webnovel

Tidak Mau Mengalah!

"Saya setia kepada tuan muda, saya tidak akan mungkin merahasiakan sesuatu dari Anda."

"Terus kenapa kamu tidak memberitahuku kalau orang tuanya meninggal?"

Suara keras Anthony itu membuat David terdiam.

Setelah beberapa saat, dia membungkuk. "Tuan muda, kalung itu saja tidak mungkin menjelaskan semuanya…"

Anthony memijat pelipis kepalanya dalam keadaan diam.

"Sudah, aku tidak ingin membahasnya lagi!"

David menghela napas dan menutup mulutnya rapat-rapat.

Sedangkan di apartemen, Natalie memutuskan untuk menghabiskan harinya dengan bersih-bersih.

Meski apartemen ini terlihat sangat baru, sepertinya sudah cukup lama tidak dihuni. Dan banyak hal yang terlihat kurang.

Balkon terlihat kosong, dapur kekurangan peralatan meja makan, bahkan ruang tamu hanya berisikan sofa. Sepertinya dia perlu berbenah sedikit.

Sibuk sepanjang pagi, tiba-tiba Natalie mendapatkan telepon dari Nia. Dia mengajak dirinya untuk makan siang bersama.

Setelah makan siang, Nia langsung kembali ke tokonya untuk kembali bekerja.

Ketika dirinya berjalan-jalan, toko-toko baju di Pasar Atom ini menarik perhatian Natalie. Apalagi dia menemukan gaun pesta yang terlihat cantik di salah satu toko.

Ketika memikirkan pesta dansa sekolahnya, dia memang memerlukan gaun pesta untuk menghadirinya.

Setelah memasuki toko, dia langsung berkata pada penjaga toko. "Saya mau mencoba baju ini!"

Gaun pesta tersebut merupakan gaun one piece berwarna merah muda, terlihat sangat fashionable dan segar.

"Harga baju itu 2 juta, apa kamu mampu membelinya?" Dari belakang tiba-tiba terdengar suara dingin.

Memakai kacamata hitam dan membawa tas tangan LV, penampilan Cindy sudah seperti seorang Nyonya dari keluarga kaya. Berpacaran dengan Kenny selama setahun telah membuatnya mendapatkan banyak barang mewah.

Natalie menatapnya dengan dingin. "Memangnya kamu kira aku tidak mampu membelinya?"

"Hahaha, kamu kira kamu itu masih putri satu-satunya dari keluarga Andersen? Mungkin ketika kamu kecil, orang tuamu itu suka memanjakanmu. Tapi sekarang? Mereka sudah mati, siapa memangnya yang bisa membantumu?" Cindy menyeringai dengan lebar.

Natalie tidak ingin meladeninya dan menatap penjaga toko. "Saya ingin mencoba gaun itu!"

"Aku duluan yang melihat gaun itu!" Cindy mengulurkan tangannya dan mencengkeram lengan Natalie. Hari ini dia tidak akan membiarkan Natalie pulang tanpa rasa malu.

"Ini … bajunya tinggal satu!"

"Tentu saja aku tahu kalau bajunya tinggal satu, sudah cepat berikan padaku." Kata Cindy sambil meninggikan nadanya.

Penjaga toko itu sedikit kebingungan.

Natalie menoleh dan menatap Cindy. "Aku datang duluan, baju itu milikku!"

"Jangan dengarkan orang miskin seperti dia, dia hanya datang untuk mencoba bajunya dan berfoto di depan kamera. Bagaimana kalau begini, aku akan menambahkan 200 ribu untuk baju itu!"

Cindy mulai menyerang menggunakan uang.

Natalie menaikan alisnya dan berkata dengan lantang. "Aku akan menambahkan 500 ribu!"

"Kalau begitu aku akan menambahkan 2 juta!" Cindy mengeluarkan segepok uang dari dalam tasnya dan menyusunnya di depan kasir. "Apa kamu bisa mengalahkanku? Ayo coba saja kalau bisa!"

Natalie benar-benar tidak berdaya. Setelah keluar dari rumahnya, dia sudah hampir kehabisan uang. Gaun itu sendiri dia berencana untuk melihatnya terlebih dahulu dan membelinya setelah meminjam uang.

Namun ketika melihat Cindy, entah kenapa dia tidak mau mengalah. Bahkan sekarang harganya sudah naik 2x lipat!

"Baiklah, gaun itu milikmu! Tapi jujur saja, bahumu yang lebar itu tidak cocok memakai gaun ini. Tapi kamu sudah terlanjur membelinya atau kamu akan menelan air ludahmu sendiri?"

Natalie tersenyum, berbalik dan berjalan keluar ke arah pintu.

Ketika Natalie hendak berjalan keluar, tiba-tiba ada kaki yang muncul secara tidak terduga. Hal ini menyebabkan Natalie terjatuh tanpa kendali.

Hal ini terjadi begitu tiba-tiba, Natalie benar-benar tidak siap.

Ketika dia jatuh, dia menabrak manekin dan menghasilkan efek domino. Beberapa manekin itu terjatuh dan menabrak kaca jendela display. Dalam sekejap, kaca-kaca itu berhamburan di lantai.

Ketika dia berdiri, toko baju itu sudah dalam keadaan berantakan.

Tiba-tiba ada rasa menyengat datang dari telapak tangan kanannya, rupanya ada pecahan kaca yang menancap di tangannya.

"Sudah miskin sekarang nyusahin orang lain, memang niat buruk akan mendatangkan hasil yang buruk."

Cindy, yang berdiri di dekat kasir, tertawa ketika melihat Natalie yang tersungkur.

Natalie mengerutkan alisnya dan berkata. "Kamu menyandungku, ini semua salahmu!"

"Mana buktinya? Jangan menuduh sembarangan kalau tidak ada bukti. Ya sudahlah, aku sudah tidak peduli denganmu. Sepertinya kamu masih harus berurusan dengan pihak berwenang!"

Cindy tersenyum bangga dan berjalan keluar. Ketika berjalan, dia mengeluarkan ponselnya dan menelepon. "Hei, hei, coba tebak kejadian baik apa yang barusan aku alami …"

"Cindy, berhenti!"

Natalie hendak mengejarnya tetapi penjaga toko itu bereaksi tepat waktu.

"Maaf tapi kamu tidak bisa pergi. Kamu harus mengganti rugi barang-barang yang rusak atau saya akan memanggil polisi!"

Natalie sedikit tidak terima. "Apa kamu tidak lihat kalau dia sengaja membuatku terjatuh? Seharusnya dia juga bertanggung jawab atas kejadian ini juga!"

"Nona, saya tidak tahu apa yang kamu maksud. Yang saya lihat cuma Anda yang terjatuh dan menghancurkan hampir seluruh toko. Saya sudah melihat orang-orang seperti Anda, menyalahkan orang lain dan ingin kabur dari tanggung jawab. Sebelum saya menghitung semua kerugian, saya ingin Anda memberikan saya 10 juta sebagai jaminan atau saya akan menelepon polisi."

"Aku tidak ingin berdebat denganmu, cepat tunjukan CCTV toko ini." Natalie menunjuk ke kamera yang ada di atas.

"Saya minta maaf tetapi tidak sembarangan orang yang bisa melihat CCTV tersebut. Toko kami menjunjung tinggi privasi dari pelanggan kami, jadi kami tidak memberikannya tanpa alasan yang tepat."

Penjaga toko itu mendengus, dia menatap rendah Natalie yang seakan ingin kabur tersebut.

Selagi dia membersihkan sekaligus menghitung kerugiannya, dia telah memanggil dua satpam agar mencegah Natalie kabur.

Melihat kedua satpam tersebut, Natalie menyadari bahwa keadaan ini sudah semakin rumit.

Apa yang harus dia lakukan?

Jangankan 10 juta, 1 juta saja dia tidak punya.

Ah! Natalie teringat kalau dia mempunyai kartu kredit.

"Coba kartu kreditku ini!" Natalie mengeluarkan kartu kredit tersebut dari dalam dompetnya.

Ketika dia memasuki bangku SMA, ibunya memberikannya kartu tersebut. Kartu itu terdaftar atas nama perusahaan orang tuanya, seharusnya itu cukup untuk mengganti rugi ini semua.

Wajah penjaga toko itu sedikit terkejut. Tetapi pada akhirnya dia mengambil kartu tersebut dan menggeseknya ke mesin.

"Kartu ini sudah diblokir, jangan harap bisa mengelabuiku!"

Diblokir?

Sepertinya Natalie benar-benar sudah meremehkan kerakusan keluarga paman dan bibinya!

Jelas bahwa dia memiliki 50% saham Doxia, berani-beraninya mereka memblokirnya!

Ketika hatinya itu mulai menegang, isi kepalanya mulai berputar-putar. Pada saat seperti ini, ke siapakah dia harus minta tolong?

Tiba-tiba, ponselnya bunyi dan rupanya yang menelepon dirinya adalah Anthony.

Dia menjawab tanpa ragu-ragu.

"Kamu di mana? Aku sudah menunggumu 30 menit, keluyuran ke mana lagi kamu kali ini?" Suara marah Anthony dapat terdengar jelas dari lubang suara telepon.

"Aku sedang ada urusan di luar. Kalau kamu tidak keberatan, malam ini makanlah tanpaku."

Natalie berpikir bahwa Anthony mungkin sedang menunggu dirinya memasak untuknya.

"Memangnya kamu di mana? Kenapa suaramu kecil seperti itu?"

"Aku …" Tiba-tiba suara Natalie tersangkut di tenggorokannya, hal ini membuatnya merasa tidak nyaman.

Jika dia menceritakan masalahnya, apakah dia akan membantunya?

Next chapter