webnovel

Lawan dan Kawan

Tamasha akhirnya kembali pulang dan pergi meninggalkanku dan Leon.

Dokter masuk ke dalam ruangan dan menjelaskan kondisi Leon padaku.

Dokter menjelaskan bahwa Leon tak mengalami luka fatal. Darah yang mengalir juga tak sampai membuat efek yang berdampak buruk. Menurutnya besok Leon sudah bisa kembali ke rumah dan beraktifitas seperti biasa.

Setelah Dokter keluar, seseorang menahan pintu tersebut dan masuk kedalam ruangan kami.

Sepertinya aku pernah bertemu dengannya.

"Hai, Juan, masih ingat?"

Bentuk wajah dan rambutnya, jadi dia sosok yang mengantarku dengan Ambulans.

"Anda yang membantuku dan Leon dengan memanggil Ambulans?"

Semangatku kembali memuncak.

Setelah kejadian buruk tadi, pertanyaan demi pertanyaan terjawab.

"Hanya itu? Tidak ingat yang lain lagi?"

Waduh, benar juga, sepertinya aku pernah melihat wajahnya...

"Namaku Nova, kenalan Masriz."

Oh, iya! Dia yang membantuku untuk terapi setelah terbangun dari tidur panjangku.

"U...uh maaf, aku kurang pandai mengingat orang asing..."

Pria bernama Nova itu tersenyum.

"Barusan sepertinya Tamasha mempercayaimu untuk bekerja sama, dan aku tak bisa tinggal diam jika dua orang seperti kalian sudah bekerja sama."

Aneh juga, ada yang tidak kupahami.

"Maaf, ketika Tamasha mengucapkan namanya, beberapa bayangan ingatanku mendadak muncul, tapi saat Masriz dan anda mengucapkan nama, tidak terjadi apapun."

Benar, ini adalah kesempatan yang bagus untuk bertanya sebanyak-banyaknya.

"Ketika terlibat di dalam Awaland, nama yang kugunakan bukan Nova."

Ia duduk dengan tenang disebelahku. Entah kenapa Nova ini adalah sosok yang membawa ketenangan, seperti Tamasha, dan juga cowok berpakaian serba hitam yang kutemui di toilet itu.

"Lalu siapa nama yang anda gunakan di Awaland?"

Dengan wajah serius dan niat sepenuh hati, kutanyakan hal sepele itu kepadanya. Barangkali aku bisa mengingat sesuatu dari situ.

"Tidak perlu terburu-buru Juan. Alangkah baiknya kau menjalani kehidupan sehari-harimu tanpa perlu melibatkan semua hal yang berkaitan dengan Awaland."

Hatiku terasa kosong.

Itu adalah ucapan yang menenangkan.

Setelah puluhan pertanyaan dan ratusan usaha yang kulakukan untuk mengejar ingatan dalam Awaland, pernyataan Nova barusan membuatku tenang sejenak.

"Yang perlu kau lakukan hanya menghindari perseteruan, memperbanyak pertemanan, dan melanjutkan impian."

Woah....

Silau sekali!

Keren!

Sebelumnya aku melupakan itu.

Bila kuingat-ingat lagi, belakangan prestasiku membaik karena aku paham bagaimana cara memperbaiki keseharianku.

Tapi setiap kali aku teringat dengan Awaland, tujuanku berubah.

Seharusnya aku tetap fokus pada masa depanku.

"Nah Juan, kejadian ini mungkin sedikit banyak berhubungan dengan orang-orang yang terlibat di Awaland. Tapi, jika kau berniat melepaskan diri dari itu semua, aku yakin tidak akan sesulit mengejar apa yang belum pasti terkait dengan Awaland."

Nova beranjak dari sofa, aku terdiam sesaat, tunggu! A... Aku...

Kenapa aku jadi bingung? Nova benar, tapi kenapa ketika ia akan pergi aku merasa kehilangan pegangan?

"Tenangkan dirimu, jalani keseharianmu, tingkatkan kewaspadaanmu, dan lanjutkan impianmu."

Sebelum menghilang karena keluar dari pintu, Nova mengucapkan saran yang berarti namun berat untuk kutepati.

"T... Tung... Nova tunggu!!!"

Berusaha bergegas mengejarnya malah membuat beberapa luka ditubuhku terasa perih.

.

..

...

"Kak, ayo pulang..."

Leon yang barusan terbangun tiba-tiba mengajak untuk pulang.

Wajahnya masih segar walaupun luka terlihat di beberapa bagian.

"Kita masih bisa disini sampai besok dek, makan dulu terus lanjutkan minum obat dan istirahat."

Hidangan yang disajikan perawat kusuguhkan padanya.

"Aku cuma jatuh biasa, tapi dikasih makan kayak orang sakit kanker..."

Kami berdua tertawa ringan, sungguh bersyukur Leon bisa kembali seperti sebelumnya.

"Kak, kalo kamu nangis gara-gara aku jatuh tadi, itu tandanya kamu lemah, lebih lemah dariku..."

Aku melemparkan botol kosong yang tadi disuguhkan Tamasha kearah Leon : "Bangke! Bisa-bisanya ngomong gitu! Aku nggak bakal nangisin kamu apapun yang terjadi!"

Leon tertawa terbahak-bahak, tapi...

Tapi aku bohong... Jangan sampai sesuatu terjadi lagi padanya.

Jika Tuhan mendengar doaku, kuharap kata-kataku barusan tidak terjadi sampai kapanpun!

.

..

...

Ruangan ber-AC membuatku buru-buru meninggalkan ruangan Leon dan mencari toilet.

Didalam toilet ada 5 unit Urinoir, seseorang menggunakan satu unit dipojok.

Seorang Pria mengenakan Jaket Hoodie, Celana Cargo, sepatu sports, dan sarung tangan yang semuanya berwarna putih. Tangan kirinya sepertinya menggenggam Handphone dan sedang terhubung dengan orang lain.

"Baiklah, sayangnya target masih hidup, walaupun adiknya terluka cukup parah."

Seketika itu aku merasa yang dimaksud olehnya adalah aku dan Leon, seluruh emosiku memuncak. Kupercepat langkahku, aku melayangkan kedua tangan untuk menggapainya dengan cepat dan kudorong.

Ia bergerak begitu cepat menghindariku dan tiba-tiba tubuhku terjatuh, kedua tanganku terkunci dan ia menduduki punggungku sambil mengunci kedua lenganku.

"Jiahahahaha! Hei, Juan! Ingatlah, bahwa kali ini banyak yang membantumu! Namun kau harus sadar bahwa aku lebih berpengalaman dan dapat dengan mudah menghabisimu dan adikmu!"

Sial, aku tak dapat bergerak. Ia juga menekan leherku hingga membuatku tak dapat mengucapkan apapun.

"Dan kau juga harus ingat, Pierre... Jika kau bertindak sembarangan, aku akan menjadi yang pertama menghabisimu..."

.

..

...

Kilatan cahaya menyambar dan membuat tubuhku tak bisa bergerak.

Dalam sekejap beberapa bayangan kejadian muncul didalam kepalaku.

Pierre...

Dia, adalah Calon Dewa yang ketika itu muncul saat aku menggunakan kemampuan Transparasi milikku disuatu pertarungan. Dan pada saat itu Tamasha dan beberapa orang lain ada disana.

.

..

...

'Ugh!'

Aku terjerembab di toilet.

Barusan bukannya seseorang bernama...

Ugh...

Ketika berusaha mengingat namanya kepalaku jadi pusing.

Tadi seorang pria yang sepertinya berniat mencelakakanku dan Leon berhasil menjatuhkanku, namun ketika orang lain datang dan menyebut namanya, tiba-tiba kilasan ingatan di Awaland muncul.

Setelah itu pria tadi menghilang entah kemana.

Aku bangkit untuk meneruskan tujuanku... kencing...

Ketika muncul orang-orang yang membantuku, disaar yang sama muncul pula orang yang berniat mencelakakanku.

Sialnya dia mengancamku dengan menjadikan Leon sebagai korban!

Sungguh, jika sesuatu terjadi terhadap Leon, akan kukejar pria itu sampai dapat!

Setelah keluar dari toilet, aku terkejut dengan para pelajar SMA yang berjaga didepan ruangan Leon.

"Keren sekali... Siapapun yang berada dibalik mereka, aku berhutang budi padanya..."

Aku bergegas berjalan kearah mereka.

"Kakak semua sudah membantu kami mulai dari dijalan tadi, aku dan Leon nggak bisa membalas dan menyuguhkan apa-apa."

Mereka menoleh kearahku, kuharap dengan sedikit percakapan bisa membuatku mengetahui siapa yang membuat mereka membantuku.

"Nggak masalah dek, teman kami menyuruh kami membantumu."

"Nggak usah malu, kami hanya membantu sesuai apa yang diminta olehnya."

"Hahaha, lagian dia nggak ramah kayak kamu... Ugh..."

Mereka menanggapiku bergantian, namun kakak yang terakhir bicara itu tersedak karena temannya mungkin tidak ingin mendengar kata-kata yang nggak perlu.

"Ngomong-ngomong, namaku Juan, sekali lagi terima kasih untuk kak...?"

Setelah menyebutkan namaku, aku yakin mereka akan memperkenalkan diri satu-persatu.

Jika ini berhasil, ketika ada salah satu dari mereka menyebutkan nama dan kebetulan mereka juga terlibat dengan ini semua, ingatanku akan bertambah.

"Namaku Dito!"

"Berry!"

"Hendra!"

"Jonny!"

Hmm... Berhasil membuat mereka menyebutkan nama, tapi tak satupun yang berkaitan tentang Awaland.

"Oh, iya, siapa teman terkuat dan paling menakutkan di sekolah kalian kak?"

Pasti ini akan berhasil!

"Aku!!!"

Mereka serempak mengakui diri mereka sebagai yang terkuat...

Rupanya sulit mengorek identitas orang yang ada dibalik mereka.

"Baiklah, jika kakak semua merupakan yang terkuat, aku dan adikku sangat berterima kasih! Kami beruntung dan merasa sangat terbantu!"

.

..

...

Leon tertidur.

Waktu menunjukkan sudah jam 11 malam.

Aku sendiri sudah sangat kelelahan.

.

..

...

Tamasha menggunakan handuk untuk menyelimuti tubuhnya.

Sedangkan Pria yang tadi berada di toilet juga sekarang ada disini.

Keduanya tampak beberapa tahun lebih muda.

Ada beberapa orang lain yang samar-samar

Mereka tidak menyadariku karena aku mengaktifkan 'Transparation'

.

..

...

Hah... hahh... hah...

Embun menetes diluar kaca jendela.

Aku melihat jam dinding yang menunjukkan jam 4 pagi.

Mimpi yang singkat itu benar-benar menguras tenaga.

Jika semua orang yang belakangan kutemui ini benar, maka kejadian yang kualami dalam ingatanku adalah satu dari 3 hari di Awaland.

Beranjak dari sofa, aku melihat diriku dicermin yang ada di hadapan kasur Leon.

"Aku akan melatih kemampuan 'Transparasi' milikku lagi."

.

..

...

Kami berdua keluar dari klinik.

Lagi-lagi beberapa Pelajar SMA mengawal kami.

Leon yang merasa heran hanya bisa melempar pandangan aneh kepadaku.

Sebuah mobil mewah merapat kearah kami.

"Sepeda motor kalian akan diantar kerumah. Sementara itu kalian akan kuantar pulang dengan mobilku."

Wow! Tamasha muncul dibalik kaca mobil mewah itu, Sopir pribadi miliknya membukakan pintu untuk kami berdua.

Beberapa Pelajar SMA membantu kami masuk kedalam mobil.

"Juan, tadi malam seorang pria yang kami kenal dulunya sebagai salah seorang 'pesaing kita' kudengar menghampirimu dan menyampaikan salam."

Suara Tamasha terdengar lirih, namun raut wajahnya sangat serius dan dingin.

"Mulai sekarang, kita harus bersiap dengan segala kemungkinan terburuk..."

Kalimat yang barusan diucapkannya membuatku merinding. Aku menoleh kearah Leon yang merasa sama sekali tak memahami perkataan Tamasha.

"Mbak... Kakakku ini memang merepotkan. Tapi aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk melindunginya."

Senyuman Leon itu tak seharusnya untukku.

Ia mungkin bercanda, tapi ...

"Bodoh! Akulah yang akan melindungimu! Camkan itu baik-baik!"

Kenapa denganku?

Ada apa dengan suaraku yang bergetar?

"AKU!!!"

Hey, wahai aku, berhentilah!

"AKU NGGAK AKAN MEMBIARKAN SIAPAPUN MENYENTUHMU!!!"

Jantungku seperti mau copot...

Kenapa begitu berat mengucapkannya...

Kenapa rasanya akan menjadi sesuatu yang mustahil kulakukan?

"Arnold! Awas!"

Mobil yang kami tumpangi berbalik arah dengan cepat!

Sebuah Truk nyaris menabrak kami!

BRUAKKK!!!

Truk tersebut menabrak pinggiran jalan!

Dari belakang muncul banyak pengemudi sepeda motor menggunakan seragam SMA.

Sebagian dari mereka melaju kearah Truk tadi, sebagian lagi menghampiri kami

"Tetaplah mengemudikan Mobil kalian! Kami akan memblokir akses jalan yang akan kalian lewati!"

Benar-benar tidak kusangka kami akan mengalami hal ini.

Tapi, ini adalah ujian dari kesungguhanku!

"Tamasha, turunkan aku disini!"

"Akulah yang mereka incar! Biar aku yang mengejar mereka! Tak akan kubiarkan mereka mempermainkan keluargaku!"

BUAKKK!!!

Sebuah bantal duduk yang ada dimobil ini menghantam wajahku.

"L...Leon..."

Wajahnya berubah... Bantal barusan dilemparkannya untuk menenangkanku.

"Tenanglah kak... Kita sudah bukan anak-anak lagi."

Suasana disekitar kami berubah.

Sikapku terasa begitu konyol.

Tamasha dan Leon membuat suasana disekitar kami menjadi lebih tenang tanpa membuat kami menurunkan kewaspadaan.

"Lanjutkan perjalanannya, Arnold."

Tamasha memberi sopirnya perintah.

"Ketika nama Pierre muncul, banyak ingatan yang kembali kepadaku."

"Pierre adalah salah satu kandidat terkuat saat itu. Dan dia tidak pernah bisa menyamaiku karena strategiku"

"Tapi di dunia ini berbeda."

"Latar belakang yang kita miliki akan menentukan apakah kita sanggup bertahan hidup atau tidak."

"Kemampuan yang kita dapat dari 'Permainan itu' bertabrakan dengan Hukum Fisika dan Dimensi dunia nyata kita."

"Bahkan kemampuan Gratifikasi yang bisa kugunakan dengan bebas di Awaland, tidak banyak membantu di dunia ini."

Ia menyampaikan semuanya dengan tenang walaupun sedang menceritakan kelemahannya. Bisa dibilang ia tidak menunjukkan kelengahan sedikitpun walau membicarakan kekurangannya.

Cih...

Apa saja yang kualami disana selama 3 tahun, maksudku, 3 hari di Awaland?

Kenapa bisa terjadi perbedaan mental yang begitu jauh diantara kami?

"Ketika menyelidiki latar belakang Pierre, aku yakin kita tidak akan bisa bertahan lama jika hanya mengandalkan kerjasama seperti ini."

"Kita harus menemukan pesaing lain sebelum Pierre bersekutu dengan mereka!"

Kenapa jadi begini?

Ucapan Nova kemarin sempat menenangkanku.

Tapi kenapa semua malah menjadi sekacau ini?

Next chapter