webnovel

Wise of Wisnu

"Sudah cukup Ashura... Jangan membuat dirimu terlihat konyol dihadapan manusia."

Suara seorang Dewa yang familiar muncul begitu saja ditelinga Juan. Kemampuannya memang menurun karena kelelahan, tapi ingatannya masih bisa mengenal suara Wisnu yang sempat ditemuinya beberapa saat lalu.

"Apapun kemampuan yang kau rasakan dari lawanmu, sungguh tidak pantas membuatmu bertarung serius melawan manusia."

Ashura menghentikan serangannya tanpa melepas tatapan yang seolah ingin menghabisi lawan dihadapannya.

"Karena kemampuan lawan, bersyukur Guillotine Fistmu tidak merusak alam ini tanpa sebab yang bijaksana."

Ashura serentak menoleh kearah Wisnu : "Apa?"

.

..

...

Dewa ini muncul disaat yang tepat.

Memang kemampuanku memanipulasi kemampuan siapapun yang berusaha menembus pertarungan ini dengan media penglihatan, pendengaran, sensor sentuhan, aroma, dan indera keenam.

Jadi wajar saja suaranya bisa menembus pengengaran Ashura, karena syarat itu nggak termasuk dalam aktivasi 'Manipulasi'-ku.

Tapi nggak masalah, sepertinya setelah ini akan berjalan normal.

Bagaimanapun yang dilihat, didengar, dirasakan, dan ditangkap bahkan oleh Indera keenam adalah 'Juan'.

Aku tetap berada di 'porsi'-ku sebagai sosok yang 'belum' disadari.

Begitu 'kan, Masriz?

.

..

...

"Sosok yang sebenarnya sudah kelelahan sejak tadi disana, dan kau bertempur seperti Dewa yang kebingungan disini."

Wisnu menunjuk kearah Juan, membuat Ashura semakin bingung.

"Apa pendapatmu tentang ini Wisnu?"

Ashura berusaha menenangkan diri dan mendengarkan Wisnu.

"Kamu harus lebih bijak memilih lawan bertarungmu."

Wisnu berbalik dan meninggalkan Ashura dan Juan.

Ashura mengangguk dan menundukkan pandangannya setelah mendengar ucapan Wisnu dan melihat dampak serangannya yang nyaris merusak alam.

.

..

...

Ya... Aku yakin ini adalah kemampuan Zahal.

Persis ketika Ashura menghantamkan pukulannya, Zahal menangkisnya dan mungkin saat itu ia memanipulasi daya hancur Guillotine Fist agar tidak berbahaya sekaligus membelokkan arah lintasannya.

Sial... Kemampuan Bajingan itu benar-benar jauh setelah semua ini.

.

..

...

"Maaf, apa yang terjadi?"

Sebuah suara mengejutkan Juan. Saat itu sosok Ashura sudah tidak lagi terlihat dan terasa.

"Ah? A... Aku kelelahan. Maaf sebelumnya, siapa anda?"

Juan menjawab pertanyaan dari suara yang didengarnya.

"Namaku Yoke, anda akan saya antar ke Pondok tempat saya belajar."

Kepala Juan pening, ingatannya pulih kembali dan sedikit kemampuannya terasa meluap.

Sekejap Yoke merasa bahwa sosok dihadapannya itu mengeluarkan Aura dahsyat setelah mendengar namanya.

Pemuda dengan pakaian rapi, bersih, putih dan terkesan relijius itu membantu Juan untuk berdiri dan membawanya kearah kerumunan yang mungkin kenalannya.

Benar saja, Yoke terlihat meminta bantuan beberapa remaja untuk mengantar Juan keatas mobil.

.

..

...

"HAHAHAHAHAHA!!! Yah takdir ternyata nggak jauh dari kita ya, Juan?"

Suara tawa Mamba menggelegar.

"Jadi Dewa di Awaland bisa sampai liburan disini ya."

Yoke menyajikan minuman kepada dua tamunya.

"Sosok sepertimu yang menjadi kunci di Awaland ternyata pelajar di lingkungan seperti ini ya, kak Yoke?"

Juan terlihat mengagumi suasana yang ada disekitarnya.

"Lagipula ternyata Mamba juga menyukai lingkungan pendidikan."

Ia melanjutkan ucapannya dan menoleh kearah Mamba.

"Sebetulnya tempat seperti inilah yang kucari, Juan."

Mamba tersenyum sambil melihat pelajar anak-anak berlarian, beberapa pelajar yang lebih tua menghafal di beberapa tempat, remaja tertentu saling berdiskusi dengan buku di tangan mereka masing-masing.

"Dibandingkan dengan Dewa Awaland sepertimu, keberadaanku di Awaland benar-benar nggak berdampak apapun, Juan."

Juan tak menanggapi ucapan Yoke, ingatan yang muncul setelah ia bertemu Yoke membuatnya memilih lebih berhati-hati dalam bicara dan bersikap.

.

..

...

Jadi ini, sosok yang sempat membuat pertarungan melawan Extremus terasa begitu menegangkan.

Kak Yoke, Extremus, dan Zahal adalah sosok yang saat itu sempat mengguncang Awaland.

Pertarungan kami terasa begitu nyata dalam ingatanku, tapi...

Tapi masih banyak sosok yang hilang dalam ingatanku...

Aku harus banyak belajar darinya.

Kak Yoke memiliki kepribadian teguh di Awaland, yang ternyata berasal dari latar belakang seperti ini di dunia nyata.

Dan sepertinya aku harus memaksimalkan potensiku disini.

"Sebentar lagi fajar, aku harus kembali ke Hotel sebelum ada yang curiga, Mamba, kak Yoke."

Kutundukkan kepalaku sebagai bentuk rasa hormat kepada sosok ini.

.

..

...

"Masriz, sampai sekarang aku masih belum pernah bertemu dengan Yoke, sosok di Awaland yang sempat mengacaukan pertarungan Extremus dengan Zahal."

Nova menantikan jawaban dari sosok didepannya, sementara dua sosok yang sempat muncul ketika Juan datang juga kini terlihat duduk bersama mereka, termasuk Dokter Eghar dan beberapa sosok pemuda dan beberapa cewek remaja.

"Eh... Yoke itu yang mana ya? Yang kuingat cuma Zahal yang berhasil membunuh Icol ini..."

Seorang Pemuda berperawakan tinggi, kurus menyela ucapan Nova.

"Sayangnya karena Masriz yang jadi Dewa sebelum Juan, aturan Questnya membuat Tony muncul setelah aku terbunuh, padahal aslinya disana belum tentu aku kalah sama Tony."

Sosok pendiam yang sebelumnya melambaikan tangan kepada Juan saat kedatangannya ketempat ini kini membuka mulut.

"Ya, Tony sebagai Extremus memang kuarahkan sebagai sosok 'Dominan' yang mewakili gulungan 'Domination', sedangkan Icol sebagai Vilxliv adalah sosok 'Abadi' mewakili 'Reincarnation'."

Masriz menjawab pertanyaan Tony dan Icol.

Nova tidak terlihat puas karena Masriz belum menjawab pertanyaannya.

"Ya, lagipula Masriz bisa menjadi Dewa karena menyalahi aturan, sebetulnya 'kan aku yang jadi Dewa."

Nova menyindir Masriz dan membuat seisi ruangan tertawa.

"Benar juga, jadi Nostalgia! Secara 'Tehnik', Nova yang merubah namanya jadi 'Louise' sebagai pemegang 'Manipulation' sebelum Zahal bisa mengimbangi pertarungan melawan 'Extremus dan Vilxliv'.

Tapi strategi Masriz untuk melakukan 'Kudeta' ketika Louise menjadi Dewa Awaland sampai merubah Quest yang menyebabkan Extremus hanya bisa muncul setelah tanda-tanda tertentu juga menjadi bagian menarik dari skenario ini ya."

Dokter Eghar ikut mengomentari percakapan mereka.

"Sudah-sudah, itu semua sudah berlalu, lagipula kini peran utama sudah beralih ke 'Mereka' bertiga..."

Ucapan Masriz menutup pertemuan mereka, setelahnya ia beranjak menyisakan orang-orang misterius dengan wajah serius mengartikan makna dari ucapan sosok itu.

.

..

...

"Kali ini targetmu adalah dia ya, Soraya?"

Surya bersama beberapa personil Militer mengawal Soraya yang berjalan dengan tegap dan tegas.

"Koki ternama yang setelah kusebutkan namanya lalu ingatanmu muncul karena ia sempat menjadi anggota timmu, Soraya?"

"Ya, aku akan memastikan kemampuannya, info pencarianmu cukup berguna, dan aku ingin mencari sisa anggota timku di Awaland lainnya."

Soraya berjalan masuk kedalam suatu Restoran yang cukup banyak dikunjungi pelanggan.

"Selamat malam, bisa antar aku menemui koki bernama Naraka?"

Suara Soraya mengejutkan seluruh Pelanggan yang merasa terganggu karenanya.

.

..

...

"Jadi ingatanku tentang Brunott sudah kembali dan membuatku sampai dirawat disini ya?"

Tamasha terbangun melihat sekeliling.

"Selain adiknya Juan, sepertinya aku mengenal gadis remaja ini."

Ia melihat kearah Rebella yang berbaring di ranjang disebelah ranjangnya.

.

..

...

"Kemana sih Zahal saat seperti ini!"

Suara seorang gadis menggelegar keseluruh penjuru sekolah.

Seluruh Pelajar tunduk dan gemetar mendengar suara gadis itu.

Para guru hanya bisa melihat dari ruang guru yang berada di lantai tiga, kejadian di lapangan basket dimana gadis berkacamata dengan potongan rambut kelabang dikedua sisi.

"Lagi-lagi Samarinda mengumpulkan seluruh Pelajar dan memarahi mereka..."

Terjadi diskusi didalam ruang guru.

"Sebagai Ketua Osis, Wibawa Samarinda benar-benar bisa menjaga pelajar agar lebih berhati-hati dalam bersikap."

Seorang guru wanita memuji sosok yang menjadi pembicaraan didalam sana.

"Berbeda dengan adik sepupunya yang sering keluar jam pelajaran ya, si... siapa sih namanya?"

Seorang guru paruh baya menanggapi ucapan sebelumnya.

"Zahal, ya... Zahal memang agak acuh dengan guru dan pelajaran, walaupun berprestasi tapi sikapnya yang seenaknya bisa menjatuhkan nama baik sekolah kita."

Pendapat guru yang masih muda dan terlihat tampan itu membuat beberapa guru menyetujui pendapatnya.

"Sebagai Guru Bimbingan Karir atau BK, saya tetap percaya dengan Zahal, karena bimbingan dan pendidikan masih dibutuhkan dalam usia seperti mereka."

Seorang sosok yang tak asing berusaha membela Zahal ditengah orang-orang yang mencemoohnya.

"Pak Masriz memang selalu membela siswa bermasalah, anda terlalu lembek pak!"

Seorang wanita tua mengeluarkan suara yang tegas dan lantang dihadapan Masriz.

"Sudah-sudah hadirin sekalian, sebaiknya kita tidak terlalu terbawa suasana dalam menanggapi perbedaan karakter siswa, ya."

Sosok pria baya berambut putih berjalan melewati guru-guru yang masih duduk ditempatnya masing-masing. Namun dari sikap para guru yang tiba-tiba tenang menunjukkan betapa berwibawanya sosok itu.

"Terimakasih, pak Kepala Sekolah."

Masriz merunduk memberi hormat dan kembali keruangan BK.

.

..

...

Disebuah ruangan tersembunyi ditingkat paling bawah bangunan di Amerika.

"Siapa lagi yang berani menantang juara bertahan kita?!"

Terdengar suara menggelegar dari pengeras suara yang memeriahkan suasana didalam ruangan yang dipenuhi penonton dipinggir Ring Duel.

"Saberio memang mengerikan! Jika ia bertarung melawan target yang lemah, ia akan membuatnya pingsan dalam satu kali pukulan. Dan ketika melawan target yang kuat dan terkenal, lawannya akan mati dalam satu pukulan!"

Seorang penonton berbisik.

Ditengah ring berdiri seorang pria bertubuh kekar, berambut panjang bergelombang. Pandangan mata yang dingin dan buas tersembunyi dibalik tudung yang menutupi kepalanya.

Sosok berbahaya yang entah mungkin akan menjadi penentu diantara pihak-pihak yang saling berseteru.

.

..

...

"Dengarlah, Bali kedatangan tamu yang mengejutkan!"

Ganesha berdiri ditengah ruangan tak berujung dengan cahaya silau yang tenang.

Beberapa sosok yang mengelilingi tempat itu dengan keberadaan yang terasa menenangkan dan berwibawa melihat kearah Ganesha.

"Ashura yang mengantarnya berkeliling ya?"

Seorang Dewi menanggapi ucapan Ganesha.

Terjadi obrolan santai ditempat yang damai itu.

.

..

...

"Bali tidak memberi kabar, namun sudah dipastikan bahwa sumber energi yang perlahan-lahan menguat muncul disana."

Seorang Dewi berdiri ditengah barisan para Dewa-Dewi. Diujung sana berdiri sosok yang tak asing, Zeus.

"Terima kasih laporanmu, Athena."

Zeus menanggapi ucapan Dewi tersebut.

.

..

...

"Kejadian di Indonesia, tepatnya di Surabaya, benar-benar tak terduga dan sebuah hal memalukan bagi Dewa seperti kita."

Sebuah sosok berdiri dihadapan para Dewa yang berlutut menunduk.

"Thor, ceritakan padaku secara detail pendapatmu tentang Manusia Dewa yang kau hadapi di Indonesia!"

Sosok itu membuat Thor berdiri dengan tegas dan sigap.

"Baik Ayah... Maksudku, Tuan Odin..."

.

..

...

"Enak ya wisata ke negeri yang sejuk seperti Indonesia."

Seorang Dewi menyapa Dewa bersosok Jackal yang lewat dihadapannya.

"Masuklah Isis, kita perlu berdiskusi dengan seluruh Dewa, kejadian di Indonesia tidak bisa diabaikan."

Anubis berjalan masuk diikuti Dewi yang dipanggil Isis olehnya itu.

.

..

...

"Sepuluh... Sebelas... Dua belas... hmmm...."

Seorang anak kecil menutup matanya, sementara beberapa remaja berlari dan bergegas untuk bersembunyi.

"Baiklah, siapa yang kutemukan lebih dulu akan kubunuh ya!"

Pera remaja itu tak menganggap ucapan anak kecil itu sebagai gurauan, mereka seperti mangsa yang berlindung dari pemangsa.

"Bayi menakutkan juga ya kalo kebetulan jadi 'Predator'..."

"Ya, untung kita bisa menjauh dalam 10 detik!"

Dua orang anak saling berbisik didalam sebuah pipa besar yang gelap.

CRASSS...

Darah mengalir, seorang anak terbelalak.

"Nah, Deny mati karena aku menemukannya lebih dulu ya!"

Wajah dan senyuman yang menakutkan tersirat dari anak kecil itu.

"Berarti Dony yang berada di lokasi terdekat yang jadi 'Predator' sekarang!"

Anak kecil itu bersorak, sementara teman-teman yang lain menunjukkan ekspresi lega.

.

..

...

Beberapa armada bus berjalan dipinggir pantai, didalamnya siswa dan beberapa guru bernyanyi menikmati pagi yang cerah itu.

"Untung kamu nggak telat, Juan!"

Sena membuka obrolan dengan Juan yang berada disebelahnya.

"Iya lho! Coba Juan satu kamar sama aku, pasti nggak bakal telat deh!"

Vera terlihat menggoda Juan.

Mereka semua tertawa, Juan menanggapinya dengan senyum bijak, ia menyandarkan kepala dan bergumam dalam hati yang tak mungkin didengar siapapun.

'Kak Yoke, untuk menguak semuanya aku harus banyak belajar darinya!'

Next chapter