Waktu telah menunjukkan pukul dua belas malam. Sang rembulan telah mencapai titik tertinggi dari singgasananya di langit. Bintang-bintang yang bertaburan membuat dua orang yang sedang dalam perjalanan untuk berburu zombie mutant yakin bahwa malam ini tak akan turun hujan.
Dua orang itu adalah Kevan yang tadi sore membantai habis hampir seluruh anggota organisasi kemiliteran, dan di sebelahnya adalah Benedict, sang pemimpin organisasi yang seluruh anggotanya dibantai oleh Kevan.
Benedict memberhentikan mobilnya di sebuah pintu masuk desa. Mereka berdua turun dari mobil GMC Double Cabin 4 x 4 itu bersamaan, dan memandang ke arah desa tersebut.
"Sepertinya desa ini sudah lama terbengkalai bahkan sebelum para zombie mulai menginvasi. Memangnya ada zombie mutant yang membuat sarang di tempat seperti ini?"
Benedict tersenyum lebar. "Apa kau kira zombie mutant hanya suka dengan tempat yang ramai?"
"Jadi, apa kau yakin anggotamu tak memberikanmu laporan palsu?" tanya Kevan, untuk memastikan rasa penasarannya.
Benedict hanya mengedikkan bahunya dan melangkah masuk ke desa itu. Kevan tak memiliki pilihan lain selain mengikutinya. Dengan bermodalkan lampu senter di tangan mereka masing-masing, keduanya melangkah memasuki desa yang kumuh dan gelap tanpa penerangan itu.
Untung saja malam ini cahaya sang rembulan bersinar cukup terang.
Mereka berdua terus melangkahkan kaki menyusuri pemukiman kumuh yang jelas terlihat sangat sederhana itu. Bahkan Benedict juga sedikit heran dengan keberadaan desa ini. Meski letaknya sedikit jauh dari kota, namun seharusnya tak ada desa seperti ini yang berdekatan dengan sebuah kota metropolian.
Apakah ini ulah pejabat yang korup, sehingga pembagian sumber daya tak merata dan hanya terpusat di dalam kota saja?
Tidak.
Hal itu tak sepenuhnya masuk akal.
Kevan menghentikan langkahnya dan menoleh pada sebuah rumah, membuat Benedict berbalik, "Apa kau menemukan sesuatu?"
Tatapan mata Kevan terlihat tajam dan mengarah ke dalam rumah itu. "Apa yang dikatakan bawahanmu tentang zombie mutant yang sedang kita buru ini?"
"Oh, aku lupa memberitahumu. Menurutnya, zombie mutant kali ini adalah zombie abnormal. Zombie ini memiliki tubuh bagian atas seorang wanita yang sangat cantik, namun tubuh bagian bawahnya--... Hey, mau kemana kau? Aku belum selesai berbicara!"
Kevan melangkahkan kakinya memasuki rumah itu. Ia beberapa kali tersangkut oleh jaring laba-laba yang lumayan aneh. Jaring itu berwarna keperakan jika terkena sinar bulan, namun lebih kuat dari jaring laba-laba biasa.
Setelah berada di dalam rumah itu, Kevan mengedarkan cahaya lampu senter di tangannya ke segala arah. Dan di ujung ruangan rumah yang terbuat dari dinding rotan itu, terlihat seorang wanita sedang duduk di sana.
Wanita itu memiliki kulit yang putih bersih, tak mengenakan busana apapun. Ia menatap balik Kevan tanpa ekspresi, seakan sinar lampu senter yang menyotor tepat ke wajahnya tak mengganggunya sama sekali.
Wajah cantiknya benar-benar bersinar di dalam kegelapan, meski hanya disinari oleh cahaya sebuah lampu senter.
Seperti inikah sosok yang biasa disebut orang-orang sebagai seorang Kembang Desa?
Benar-benar sebuah kecantikan yang jarang Kevan temui di kota-kota besar. Begitu otentik, dan membuat siapa saja yang melihat wanita itu merasa ingin melindunginya dan rela melakukan apa saja untuknya.
"Kevan? Apa yang kau temukan di—"
Booommmm!~ ...
Seketika, rumah yang Kevan masuki tadi meledak.
Syuuuungggg~ ... Duakkk!~ ... "Uhukk! ... "
Tubuh Kevan terhempas dan menghantam sebuah rumah lain, membuat rumah itu berlubang di bagian depan.
"Hey!"
Benedict baru saja ingin pergi ke tempat Kevan terhempas. Namun Kevan sudah bangkit kembali. Ia berjalan keluar dari rumah yang ia tabrak itu dengan santai, seakan tak terjadi apa-apa. Hanya tubuhnya saja yang tertutupi lumayan banyak debu.
Mungkin karena rumah-rumah di desa itu hampir semua dindingnya terbuat dari dinding rotan. Mungkin juga karena tubuhnya sudah tak bisa lagi disamakan dengan manusia biasa.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Benedict, namun Kevan tak menghiraukannya.
Melihat tatapan Kevan yang seperti itu membuat Benedict mengikuti arah pandang Kevan.
Rumah yang tadi Kevan masuki pertama kali memang meledak dan masih tertutupi debu dari hasil ledakan itu. Namun, setelah beberapa saat ia menunggu, sebuat siluet terlihat dari dalam kabut debu itu.
Dan saat debu yang menutupinya telah hilang sepenuhnya, Benedict dan Kevan bisa melihat sosok di balik siluet itu dengan jelas.
"Apakah dia yang menerbangkanmu tadi?" tanya Benedict dengan aksen mengejek.
Kevan tak menghiraukannya dan bersiap untuk bertempur.
"Grrrrrrr~ ... "
Mendengar suara geraman dari sosok itu, Benedict pun juga bersiap-siap untuk bertempur.
Ya.
Itu adalah sosok wanita cantik yang tadi Kevan temui di dalam rumah pertama yang ia masuki. Wanita cantik yang tak mengenakan pakaian sama sekali. Setidaknya tadi, karena sekarang tubuh wanita itu telah diselubungi oleh sebuah armor berwarna hitam yang melekat pada kulitnya hingga bagian leher.
Wajah cantiknya tetap terlihat, dan lekukan tubuhnya yang indah masih tetap terpahat. Namun, paket keindahan itu berakhir hanya di bagian pinggang. Karena mulai dari situ, sudah tak berbentuk seperti manusia lagi.
Lebih tepatnya, itu adalah zombie mutant yang memiliki tubuh bagian atas seorang wanita cantik, sedangkan tubuh bagian bawahnya adalah laba-laba. Ukurannya juga lumayan besar, hingga membuat Kevan dan Benedict harus mendongak untuk melihatnya.
"Zombie mutant. Aku penasaran, apa warna kristal di dalam kepalamu? Jika berwarna ungu, sepertinya aku harus bersabar jika ingin menaikkan peringkat kemampuanku." ucap Benedict sembari tersenyum lebar.
Syutt~ ... Syutt~ ... Srakkkkkk!~ ...
Zombie itu hanya menggerakkan satu dari delapan kaki laba-labanya, namun sebuah jaring keperakkan telah melilit kaki kiri Kevan dan Benedict. Jaring itu terus merambat dan hingga membungkus seluruh tubuh mereka.
Kini mereka berdua tergantung terbalik, dengan tubuh mereka terbungkus oleh jaring laba-laba berwarna perak.
Tak hanya jaring itu lebih kuat dari jaring laba-laba biasa, jaring itu juga sangat tajam.
"Hey, apa kau baik-baik saja?" tanya Benedict, namun sepertinya tak terdengar seperti ketulusan sama sekali. "Haruskah aku keluar dari kepompong merepotkan ini lebih dulu dan membantumu?"
"Urus saja urusanmu sendiri." balas Kevan yang dengan mudah melepaskan diri dari lilitan jaring laba-laba zombie itu dalam sekali coba.
Begitu juga Benedict, lelaki itu keluar dengan mudah tanpa luka sama sekali. Hanya saja, pakaian yang mereka berdua kenakan terlihat mengenaskan. Terdapat bekas robekan di sana-sini.
Benedict memandang pakaian mereka berdua, "Sepertinya kita harus menyelesaikan hal ini dengan cepat. Jika tidak, kita akan berakhir telanjang di perjalanan pulang."
"Grrrrrraaaaaaaaahhhhhhh!~ ... "
Benedict menoleh ke arah zombie mutant yang baru saja meraung dengan keras. "Wow ... Sepertinya dia tak senang melihat kita bebas dari kepompong jeleknya dengan mudah. Wajar saja. Mungkin dia belum pernah berhadapan dengan manusia berperingkat kekuatan C seperti kita. Kau tahu? Aku belum pernah memukul wanita sebelumnya. Tapi, sepertinya aku akan membuat pengecualian untuk kali ini saja."
Zombie itu berlari dengan delapan kakinya menerjang ke arah Kevan yang kebetulan berjarak lebih dekat dengannya ketimbang Benedict.
Kevan membunyikan tulang lehernya dengan menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan secara bergantian, "Bisakah kau diam untuk sebentar saja? Ocehanmu benar-benar membuatku ingin muntah."
Cracckkk!~ ... "Graaaawwwrrr!~ ... "
Saat Zombie itu ingin menusuk tubuh Kevan dengan ujung kaki tajamnya, Kevan menangkapnya dengan satu tangan.
Meski darah menetes karena kaki zombie yang tajam itu berhasil menggores kulit telapak tangan Kevan, namun Kevan masih terlihat tenang tanpa ekspresi sedikitpun.
Dan saat Kevan mengeraskan genggamannya pada kaki zombie mutant laba-laba itu, kakinya patah seketika, membuat zombie itu meraung kesakitan dan melompat jauh ke belakang.
"Aku tahu bahwa kau kuat. Tapi, apa kau sengaja melakukan itu untuk terlihat keren? Kenapa kau tak menghindarinya saja? Untuk apa kau ingin terlihat keren? Apa kau pikir aku akan terpesona denganmu? Apa kau lupa bahwa teman-teman wanitamu berada di markas sekarang?"
Syuuuunggggg~ ... Boooom!~ ...
Kevan melempar potongan kaki zombie mutant laba-laba yang ia patahkan dengan satu genggaman tangan tadi ke arah Benedict. Untung Benedict bisa menghindarinya tepat waktu, hingga potongan kaki zombie mutant laba-laba itu melesat melewatinya, meski menghancurkan bagian depan salah satu rumah di desa itu.
"Apa kau gila? Apa kau ingin membunuhku?!" teriak Benedict, protes akan apa yang baru saja Kevan lakukan.
"Maaf. Lain kali tak akan meleset." balas Kevan yang membuat Benedict semakin jengkel.
Mereka berdua pun menatap ke arah zombie mutant laba-laba yang telah kehilangan satu kakinya.
"Apa kau mau menghabisinya?" tanya Benedict. Namun Kevan malah bersandar di sebuah pohon terdekat, mengeluarkan sebatang rokok dan membakar ujungnya setelah mengapit batang rokok itu di antara bibir atas dan bawahnya.
"Huffttt~ ... " Kevan mengembuskan napas bercampur asap nikotin dari saluran pernapasannya. "Untukmu saja. Aku tiba-tiba kehilangan keinginan untuk bertarung dengan makhluk lemah seperti itu."
Mendengar apa yang Kevan katakan, membuat senyuman kembali mengembang di bibir Benedict. "Begitukah? Baiklah. Perhatikan aku baik-baik."
Pertarungan antara Benedict dan zombie mutant laba-laba itu pun tak dapat dihindari lagi.