Shanum baru saja hendak naik ke ranjang. Hingga seseorang mengetuk pintu kamar. Lian dan Ellea belum masuk kamar, sementara Shanum sudah merasa sangat lelah. Ia berniat segera tidur malam ini.
Kakinya turun ke lantai kayu. Berjalan sedikit cepat ke arah pintu. Ia yakin itu bukan dua gadis teman sekamarnya, karena jika salah satu dari mereka pasti tidak akan mengetuk pintu lebih dulu, melainkan langsung masuk begitu saja.
Saat pintu di buka, terlihat sebuah wajah yang mengejutkan dirinya. Wajah seorang pria yang memiliki beberapa luka lebam yang belum lama ini ia obati. Elang.
"Lang? Ada apa? Kamu butuh sesuatu?"
Elang diam, menatap Shanum tanpa ekspresi. Tak menjawab pertanyaan itu, ia malah menarik tangan Shanum pergi. "Loh? Elang kita mau ke mana?"
Mereka berpapasan dengan Ellea yang menatap mereka bingung. Tapi Shanum tidak begitu memperdulikannya, karena itu bukan urusannya. Asal itu adalah Elang asli, maka tidak akan ada masalah. Ellea segera masuk kamar, menutup pintu dan masuk ke dalam selimut.
Elang membawa Shanum masuk ke kamarnya. Gadis itu hanya diam dan menurut saja. Sampai Elang menyuruh Shanum tidur di ranjangnya, Shanum sedikit ragu. Menatap Elang dan tidak langsung menurut seperti biasanya.
"Kenapa?" tanya Elang yang melihat tatapan gadis di depannya aneh.
"Kamu mau apa?" Shanum sedikit mundur dari Elang.
"Tidur. Temani aku tidur malam ini," kata Elang tanpa sungkan.
"Elang? Maksud kamu apa?" tanya Shanum menaikan nada bicaranya.
Elang diam sejenak, dan mencoba mencerna apa yang ada di pikiran Shanum, melihat reaksinya yang begitu berlebihan baginya.
"Astaga. Jangan berfikir macam-macam. Aku hanya minta ditemani saja. Hanya tidur. Bukan yang lain. Lagipula sudah ada Lian, bukan? Ranjang kalian tidak akan muat." Elang naik ke ranjang, menggeser tubuhnya memberikan tempat agar Shanum juga segera naik ke ranjang. Ia membalikkan tubuh, membelakangi Shanum yang masih berdiri di tempatnya.
Perlu beberapa menit hingga akhirnya Shanum perlahan mau menempatkan dirinya juga di samping Elang. Ia menelusupkan setengah tubuhnya di dalam selimut, dan ikut tidur membelakangi Elang. Jika dilihat dengan kondisi seperti ini, mereka mirip pasangan yang sedang bertengkar saja.
Shanum berusaha memejamkan matanya. Walau hatinya berkecamuk. Entah kenapa jika berada di dekat Elang, dia merasa gugup. Ritme jantungnya tidak beraturan. Kadang cepat, kadang lambat. Telapak tangan dan telapak kakinya dingin padahal tubuhnya hangat. Badannya sedikit gemetaran, bukan karena dingin, tapi gugup.
Ranjang bergerak karena Elang kini berbalik menghadap Shanum. Ia menarik selimut hingga menutupi tubuh Shanum sampai leher. Shanum masih memejamkan mata, walau tau apa yang dilakukan Elang padanya.
Namun tiba-tiba tangan Elang mulai masuk ke dalam selimut. Melingkar di perut Shanum, dan menarik tubuh Shanum lebih dekat padanya. Shanum melotot tapi tubuhnya seolah kaku. Wajah Elang menempel di tengkuk belakang Shanum. Menghirup sebanyak-banyaknya wangi tubuh gadis itu dengan tersenyum tenang.
"Selamat tidur, Sun," ucap Elang dengan nada berat. Panggilan itu justru menarik perhatian Shanum. Hingga ia menoleh sedikit ke pria yang kini tengah memeluknya. Ia merasa dikhianati. Elang memeluknya tapi memanggil nama wanita lain. Itu sungguh menyakitkan.
"Sun? Siapa Sun?"
"Kamu. Sunshine." Elang membuka matanya dan kedua netra mereka bertemu. "Tidak boleh? Aku memanggil mu begitu?"
"Eum, terserah kamu saja, Lang." Shanum kembali ke posisi semula. Menyembunyikan senyumnya dari Elang.
Kilat petir muncul. Guntur bergemuruh di langit. Pertanda hujan akan segera turun malam ini dengan lebatnya. Elang makin merapatkan tubuhnya pada Shanum. Mereka berdua mulai masuk ke alam mimpi bersamaan.
Di tempat lain Ellea sudah terlelap sejak beberapa menit lalu. Padahal teman satu kamarnya tidak nampak batang hidungnya. Shanum sudah tidur di kamar Elang, sementara Lian belum juga masuk ke dalam kamar. Rupanya ia sedang berada di teras bersama Vin. Adi dan Gio malah tertidur di sofa depan TV dengan kondisi TV yang masih menyala. John sudah masuk ke kamarnya sejak tadi. Bahkan sejak beberapa jam lalu. Ia merasa tidak enak badan. Sedangkan Abimanyu masih terjaga. Duduk di pagar balkon lantai dua. Pikirannya berkecamuk. Hatinya tak tenang. Entah mengapa.
"Vin?" Lian menatap lurus ke barisan pepohonan di depan mereka.
"Kenapa?" tanya Vin sambil meneguk kopi buatannya sendiri. Malam ini mereka berdua juga belum bisa tidur.
"Aku merasa ada yang memperhatikan kita di sana," kata Lian antara yakin dan tidak yakin. Vin ikut menatap ke arah yang Lian tunjuk. Ia memincingkan mata, berusaha menangkap pergerakan apa pun yang ada di sana.
Di sisi lain, Abimanyu juga merasakan hal yang sama. Saat melihat ke bawah, di antara rerumbunan pohon di sekitar rumah ini, ia melihat seseorang berlari, tapi tak lama menghilang. Abimanyu beranjak, mengamati sekelilingnya sekali lagi. Anehnya beberapa pohon dan semak bergerak. Seperti ada seseorang di baliknya.
"Serangan!" Suara seseorang seolah berbisik di telinganya. Kini Abi melihat tidak hanya satu, tapi beberapa orang mulai mengendap-endap di bawah pepohonan. Ia segera bergegas keluar kamar. Masuk ke kamar Ellea dan membangunkan gadis itu.
"Apa sih, Biyu?" tanya Ellea malas-malasan. Ia masih mengantuk dan enggan bangun dari pembaringan. "Ada penyusup! Bangun, Ell!" jerit Abimanyu.
Seketika mata Ellea terbuka. Seolah rasa ngantuk nya langsung hilang sirna. "Mana Shanum dan Lian?" tanya Abimanyu yang bergegas keluar kamar. Ellea segera memakai sweeternya dan mengikuti Abi keluar.
"Shanum sepertinya ada di kamar Elang. Tadi aku melihat mereka berjalan bergandengan ke kamar Elang."
"Ya sudah. Kamu ke kamar Elang, aku akan ke kamar Pak John. Paman Adi dan Paman Gio sepertinya tidur di sofa lagi."
"Baik."
Ellea masuk kamar Elang begitu saja. Ia melihat Shanum masih terlelap tidur di pelukan Elang. "Hei! Lang! Bangun! Ada penyusup. Cepatlah bangun!" jerit Ellea, sambil menggoyang-goyang kan tubuh Shanum dan Elang bergantian. Mereka menggeliat dan membuka mata perlahan.
"Ada apa, Ell?" tanya Shanum.
"Ada penyusup. Rumah ini di kepung!" kata Ellea yang melihat dari jendela kamar Elang. Elang segera bangun, ikut melihat ke jendela. "Oh, sial! Mana Abimanyu dan yang lainnya?"
"Biyu sedang membangunkan Pak John."
Elang keluar kamar. Tak lama kembali lagi, menatap Shanum yang hendak ikut keluar bersama Ellea. "Pakai jaketmu, Sun!" suruh Elang dengan menunjuk Shanum, tegas. Lalu kembali berjalan meninggalkan kamar.
"Apa dia bilang? Sun?" tanya Ellea yang takut salah dengar. Shanum hanya tersipu malu.
Abimanyu menepuk lengan John yang masih berbaring. John tidur dengan membelakangi Abi. "Pak John. Bangunlah. Kita diserang. Pak John." Masih berusaha sopan, Abi membangunkan John bahkan sangat pelan sekali. Berbeda dengan Ellea tadi. Karena tak kunjung bangun, Abimanyu kembali menggoyangkan tubuh John sedikit kencang hingga tubuhnya berbalik dan kini terlentang. Namun Abimanyu malah terkejut melihat wajah John yang telah biru. Ia segera mendekat dan memeriksa denyut nadi nya. Tubuh John sudah dingin dan kaku. John sudah meninggal. "Astaga!" Abimanyu menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh pak tua itu. Ia lantas keluar dan bertemu Elang yang memang sedang menyusulnya. "Mana Pak John!?"