webnovel

Semakin Lembut

Selesai bicara dengan ayahnya, Darren kembali ke kamar dengan tampang lesu. Kevin sedang bersantai-santai di ranjang heran melihat raut wajah Darren. Dia agak takut dan khawatir, apa jangan-jangan kakak iparnya mencoba untuk memisahkan mereka lagi? Mungkin Darren memahami apa yang dipikirkan Kevin, wajahnya tersenyum pahit lalu berkata, "Tugas keluar kota lagi...Kali ini ke Jogja. Pembukaan kantor cabang Perusahaan Batik." Setelah mendengar penjelasan Darren, Kevin mengangguk pelan. Dia ingat mengenai pembukaan kantor cabang itu, sudah dipersiapkan sejak setengah tahun yang lalu. Kakaknya yang bertanggung jawab selama ini, tapi Kevin teringat akan kakaknya yang sedang hamil. Wajar saja jika Darren yang pergi.

Darren naik ke ranjang lalu menggenggam tangan Kevin, "Mungkin akan pergi selama 1 bulan lebih. Papa bilang 1 bulan saja cukup, tapi aku rasa harus lebih lama." Kevin menarik Darren ke dalam pelukannya, "Aku di sini baik-baik saja. Tidak masalah. Pergilah, untuk sementara fokus pada pekerjaanmu."

Darren seakan teringat akan sesuatu, "Kamu juga! Jangan terlalu memaksakan diri. Kamu baru sembuh sebulanan, jangan terburu-buru."

Malam itu mereka tidur sambil bergandengan, tenang sekali.

....

Jarak memiliki keindahannya tersendiri. Sebelumnya, meski mereka telah melewati banyak hari penuh kemesraan, tetapi ada ganjalan dalam hati masing-masing. Takut mengakui perasaan adalah alasan utamanya, tetapi kini mereka sudah saling memahami perasaan satu sama lain. Hari-hari mereka diisi dengan aroma khas remaja kasmaran.

Tiap pagi diawali dengan video call, semalam apapun Kevin tidur, dia akan tetap membangunkan Darren tepat pukul 7 pagi. Sama seperti hari ini, sudah dua minggu lebih Darren berangkat ke Jogja dan menjadi rutinitas bagi Kevin meneleponnya.

Kevin : "Pagi... Kok gak nyalain video call nya?"

Darren : "Aku sudah di mobil, mau ke kantor. Hari ini ada rapat penting sebelum pembukaan besok."

Kevin : "Oh baiklah, aku juga mau siap-siap berangkat ke rumah sakit. Bye... Love You."

Entah sejak kapan, mulut Kevin jadi semakin manis! Dulu meski mereka tidur mesra selama satu tahun, kata-kata cinta macam ini tidak pernah terucap di saat keseharian mereka. Kata cinta cuma muncul ketika mereka berada di atas ranjang dan berada dalam nikmatnya klimaks percintaan.

Darren : "Hm.... bye."

"Ermmm..... Love you nya mana?" Tanya Kevin nakal. Darren berbicara dengan suara malu-malu, "Di mobil ada orang lain."

Adi yang berada di sampingnya dapat melihat wajah Darren yang merah merona. Setelah Darren menutup teleponnya, dia bicara dengan kalimat menggoda, "Waduh... ada yang lagi kasmaran ini!"

Darren hanya memandangnya dengan pandangan dingin, lalu kembali fokus pada ponselnya.

.....

Malamnya, Kevin teringat ucapan dokter pagi tadi yang mengatakan dia boleh mencoba untuk berdiri di ranjang. Kevin mencoba untuk duduk, lalu tangannya menopang tembok di belakang ranjang. Lalu dia berusaha untuk berdiri, tetapi dia baru berjongkok saja sudah cukup membuat kakinya terasa sakit. Kevin tidak ingin menyerah, meski wajahnya telah dibanjiri keringat dingin tetapi Kevin terus berusaha untuk berdiri. Dan benar saja, tak lama kemudian dia berhasil berdiri.

Sayangnya hal itu tidak bertahan lebih dari tiga detik, dan dia sudah ambruk di ranjang. Kevin meringis kesakitan sampai meneteskan air mata. Bersamaan dengan itu, masuk video call dari Darren. Biasanya mereka selalu video call setiap malam. Tetapi Kevin tidak mengangkatnya, dia tidak ingin Darren melihat kondisinya yang menyedihkan.

Darren bingung kenapa Kevin tak mengangkat teleponnya, lalu dia melihat jam. Aneh sekali baru jam sembilan, apa sedang mandi ya? Pikir Darren. Memikirkan tentang mandi, Darren teringat saat Kevin terjatuh di kamar mandi. Lalu dia segera mencari nomor telepon Maminya, baru akan menelepon Mami Melin tiba-tiba Kevin meneleponnya.

Darren segera menangkatnya, "Kenapa dari tadi gak angkat telepon?". Kevin menjawab pertanyaan Darren sambil menahan rasa sakit, "Aku baru mandi. Tumben baru jam 9 sudah telepon. Biasanya jam 10-11 baru sempat telepon."

Darren : "Ini masih istirahat dari rapat! Kami semua baru selesai makan malam."

Kevin : "Jam berapa selesai?"

Darren : "Jam 12. Paling telat jam 12! Gak sanggup kalau lebih telat lagi. Kamu seharian ini gimana?"

Kevin yang kesakitan sudah tidak sanggup berbincang lagi, "Aku agak lelah. Aku tidur dulu ya... Nite!". Darren masih keheranan melihat Kevin menutup telepon secepat itu. Tetapi dia tidak sempat merenungkan apa yang terjadi pada Kevin karena Asistennya Adi sudah memanggilnya untuk rapat.

Sementara Kevin meringkuk kesakitan karena terjatuh. Rasa sakit terparah ada di pergelangan kakinya. Sepertinya kaki Kevin belum kuat menopang berat tubuhnya. "Coba sepuluh kali lagi, sesakit apapun harus ditahan!" pikir Kevin. Sekali demi sekali dari mencoba berdiri dan terjatuh, malam gelap itu menjadi saksi bisu tentang rasa sakitnya. Antara peluh dan air mata membasahi wajahnya. Tetapi Kevin tidak mau kalah dengan kenyataan, dia ingin bisa berdiri lagi. Kevin memiliki banyak sifat buruk namun satu-satu keunggulannya adalah dia tidak takut berusaha demi mencapai tujuannya.

...

Satu bulan lebih 10 hari dan Darren akhirnya kembali. Sesampainya di rumah dia hanya disambut Mami Melin, "Mam... Kevin dimana?" Mami Melin yang sedang sibuk di dapur hanya menunjuk ke arah kamar.

Darren bergegas masuk dan melihat pemandangan yang tidak akan dilupakannya seumur hidup. Seorang pria mengenakan kemeja putih berdiri di depan jendela, sinar matahari sore seolah menyelimuti tubuhnya dengan lembut. Darren berjalan pelan ke arahnya, semakin dekat semakin terlihat jelas keringat membasahi dahi pria itu. Dia bahagia sekaligus miris melihat kondisi Kevin. Sampai di depan Kevin, dia menuntunnya kembali ke kursi roda, "Bukankah aku sudah bilang jangan memaksakan dirimu?!"

Suara bentakan Darren membuat Kevin terkejut dan sedih, "Kenapa kamu marah? Aku memang sudah bisa berdiri dan aku ingin memberi kejutan padamu" Dia pikir Darren akan bahagia melihatnya sudah bisa berdiri.

Darren : "Jangan jadikan hal yang berbahaya menjadi kejutan! Kamu itu baru sembuh 2 bulan lebih! Apa kamu sendiri sadar separah apa lukamu?"

Kevin hanya berbicara dengan dingin, "Aku yang paling mengerti tentang separah apa kondisiku." Lalu dia mendorong kursi rodanya dan keluar dari kamar.

Darren menghela napas panjang, dia hanya khawatir Kevin terlalu memaksakan diri dan terluka lagi. Kemudian Darren mengeluarkan hadiah dari kopernya dan menyusul Kevin ke luar.

Sementara di ruang tv, Kevin kesal sekali. Lagi-lagi Darren membentaknya, dia pikir Darren akan bahagia melihatnya bisa berdiri sendiri.

Darren menjulurkan sebuah kotak jam tangan mahal sambil berkata, "Aku barusan benar-benar shock!" Kevin hanya melirik kotak itu sekilas lalu tersenyum kecut. Darren mendengus dingin, "Kalau kamu tidak mau, aku berikan ke orang lain." Kevin segera menyambar kotak itu sambil berkata, "Habis dibentak dapat Rollex. Lumayan." Sindiran Kevin malah terdengar lucu oleh Darren. Lalu dia berjongkok di depan kursi roda Kevin, "Aku tadi benar-benar khawatir." Kevin membelai lembut rambut Darren, "Beberapa hari yang lalu aku sudah mencoba berdiri di depan Kak Hardi dan Kak Melin. Mereka berdua memujiku hebat. Tapi kamu malah memarahiku." Ada nada merajuk dalam nada bicara Kevin. Darren tidak tahan untuk tersenyum. Kevin melihatnya tersenyum malah semakin kesal, "Kamu punya hati nurani apa gak? Malah senyum!" Lalu Darren mendorongnya kembali ke kamar.

"Eh... eh... siang-siang masuk kamar mau ngapain?" Goda Kevin. Darren kembali berjongkok di depannya, namun kali ini dia memeluk Kevin dengan lembut. "Orang lain melihat keberhasilanmu akan merasa kamu hebat, tetapi aku melihat keberhasilanmu... maka akan teringat pada perjuangan apa yang sudah kamu korbankan." Suara Darren sangat kecil dan menyapu lembut telinga Kevin. Darren jarang mengungkapkan isi hatinya, tetapi Kevin tahu perasaan Darren tidak kalah dari dia. Kevin melepaskan diri dari pelukan Darren, lalu membelai wajahnya. Sebuah ciuman manis mendarat di dahi Darren, "Sebagai balasan dari kado jam tangan mahal." Ucap Kevin sambil tersenyum manis.

Sejak kecelakaan, ada yang berubah dari hubungan mereka. Dulunya mereka seperti sepasang anak muda yang dikuasai nafsu, dimana selalu ingin melampiaskan rasa posesiv satu sama lain dengan bahasa tubuh. Tetapi setelah kecelakaan, hubungan mereka semakin lembut. Bukan tanpa nafsu lagi, tetapi mereka mulai bicara dari hati dan mengungkapkan perasaan dengan kata-kata. Mereka seolah kompak ingin lebih jujur dengan perasaan sendiri.

Next chapter