webnovel

Start 2

[ KISAH INI TERDAPAT UNSUR KEKERASAN DAN PEMBUNUHAN. DILARANG KERAS UNTUK DITIRU ]

Seorang gadis tengah berdiri sambil menatap seorang pria yang berada tak jauh darinya. Tanpa pikir panjang dia mengeluarkan sesuatu dari balik jaket. Ia pun menghampiri pria itu dan langsung memukul tengkuknya hingga pingsan. Dengan sekuat tenaga, gadis itu menyeret pria tersebut ke dalam gang yang tak jauh darinya. Dia melempar si pria lalu menunggunya tersadar dari pingsan. Tak butuh waktu lama, pria tersebut pun terbangun.

"Ma-mau apa kamu?" tanyanya dengan wajah kesal serta ketakutan. Tanpa disangka, gadis ini malah menusukkan sebilah pisau tepat ke perut si pria. Gadis itu semakin menjadi-jadi dan menikam pria ini tanpa hati. Darahnya mengucur cukup deras dan membanjiri tempat itu. Tak peduli dengan darah yang memuncrat ke wajah serta pakaiannya, dia terus menikam hingga dia puas menghabisi korbannya.

Tak lama, pria malang ini sudah mati di tangan gadis itu. Dia mulai melakukan aksi kejinya. Ya, gadis tersebut memutilasi tubuh korbannya lalu dibakar. Entah apa yang dia pikirkan, dengan tanpa dosa dan wajah datar, dia melakukan hal tersebut tanpa keraguan sedikitpun. Seperti sudah terbiasa membunuh. Setelah pembakaran selesai, dia pun melepaskan jaket yang dikenakannya dan membersihkan diri dari noda darah. Mana mungkin gadis ini membiarkan aroma darah menempel di tubuhnya, dia juga sempat memakai parfum agar aroma itu menghilang.

Gadis itu membuang jaketnya tepat di mana korbannya sudah jadi abu dan tersisakan tulang belulang saja. Tak lupa dia meninggalkan sebuah tulisan yang dia tulis di dinding bangunan yang menghimpit gang ini dengan darah. Setelah selesai, dia pun meninggalkan lokasi pembunuhan itu dengan perasaan yang lega sambil menunjukkan smirk smile-nya.

***

Rio mengerjapkan matanya berkali-kali. Sudah tiga jam dirinya tertidur di sofa dan membiarkan televisi menyala. Rio tak sengaja melihat sebuah berita yang ditampilkan televisi. Dengan cepat dia bangkit dari tidurnya dan menatap televisi dengan serius.

"Hah? Ada pembunuhan di Beverly Hills? Siapa yang udah ngebunuh?" tanya Rio.

"DOR!" Lelaki ini terperanjat saat seseorang mengejutkannya. Dia pun menoleh dan melempar bantal sofa ke orang yang sudah membuatnya terkejut.

"Sialan lu!" omel Rio.

Alih-alih meminta maaf, orang itu malah tertawa tanpa dosa. "Kaget nih ye? Lagian lu ngomong sendiri sih kayak orang gila," katanya. Rio mengalihkan pandangannya dengan kesal.

"Kenapa sih?" tanya orang itu.

"Ada pembunuhan di Beverly Hills. Pembunuhnya ninggalin pesan," jawab Rio.

"Apa isi pesannya?"

"Kalo gak salah dia bilang `I'm just an ordinary person. I killed because you. You who have made me want to do it more and more of this. Yes … you, The fucking cops!' gitu."

"Wow. Berani juga dia ngancem polisi," komentarnya. Rio mengangguk. Mereka pun saling bungkam. Karena merasa bosan, Rio lebih memilih pergi ke kamar dan merebahkan diri. Lelaki ini menatap langit-langit kamar sambil menerawang entah ke mana. Seketika saja dia teringat sesuatu.

"Jaket si pembunuh itu … gue ngerasa gak asing. Kayak pernah liat, tapi di mana?" gumamnya bertanya-tanya. Rio mengangkat kedua bahunya tak peduli. Walaupun dia agak penasaran, tapi Rio merasa tak perlu memikirkannya terlalu jauh. Dia tak ingin merepotkan dirinya sendiri.

"Yo … Rio!" seru seseorang dari luar kamar Rio.

Rio menghela nafasnya saat mendengar lagi suara sang adik. "Apa, Ray?" sahutnya. Tak lama, Ray, adik lelaki ini masuk ke kamarnya.

"Tadi gue dapet telepon dari ayah sama bunda kalo mereka pulang telat dan gue sekarang lagi laper. Pengen makan di luar," jawab Ray membuat Rio mengangguk pelan. Dia menyuruh adiknya untuk bersiap-siap selagi dirinya menyiapkan diri juga. Mereka akan pergi ke luar rumah untuk makan malam.

Rio melajukan mobilnya pelan. Suasana malam hari di kota Beverly Hills begitu indah. Lampu-lampu jalanan serta bangunan menerangi tempat ini dan tampak begitu berkilauan. Orang-orang masih beraktivitas di malam ini, ada yang berjalan kaki, berjualan, berkendara, dan banyak restoran serta cafe yang masih buka. Rio memarkirkan mobilnya di salah satu parkiran restoran setelah itu mereka pun turun dan masuk ke dalam bangunan itu untuk makan malam.

Rio meminta izin kepada adiknya untuk pergi ke toilet. Saat hampir sampai, dia sempat ditabrak oleh seorang gadis. "Jalan tuh liat-liat dong! Buta lu ya?" omel gadis itu membuat Rio mengernyit.

"Heh! Lu yang gak liat-liat. Punya kepala ditundukin mulu sih," balas Rio tak terima.

"Lu yang buta! Pake acara nyalahin gue lagi."

Rio merasa kesal dengan gadis itu. Dia terus menyalahkannya atas apa yang sudah dilakukannya sendiri. "Idih! Nih anak nyolot ya? Jelas-jelas situ yang nabrak gua."

"Tau ah! Bodo amat!" ketusnya lalu pergi begitu saja. Rio pun mendumel sendiri memarahi tingkah aneh gadis itu sambil masuk ke toilet. Saat hendak masuk ke salah satu bilik toilet, Rio dikejutkan oleh keberadaan seorang pria berjas yang sudah tak sadarkan diri dan bersimbah darah. Tentu saja Rio terperanjat saat melihat pria itu. Darah yang keluar berasal dari kepalanya. Dengan cepat, Rio masuk ke dalam bilik lalu celingak-celinguk, takut kalau ada seseorang yang melihatnya masuk ke sana. Dia pun menutup pintu bilik dan memperhatikan pria malang ini.

Sebenarnya siapa yang sudah membunuh pria ini? Apa motif si pembunuh sampai-sampai dia meninggalkan pria tersebut di toilet umum? Karena penasaran, Rio pun mencari tahu apa yang terjadi. Dia mencari-cari sesuatu di sekitar tubuh pria ini dan akhirnya Rio mendapatkan sebuah surat berdarah. Rio melebarkan matanya saat melihat isi surat yang kini dia pegang. Isi surat tersebut sama persis dengan pesan dari seorang pembunuh yang pernah dia lihat di televisi dengan tulisan yang sama. Rio pun kembali menghampiri mayat itu dan menatapnya.

Lelaki ini memeriksa tubuh pria itu. Terdapat beberapa goresan di lengan dan perut. Namun, lengan pria itu terdapat dua huruf yang tertulis terbalik di sana. Rio memegang lengan tersebut untuk membaca kedua huruf itu.

"I.K?" gumam Rio bingung dengan kedua huruf yang ada di sana. Apa maksud dari kedua huruf itu? Kenapa dia meninggal jejak sejelas ini? Lalu mengapa tak ada satupun orang yang mengetahui kejadian pembunuhan yang dilakukan si pelaku? Banyak pertanyaan yang terlintas di benak Rio. la begitu bingung dan terheran-heran. Dia pun bangkit dari jongkoknya dan langsung pergi begitu saja. Rio tidak mau dirinya disalahkan dan menjadi tersangka karena menemukan pria itu tergeletak bersimbah darah di sana. Rio kembali duduk di hadapan Ray dan memasang wajah datar seakan-akan tidak terjadi apa-apa.

"Kok lama, Yo?" tanya Ray, adik Rio.

Bersambung …

Next chapter