seakan-akan itu semua bukan mimpi, tapi kejadian nyata yang harus dia ingat sebagai kenangan.
Venus menghembuskan napas panjangnya sebelum menoleh ke arah jam dinding. Jarum jam menunjuk pada angka tujuh pagi, dan dia belum melakukan apa pun, bahkan ibunya tidak mengetuk pintu sebagai bentuk protes karena putrinya belum juga bangun.
Takut akan ada teriakan dan omelan dari Indira, Venus menapakan kedua kakinya sebelum berdiri, tapi sesuatu yang aneh kembali terjadi. Kakinya terasa lebih lemas, membuatnya langsung ambruk. Venus berhasil menjatuhkan semua buku-bukunya yang tertata dengan rapi di rak hanya karena dia yang jatuh.
"Akh! Ini kenapa ikutan jatoh sih? Gak asik banget," ucapnya kesal.
"Astaga! Lo ngapain sih?" suara itu terdengar begitu pintu kamar terbuka begitu lebar. Naratama menjadi orang pertama yang membantu Venus untuk kembali tidur di atas kasur, sementara Indira hanya bisa memberikan tatapan khawatir.
Wanita itu mulai menyelimuti tubuh putrinya dengan penuh kasih sayang. Sesekali dia sentuh jidat Venus yang tidak begitu lebar itu. "Sayang, kamu kan tadi udah bilang ke mama kalau gak sekolah. Kamu sendiri yang bilang kalau demam, terus kenapa malah jatuh sih?"
"Tau nih Venus, bikin orang khawatir aja," timpal Naratama.
Venus semakin mengernyit bingung, dia ingat sekali jika baru saja bangun, dan hanya merasakan pusing karena mimpi anehnya tadi, tapi sekarang dia merasa demam dengan tubuh yang melemas. Ini aneh.
"Ven, tugas lo di rumah aja tiduran, nanti makan sesuai jam sama minum obat jangan lupa!" ucap Naratama, nada suaranya terdengar sedikit ketus, dan juga sedih. "Lo mau apa nanti pas gue pulang sekolah? Nanti biar gue beliin."
"Gue..." Venus tercekat, tenggorokannya terasa kering kembali dengan suara yang benar-benar tak mau keluar. Padahal dia tadi baik-baik saja.
"Udah gapapa, gak usah di jawab gapapa. Tugas kamu istirahat aja di kamar, mama sama papa nanti ke kantor beberapa jam aja. Pulang juga bakalan bawa dokter ke rumah, kamu gapapa kan Ven?"
Venus mengangguk pelan.
"Kalau gitu nanti gue bawain makanan sama minuman kesukaan lo aja ya Ven."
Venus menoleh ke arah Naratama yang sekarang beranjak. Senyum cowok itu terasa menyebalkan, tapi Venus tidak bisa protes karena suara yang tak ingin keluar.
"Mama sama yang lain pergi, kalau ada apa-apa langsung telepon kita ya!"