Suasana kembali menjadi hening, bingung gadis itu untuk kembali membuka pembicaraan, Arzlan sudah terlalu dingin dan sulit untuk dicairkan.
"Apakah kau tidak keberatan jika aku ikut dengan dirimu?" Dia ingin melihat bagaimana tanggapan Arzlan atas keinginan egois miliknya ini.
"Aku sudah bilang, kau lakukan terserah keinginanmu! Aku tidak memikirkan hal itu!"
"Kalau begitu setidaknya anggaplah keberadaanku ini ada!"
Arzlan melihat mata dengan penuh harapan sedang mengharap dirinya untuk memberikan jawaban yang sesuai, tapi Arzlan tidak memberikannya jawaban apapun. Pria itu hanya membuang pandangan matanya.
Sikap Arzlan membuat gadis itu menjadi semakin khawatir, ia merasa kalau Arzlan memang tidak ingin melihat keberadaannya.
"Apakah kau memang sudah kehilangan perasan sebagai makhluk hidup?"
Pandangan mata gadis itu memancarkan kesedihan yang cukup dalam, Arzlan menjadi heran kenapa gadis itu sangat ingin mempedulikan keadaanya.
"Aku sudah lama tidak merasakan apa itu kebahagiaan, jika aku disuruh memilih untuk menghadapi semua masalah dengan senyuman atau cemberut, maka aku akan memilih untuk cemberut. Kebahagiaan terkadang hanya terjadi sementara penderitaan akan datang dan membekas di dalam hati!"
Mendengar ucapan Arzlan, gadis itu tidak bisa berkata apa-apa. Harus dirinya akui kalau itu memang adalah kebenaran, hidup sudah terlalu penuh dengan penderitaan hingga kebahagiaan itu hanya seperti angin yang berlalu begitu cepat.
"Apakah kau sudah tidak bisa melihat keindahan di dunia ini?"
"Aku sulit untuk mengatakannya, di dunia ini sudah terlalu banyak hal yang aku hadapi hingga hal seperti itu tiada artinya!"
"Begitu ya!" Hati wanita itu merasa iba dengan Arzlan, dia tidak menyangka ada makhluk yang lebih sengsara daripada dirinya. "Kalau begitu, bagaimana jika kau membuka lembaran baru untuk melihat masa depan?" Senyuman tipis digunakan untuk memberikan semangat kepada Arzlan.
"Hmm… aku rasa takdir tidak akan pernah bisa memberi diriku kesempatan untuk melakukan hal itu!" Arzlan menatap langit malam, hari begitu mendung seolah sedang mendukung perasaannya.
"Kau tahu, aku bisa melangkah akibat bertemu dengan dirimu! Aku rasa kau juga harus membuka lembaran baru untuk bisa melangkah maju!" Dia terus berusaha membangkitkan perasaan Arzlan yang telah menjadi keras sekeras batu di dalam lautan dalam.
"Entahlah, aku rasa itu terlalu sulit untuk dilakukan!" Arzlan tidak pernah berharap kalau masa depan akan memberikan sesuatu hal yang baik untuk dirinya.
Dia kembali menjatuhkan pandangan matanya ke arah api yang menyala, gadis itu terasa sudah cukup berusaha untuk bisa membuat Arzlan bisa merubah cara pandang, tapi memang akan kedengaran mustahil untuk bisa menaklukkan seekor naga yang memiliki kekokohan dalam sifatnya.
"Huh… apakah kau tidak bisa sedikit lebih berpikir untuk merubah masa lalu?"
"Aku saat ini akan merubah masa lalu itu, tapi bukan berarti aku harus mejadi lembek seperti orang-orang yang yakin kalau semua akan baik-baik saja seiring berjalannya waktu, tangan ini tidak apa walau harus berdarah, jalan yang sudah aku pilih tidak ada gunanya untuk berhenti di sini!"
"Uh…." Dia benar-benar tidak bisa membayangkan seberapa besar kebencian Arlan terhadap orang di masa lalunya. "Lalu setelah kau berhasil melakukan itu, rencana apa yang akan kau lakukan selanjutnya?"
"Entahlah, selama napas ini masih ada mungkin aku akan mengubah hal buruk yang terjadi di dunia ini!" Sebuah ambisi besar terkandung di dalam ucapan Arlzan.
Gadis itu melihat sesuatu hal yang aneh dari tubuh Arzlan, dari lontaran kata yang keluar seolah dia sedang melihat sosok pria yang akan bisa menuntun dunia ke arah yang lebih baik.
"Sekarang kau akan ke mana?"
Arzlan menatap pedang yang dia letakkan di dekat api. "Untuk sekarang aku membutuhkan perlengkapan baru, saat aku melawan monster tadi pedang ini terasa tumpul!"
"Hmm… begitu ya! Baiklah, aku akan membantu dirimu untuk mendapatkan perlengkapan baru!"
"Kenapa kau harus melakukan itu?"
"Sudah aku bilang, aku akan tetap ikut dengan dirimu sebagai hutang budi atas nyawa dan rasa hormat yang kau berikan kepadaku ini! Aku sudah mendapatkan tujuan hidup yaitu menjadi partner dirimu!"
"Bagaimana dengan orang yang memperlakukan ibumu itu? Apakah kau tidak ingin membalas perbuatannya?"
"Aku pasti akan melakukannya, tapi semua itu bisa aku lakukan nanti hingga aku sudah cukup kuat untuk melakukannya!"
"Begitu ya!"
"Baiklah, mulai dari hari ini aku akan menjadi partner dirimu, jadi kau harus menganggap keberadaanku ini ada dan aku juga akan menganggap dirimu sebagai orang yang sangat berharga! Sebagai ucapan pertama perkenalkan namaku adalah Alisha!" Dia memegang badannya sembari memperkenalkan diri, nada yang keluar dari mulutnya begitu tegas.
Arzlan memalingkan pandangan matanya, ini semua jauh dari skenario yang dia rencanakan sejak awal. Tidak menyangka kalau dirinya sekarang akan bertemu dengan seorang gadis, seandainya dulu dia bertemu dengan gadis itu mungkin sifatnya tidak akan sedingin ini.
"Sekarang giliranmu untuk memperkenalkan diri!"
"Eh? Apakah aku juga harus melakukan itu?"
"Tentu, ini adalah perkenalan kita sebagai seorang rekan!" Alisha berkata dengan nada tegas.
"Namaku adalah Arzlan, aku hanya seorang makhluk biasa, tidak ada yang istimewa dari diriku!" Nada bicara Arzlan sangat datar seperti tidak ada semangat di dalamnya.
"Aku tadi berharap kalau kau akan berkata dengan nada yang lebih semangat, tapi ya tidak apa! Salam kenal Arzlan!" Alisha tersenyum manis ke arah Arzlan, wajah gadis itu mampu untuk memikat orang lain. Sebagai seorang wanita dia adalah makhluk unggulan yang paling dicari oleh para lelaki, tidak heran orang-orang akan menjualnya dengan harga mahal.
Malam yang sunyi ditutup dengan perkenalan dua orang yang memiliki latar belakang berbeda, tapi dipertemukan dengan sebuah peristiwa yang cukup mengerikan. Arzlan tidak tahu bagaimana dirinya bisa menanggapi itu sebagai anugerah atau bukan, sama sekali tidak pernah terpikir di benaknya untuk memiliki seorang rekan.
"Jika kau ingin menjadi rekanku, maka kau harus membuktikan dirimu itu pantas!"
Alisha menjadi heran, apa yang akan dilakukan Arzlan terhadap dirinya.
***
Besok pagi perjalanan kembali dilanjutkan, tidak ada rasa lelah untuk melangkah. Mereka tiba di sebuah lapangan yang cukup luas, ladang bunga menghiasi tempat itu, di bawah matahari penampakan bunga seperti permata yang sangat berharga.
Arzlan dan Alisha kembali melangkah, semua tampak indah sejauh mata memandang. Tapi, suasana berubah saat seekor monster tiba-tiba muncul, entah bagaimana dia bisa muncul dari langit dan mendarat di hadapan mereka berdua.
"Bagus sekali! Ini adalah waktu yang tepat untuk mendapatkan kekuatan baru dari monster ini!" Arzlan menjadi bersemangat saat melihat level dari lawan yang ada di hadapannya lumayan tinggi.
"Apakah aku harus melawan monster ini? Aku tidak boleh ragu, ini mungkin adalah tes untuk diriku membuktikan sebagai rekan dari Tuan Arzlan!"
___To Be Continued__