Mereka makan bersama. Beberapa kali celotehan Adi dan makan Gio kembali menjadi santapan lezat pelengkap meja makan, seperti biasanya. Vin menceritakan bagaimana ia mendapatkan ikan-ikan itu. Sementara Elang yang terus mendapat perlakuan khusus dari Shanum kini lebih hangat pada gadis itu.
"Kamu makan yang banyak. Lihatlah, lingkar hitam matamu makin lebar, Sun." kalimat dari mulut Elang itu mampu membuat Gio tersedak.
"Di, apakah aku bermimpi?" bisik Gio pada Adi yang duduk di sampingnya.
"Biar kutampar dulu wajahmu. Agar kau sadar kalau kau harus terbiasa melihat sikap Elang yang seperti ini."
"Luar biasa memang yang namanya cinta, ya. Laki-laki paling mengerikan yang selama ini ku kenal mampu bersikap manis juga."
"Tapi mengapa aku lama-lama muak melihatnya, ya?"
"Itu karena kalian iri!" sambar Vin dengan suara lantang.
Gio melempar Vin dengan potongan timun dan disambut dengan tawa Vin yang benar-benar membuat meja makan lebih ramai dari biasanya.
Setidaknya mereka masih memiliki waktu tertawa. Sebelum peperangan yang sesungguhnya terjadi. Perjuangan mereka baru dimulai.
Bahkan rasa penasaran yang besar kini menghinggapi hati tiap orang di ruangan ini. Siapakah Arkie? Di mana ia tinggal selama ini!
Di sisi lain dari desa Abimanyu yang tenang dan damai, kota makin memprihatinkan. hampir setiap malam Kalla mulai membunuh mangsanya. Apalagi Elang dan teman-temannya tidak ada di sana.
_____
Di sisi lain, cafe milik Wisnu. Nayaka tengah menyeruput kopi miliknya. Sudah beberapa hari karyawan barunya absen dari tempat kerjanya. Cafe baru sepuluh menit lalu ditutup. Alicia tengah mengelap meja barista. Ia terlihat lelah karena sudah bekerja seharian ini. suasana cafe selalu ramai dan mereka kehilangan satu karyawan . Abimanyu.
"Alicia, kau pulang saja dulu. Biar aku yang menutup cafe." Suara Nayaka menggema. Membuat wanita itu mengangguk semangat. Satu persatu karyawan Nayaka pulang. menyapa sang manager yang ditanggapi dingin oleh pria dengan kemeja putih itu.
Lampu dimatikan di beberapa sudut cafe. Hanya lampu yang ada di dekat Nayaka saja yang masih dibiarkan menyala. Nayaka melihat ke jalan raya yang kini sudah sunyi. Memperhatikan setiap orang yang lalu lalang di trotoar. Hingga ia menangkap pemandangan tidak lazim di depannya. Seorang pria mengejar wanita, jalanan yang sepi membuat jeritan wanita itu terdengar samar. Tepat di kaca depan cafenya, wanita tadi dicekik hingga tubuhnya diangkat tinggi-tinggi oleh pria tadi. Nayaka hanya menatap peristiwa itu. Dia hanya diam. memandangi saat wanita tadi kesakitan dan meminta pertolongannya. sementara pria tadi tiba-tiba berubah wujud menjadi makhluk yang mengerikan. Ia mendekatkan wajahnya dekat wanita di depannya. Ia mulai menghirup hawa kehidupan wanita tadi. Suara yang tercekik terdengar di telinga Nayaka. Namun Nayaka tetap diam. meneguk kembali kopi buatannya sendiri. Seolah pemandangan di depannya bagai tontonan menarik baginya di kala ia melepas penat.
wanita tadi dijatuhkan begitu saja di dekat cafe. Makhluk mengerikan itu menatap Nayaka beberapa saat. lalu Nayaka mengeluarkan jari telunjuk kanannya, membentuk garis melintang di lehernya. Bagai sebuah isyarat untuk makhluk hitam di depannya. mulutnya membuka sejalan dengan tangannya. "Bunuh dia! Hancurkan!" ucap Nayaka.
Kalla yang ada di luar mengangguk. menyeret wanita itu pergi ke tempat yang jauh lebih sunyi. sementara Nayaka, tersenyum penuh kemenangan.
Lampu dimatikan seluruhnya. Pria berkemeja putih itu meraih jaket, lalu menutup pintu cafe. Ia menatap gedung yang sudah beberapa tahun belakang ini menjadi tumpuan hidupnya. Tempat dia mencari makan, dan berbaur untuk mendekati makanannya. Manusia.
Ia memakai penutup kepala, hodie yang ia pakai adalah hadiah dari Alicia. "Alicia, Alicia, kenapa kau begitu baik padaku. Membuatku tidak tega untuk menyantapmu saja."
Nayaka menatap jam di pergelangan tangannya. Jarum jam di sana menunjuk ke angka 12 tepat. Nayaka tengak tengok. Seorang wanita dengan pakaian minim melewati dirinya. Sikapnya begitu menggoda, seolah memberikan untuk hijau pada Nayaka untuk mendekatinya. Dia adalah wanita penghibur. Nayaka sering membawa wanita penghibur ke rumahnya. Karena dia selalu pulang saat larut, dan yang ia temui adalah wanita tuna susila yang sedang mencari pelanggan. Penampilannya bermacam-macam, dari yang tertutup sampai yang terang-terangan menggoda orang yang lewat di depan mereka.
"Ayo," ajak Nayaka, berjalan lebih dulu. Wanita tadi yang sudah memegang 5 lembar uang pecahan seratus ribuan sangat bersemangat. Mengikuti Nayaka yang terus berjalan ke jalanan. Penampilan Nayaka yang glamour menunjukan tingkat sosialnya. Jaket dengan merk perusahaan ternama selalu ia kenakan. Harganya cukup mahal untuk kalangan orang biasa. Kemejanya juga ia beli di butik ternama. Semua barang yang ia pakai selalu produk asli. Ia memang banyak uang.
Mereka sampai di jalan layang dengan lorong gelap. Di atas jalan layang itu ada jalur kereta api yang akan lewat setiap dua puluh menit sekali. Ini sudah larut malam. Bahkan sudah lewat tengah malam.
Tidak ada manusia yang berani lewat di jalan layang itu. Tapi kali ini pengecualian. Wanita tadi terus mengukir senyum karena malam ini ia akan meraup banyak uang.
"Setelah selesai aku akan memberikan setengahnya lagi," kata Nayaka saat memberikan uang muka pada wanita tadi. Tentu hal ini sangat jarang terjadi.
Sampai di tengah jalan, lampu yang ada di sepanjang jalan tiba-tiba berkedip. Lalu mati total secara bersamaan. Wanita itu sedikit gusar. Memperhatikan keadaan sekitar yang benar-benar tidak ada kehidupan selain dirimu dan pria yang menyewa jasanya tadi. "Kita akan melakukannya di sini?" tanyanya.
"Tidak masalah, bukan? Lagipula tempat ini sepi. Tidak ada orang yang akan melihat kita," jawab Nayaka santai.
"Baiklah." Wanita itu mendekat. Melingkarkan tangan di leher Nayaka. Sementara Nayaka hanya diam, kedua tangannya yang sejak tadi ada di dalam saku celana membuat wanita tadi kesal. Rayuannya seolah tidak mempan pada pria di hadapannya itu.
"Kenapa kau diam saja? Apakah aku tidak menarik?" tanyanya dengan sedikit kesal.
"Justru kau sangat menarik."
"Lalu?"
"Cobalah lagi."
Saat wanita tadi hendak mencium Nayaka, tiba-tiba Nayaka memalingkan wajahnya. "Kenapa?"
"Bukan begitu caranya," kata Nayaka dengan suara berat.
"Maksudmu?"
Seketika tangan kanan Nayaka mendarat tepat di leher wanita itu. Mencekik erat. Hingga wanita itu meronta kesakitan. Nafasnya hampir habis. Tak hanya sampai di situ, Nayaka mengangkat wanita itu tinggi-tinggi. Kakinya meronta mencari pijakan. Wajah Nayaka mendekat padanya. Jari telunjuk dan ibu jari Nayaka menekan kuat pada rahang wanita seksi berdress merah tersebut. Membuat mulutnya terbuka lebar. Di saat itulah Nayaka mengisap hawa kehidupannya dalam-dalam.
Kulit yang kencang dan segar kini berubah kering. Makin lama ia makin kering dan kini mulai keriput. Nayaka terus melakukan hal itu, sampai daging wanita itu habis. Kini tinggal tulang berbalut kulit. Terus ia hisap. Hingga ... Tubuh itu benar-benar kering. Dalam sekali remas, tubuh tadi hancur menjadi abu. Tertiup angin malam hingga tak bersisa sedikitpun.
Nayaka mengelap sudut bibirnya. Seolah makanan yang ia santap meleber membuat mulutnya kotor. Ia menyeringai, sorot matanya mengerikan. Tidak ada kehangatan di sana. Hanya ada tatapan dingin dan penuh kegelapan.
Nayaka membersihkan jaketnya dari debu wanita tadi. Menepuk pelan lalu berjalan meninggalkan tempat itu. Ia menikmati udara malam dengan rasa bahagia. Terlebih ia sudah menyantap makan malamnya dengan sempurna. Beberapa kali ia melihat Kalla melakukan hal serupa. Mereka adalah satu ras. Tapi Nayaka adalah ras tertinggi Kalla. Ia dilahirkan dari rahim seorang Kalla tertua, yang menikah dengan pria manusia.
Sejak lahir Nayaka sudah ditakdirkan menjadi Kallandra pertama dan terkuat. Ia sudah hidup sejak ratusan tahun lalu. Berganti identitas dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Keistimewaan Nayaka karena menjadi Kallandra pertama adalah tidak berwujud seperti ras nya. Bentuk, bau, dan segala hal tentang Kalla tidak akan ditemukan dalam diri Nayaka. Tapi rasa haus akan tubuh manusia tetap menjadi hal utama yang ia butuhkan. Tubuhnya benar-benar manusia, tapi jiwanya iblis.
Langka Nayaka mantap memasuki apartment miliknya. Sebuah apartment mewah yang ada di tengah kota adalah tempat tinggalnya.
"Malam, Chris," sapa Nayaka pada satpam penjaga apartment yang selalu berjaga di lobi.
"Malam, Pak Nayaka. Wah, anda pekerja keras sekali, ya. Sebaiknya perbanyak istirahat. Kesehatan juga penting, bukan?" saran Chris yang menemani Nayaka berjalan hingga lift. Chris menekan tombol lift sebagai salah satu tugasnya untuk melindungi penghuni apartment. Ia selalu melakukan hal itu, membantu penghuni apartment masuk ke lift sekaligus memastikan mereka sampai di lantai mereka masing-masing.
"Terima kasih, Chris. Kau juga tidurlah. Tidak akan ada pencuri malam ini. Kau juga perlu istirahat, wajahmu terlihat sangat lelah," kata Nayaka yang sudah masuk ke dalam lift, seorang diri. Chris berdiri di depan lift dengan senyum perpisahan pada salah satu penghuni apartment nya yang paling ramah.
"Setelah ini, Pak Nayaka. Kau adalah warga terakhir di tempat ini yang masih terjaga."
"Selamat istirahat, Chris."
"Anda juga, Pak Nayaka." Chris menekan tombol lift dan lift pun menutup, membawa Nayaka ke lantai 34. Kediamannya.