webnovel

Buku Harian Maryam

Di tempat kerja Maryam, Arya dan Adamma bertemu dengan atasannya langsung. Untuk mengintrogasi kegiatan Maryam sebelum menghilang.

"Perkenalkan saya Arya dan ini rekan saya Adamma," ucap Arya memperkenalkan diri dengan memberi tahu id cardnya.

"Silahkan duduk," pinta Pak Faris mengajak Arya dan Adamma duduk di sofa. "Ada perlu apa kemari?" tanya Pak Faris melihat kedua polisi yang mendatangi kantornya.

"Saya ingin tahu tentang Maryam karyawan anda," jawab Arya.

Adamma bersiap dengan buku dan alat tulisnya, mencatat semua ucapan Pak Faris untuk dijadikan bukti olehnya.

"Oh Maryam yang hilang itu ya?" tanya Pak Faris meyakinkan lagi.

"Iya betul," jawab Arya dengan perasaan tak sabar menunggu cerita dari Pak Faris.

"Maryam, dia itu karyawan yang aneh menurut saya. Dia pendiam dan jarang sekali berkomunikasi dengan pegawai lainnya. Hanya itu yang saya tahu mengenai dia.

"Apa Maryam tidak memiliki musuh di tempat kerjanya?" tanya lagi Arya.

"Kayanya tidak, dia ramah kepada semua orang, tapi ya itu dia sangat tertutup mengenai kehidupan pribadinya," jawab Pak Faris menceritakan yang sebenarnya.

"Baiklah saya permisi, terima kasih atas kerja samanya," ucap Arya berdiri dari duduknya lalu berjabat tangan dengan Pak Faris.

"Terima kasih Pak," ucap Adamma dengan tak sengaja mendengar suara hati Pak Faris yang mengatakan "Dasar karyawan merepotkan." Adamma dengan kesal mengikuti Arya yang keluar dari ruangan Pak Faris.

Di mobil Arya semakin bingung, sambil membaca catatan yang di tulis oleh Adamma.

"Aku harus gimana supaya menemukan titik terang dari kasus ini." Batin Arya mengusap dahinya.

Adamma mendengar suara hati dari Arya, lalu dia memberi ide untuk mengajak Arya kerumah Maryam.

"Bagaimana kalau kita ke rumah Maryam lagi?" tanya Adamma meyakinkan Arya.

"Untuk apa kesana lagi?" tanya balik Arya dengan melihat Adamma.

"Aku yakin kita bisa menemukan sesuatu di sana, apa kamu sudah mengecek kamarnya?" tanya Adamma melihat Arya yang sedang melihatnya.

"Belum, aku tidak kepikiran sampai disana. Saat itu aku hanya menanyakan beberapa pertanyaan kepada orang tuanya.

"Baiklah, sekarang lebih baik kita menuju kesana. Untuk mengecek kamar Maryam. Aku yakin kita bisa menemukan bukti walau sekecil apapun itu," ajak Adamma kepada Arya seniornya.

"Baiklah aku setuju," jawab Arya menyetujui saran dari Adamma.

Arya menyalakan mesin mobilnya, lalu dengan kecepatan tinggi dia melajukan kendaraannya menuju rumah Maryam.

Di sebuah restoran jepang yang sangat tertutup, Pak Wijatmoko mengadakan pertemuan dengan Pak Handoyo dan Jaksa Ilyas.

"Bagaimana kabar kalian?" tanya Pak Wijatmoko kepada Pak Handoyo dan Jaksa Ilyas.

"Sangat baik, Tuan," jawab Pak Handoyo dengan menuangkan arak Jepang di gelas kecil milik Pak Handoyo.

"Saya juga Baik Tuan, ada apa Tuan memanggil kami kesini?" tanya Jaksa Ilyas mulai penasaran.

"Minumlah dulu," pinta Pak Wijatmoko dengan mengangkat cangkir berisi minuman untuk bersulang bersama Pak Handoyo dan Jaksa Ilyas.

Mereka dengan cepat menuangkan minuman pada cangkir milik mereka, untuk bersulang bersama Pak Wijatmoko.

"Tiiiiiiinnnnggggg," suara gelas kecil yang bertemu, lalu mereka minum bersama.

Sehabis minum segelas arak Jepang, mereka melanjutkan makan malam sambil berbincang-bincang bersama.

Di rumah sakit Vincent mengajak Risa untuk makan malam, tapi Risa menolaknya. Suasana hatinya masih sangat berkabung setelah di tinggal pergi rekannya Pak Gunnar.

"Ris, makan malam bersama yuk hari ini," ajak Vincent kepada Risa yang baru saja keluar dari ruangannya.

"Tidaklah, aku ingin langsung pulang saja," jawab Risa berjalan pelan bersama Vincent.

"Jangan bersedih terus, ayolah sekali-kali makan malam denganku," pinta Vincent memaksa Risa.

"Aku juga inginnya begitu, tapi hati ini kan tidak bisa di bohongi," jawab Risa yang masih dalam suasana berkabung.

"Ayolah Ris, kita makan malam bersama. Please!" lirih Vincent memohon kepada Risa.

Dengan terpaksa Risa menerima ajakan Vincent, yang terus memaksanya untuk makan malam bersama.

"Baiklah, terus kita naik mobil siapa?" tanya Risa kepada Vincent.

"Naik mobilku saja, nanti aku antar kamu pulang," jawab Vincent dengan tersenyum sumringah kepada Risa.

Mereka pergi menuju parkiran, untuk mengambil mobil Vincent yang di parkir di halaman belakang rumah sakit.

Tim Pak Saleh sedang sibuk, mereka melakukan tugasnya untuk menangani kasus pembunuhan Pak Gunnar.

"Bagaimana ada kabar baru apa?" tanya Pak Saleh kepada semuak anak buahnya yang sedang duduk melakukan aktifitasnya.

"Belum ada kabar baru Pak," jawab Rio sambil melihat dokumennya.

"Arya sama Adamma belum balik?" tanya Pak saleh yang belum melihat Arya dan Adamma seharian.

"Belum Pak, pasti Arya sedang berusaha keras untuk menemukan buktinya," jawab Rangga yang sedang mengorek kotoran telinganya.

"Jorok sekali kamu, buang ya pada tempatnya," omel Pak Saleh kepada Rangga yang melakukan kebiasaan jorok.

"Baik Pak," jawab Rangga berdiri untuk membuang korek kupingnya.

Malam hari di rumah Maryam, Arya dan Adamma bertemu dengan kedua orang tua Maryam yang sudah sangat tua. Mereka meminta ijin untuk mengecek kedalam kamar Maryam.

"Pak, Bu saya Arya yang kemarin datang," ucap Arya dengan sopan.

"Saya Adamma Pak, Bu rekan dari Arya," ucap Adamma memperkenalkan dirinya.

"Ada apa lagi, apa kalian sudah menemukan Maryam?" tanya Ibu tua yang merindukan putrinya yang hilang.

"Belum Bu, tapi kami akan usahakan yang terbaik," jawab Adamma yang membaca suara hati seorang ibu yang merindukan putrinya.

"Boleh kami melihat kondisi kamar Maryam?" tanya Arya meminta ijin.

"Silahkan, kamar itu belum pernah kita masuki setelah Maryam menghilang, kami selalu berharap Maryam bisa pulang," jawab Bapak Maryam dengan suara yang kurang jelas karna sudah tua.

Kedua orang tua Maryam mengajak Arya dan Adamma ke kamar kecil ukuran 3x4, lalu meninggalkan mereka yang sedang mengecek kamar putrinya. Adamma dan Arya langsung melihat-lihat, semua barang milik Maryam. Arya memulainya dari Lemari, sedangkan Adamma tertuju pada meja kerja Maryam yang terdapat buku diary yang di tulis Maryam setiap hari. Di salah satu tulisannya, ada yang membuat Adamma merasa prihatin terhadao sosok Maryam.

"Tuhan… aku lelah menjalani kehidupan sebagai bawahan yang hina ini, bisakah aku menjadi orang kaya? Setiap hari yang kulakukan hanyalah bekerja dan bekerja, untuk membiayai kehidupan orang tuaku yang renta dan sakit-sakitan, tapi mengapa semua tetangga menghinaku sebagai perawan tua, aku juga ingin memiliki pasangan, tapi apakah ada yang mau denganku yang jelek dan kucel ini?" Adamma membaca buku harian Maryam dalam hatinya.

Adamma bersedih mengetahui kehidupan Maryam yang penuh dengan hinaan dan cacian, membuat dia ingin sekali menemukan Maryam dalam keadaan hidup atau mati.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Next chapter