webnovel

Benar-benar seperti psikopat.

Tama termenung sendirian di dekat pintu, di luar ruangan tempat mereka yang tersisa tidur. Perkataan Nares tadi terngiang-ngiang di kepalanya, tak menyangka Nares akan mengatakan itu.

"[Kalo Nares percaya sama lo, dia pasti ngerjain task sama lo, bukan sendiri.]" Kata Evan sebelum kematiannya.

"Hhh, Kak Nares begitu karena gue cuma anak angkat di keluarga sepupunya, ya..."

Iya, Tama bukanlah saudara sedarah dari seorang Arjuna Nareswara. Dia hanyalah anak angkat di keluarga sepupunya, yang tak sengaja bertemu di bawah kolong jembatan.

Saat itu, Nares masih SMP kelas satu. Dia pergi ke toko roti milik temannya, namun tak di duga dia malah melihat seorang anak kecil meringkuk kedinginan di atas kardus yang di bentangkan. Wajahnya tirus dan pucat, banyak luka di tubuhnya.

Nares yang tak tega melihat anak kecil itu kedinginan memutuskan untuk membawanya ke rumah om dan tantenya, karena memang rumah mereka yang terdekat.

Iya, Nares sendiri yang membawanya, tanpa ditemani orang tua. Maklum, orang tuanya sibuk kerja.

Om dan tantenya dengan senang hati mengijinkan anak kecil itu yang tak lain adalah Tama untuk tinggal di rumah mereka. Tak hanya itu, mereka mengangkatnya sebagai anak karena mereka belum dikaruniai seorang anak.

Dan sejak saat itu, kehidupan Tama berubah menjadi lebih bahagia. Keluarga Nares menerimanya, Nares juga senang memiliki adik sepupu yang lucu.

Tapi, ada kalanya Nares melarangnya datang ke rumahnya di hari-hari tertentu. Keluarga Nares juga tertutup, dia tidak pernah melihat wajah kedua orang tua pemuda itu. Entahlah, Tama tidak mengerti dan tidak mempermasalahkan itu walaupun penasaran.

"Jangan bengong, nanti kesambet."

Suara terdengar dari ambang pintu. Ah, ternyata Asahi.

"Enggak, Kak..."

Asahi mengernyit, memilih duduk di samping Tama, menemaninya sampai orang yang lebih muda darinya itu berhenti melamun.

Kalau arwahnya Yoshi, Mashiho, Genta, Bara, atau Evan merasukinya kan tidak lucu.

"Mikirin Nares ya?"

"Loh, Kak Asa bisa baca pikiran?"

Asahi terkekeh. "Gak bisa, kelihatan dari mata lo."

Tama bergidik. Berarti Asahi termasuk peka dong?

"Kak Nares udah tidur, lo gak tidur juga?" Tanya Asahi.

"Gak deh, masih pingin di sini."

"Oh, oke... kebetulan gue mau kasih tau sesuatu ke lo."

Ini adalah kejadian langka, seorang Asahi mau memberi tahu sesuatu dan berbicara banyak kata seperti itu? Waw, emejing.

"Kasih tau apa?"

Asahi menunjuk sudut lorong di bagian atas, disana ada cahaya merah berkedip-kedip. "Lo liat cahaya itu?"

Tama menoleh kesana, kemudian mengangguk. "Iya, itu apa?"

Asahi menurunkan tangannya, menatap serius Tama. "Itu kamera cctv."

"Hah? Serius?"

"Iya, ada ruangan khusus untuk mantau semua lorong. Gue awasin kalian semua setelah selesai ngerjain task, dan kayaknya Kak Yoshi sama Mashiho marah ke gue karena gak jujur tentang impostornya."

Untuk yang kedua kalinya, tangan Tama gemetar hebat, persis seperti bersama Evan sebelumnya.

"[Kak Asahi tau? Bahaya...]"

•••

Galaksi kesal. Kenapa dia kebagian kasur di sebelah Acio, sih?! Walaupun berpisah ranjang, tetap saja dia kesal. Kenapa dia harus bersebelahan dengan orang itu? Dasar Aksa, kalau dia tidak lebih tua darinya, pasti dia menolaknya mentah-mentah.

"Tidur, jangan protes," tegur Yetfa karena terganggu dengan suara grasak-grusuk yang diciptakan dari badan Galaksi yang bergerak terus.

"Kenapa gue gak disitu aja sih?" Kesal Galaksi menunjuk kasur kosong di antara Aksa dan Nares.

"Itu tempatnya Tama," jawab Yetfa judes, memilih menghadap ke arah lain.

Galaksi berdecak. "Ck, di sini gerah!"

Sebenarnya Acio mendengar semuanya, tapi dia menahan diri agar tidak membuat keributan. Bisa di usir dia sama si pangeran tidur berkaos ASSC itu.

"Kamu kenapa, Fa? Kedinginan?" Tanya Aksa yang tak sengaja mendengar suara ringisan.

"Iya, tapi gak apa-apa, gue masih bisa tahan," jawab Yetfa dengan senyum terpaksa.

"Oke... saya tidur duluan ya."

Setelah itu hening, Yetfa berusaha tidur namun tak kunjung tidur juga. Matanya memang terpejam, tapi pikirannya kemana-mana.

"Gue tau lo belum tidur," kata Galaksi tiba-tiba.

Yetfa membuka mata, terkejut karena suara berat Galaksi.

"Lo sendiri kenapa belum tidur?"

Galaksi menyamakan posisinya, mendongak menatap langit-langit ruangan. "Di saat begini, cuma orang-orang keturunan putri tidur doang yang bisa tidur."

"Putri tidur itu cuma dongeng," balas Yetfa yang mengedepankan fakta daripada mitos.

"Cuma bercanda, serius amat," kesal Galaksi.

Lalu hening lagi, baik Yetfa maupun Galaksi sama-sama diam, sibuk berpikir. Yang satunya berpikir baik, yang satunya berpikiran buruk. Eh?

"Galaksi, apa alasan lo nuduh Acio?" Tanya Yetfa tiba-tiba.

"Apa lagi? Karena perilakunya lah," jawab Galaksi. "Dia kayak psikopat, selain putusin ekor cicak, dia juga putusin kepalanya dengan cara ditarik. Habis itu kepalanya di tancepin pakai paku ke dinding. Lo bisa liat di dinding reactor."

"Lo liat langsung?"

"Ya iyalah. Gue jalan-jalan di lorong, pas lewat reactor gue liat dia lagi ketawa-tawa. Gue penasaran lah, ya udah gue ngintip, gak taunya lagi putusin dua kepala cicak. Geli."

Duh, kalau begitu ceritanya Yetfa semakin yakin kalau Acio memang impostor. Apalagi clue biru itu, kemeja sekolah Acio ada garis biru di bagian kerah, bagian lengan, dan atas kantungnya.

"Selain Acio, lo curiga siapa lagi?"

"Kak Nares. Aneh aja gitu, masa bukannya ngerjain task malah tidur. Dimana-mana orang mau menang, lah dia malah santai seolah-olah kematian adalah hal yang biasa."

"Bukannya dia juga ngerjain task?"

Galaksi menyeringai kecil. "Heh Kak, di permainan ini bisa aja ada fake task. Hati-hati, kita gak tau siapa yang bener-bener ngerjain task dan siapa yang bukan. Kalau lo mau bukti siapa crewmate dan siapa impostornya, lo harus scan badan di situ, di atas lingkaran abu-abu itu."

"Lo yakin?"

"Yakin. Karena tadi gue sempet liat-liat itu, ada layar hologram kecil di sampingnya. Disana tertulis kalau Kak Evan ngescan badannya dan dia crewmate."

"Butuh waktu lama?"

Galaksi mengedikkan pundak tanda tak tahu. "Entah, gue belum pernah coba."

Yetfa terdiam, perasaan cemas datang menghampirinya. Ini berbahaya...

"[Hmm, informasi yang menarik.]" Batin Aksa yang menguping pembicaraan mereka, tersenyum miring dalam diam, sebelum tidur mengunjungi alam mimpinya.

Next chapter