"Kenapa bisa begitu? Apakah, kamu melakukan sesuatu hingga dia tidak bisa mendengar suaramu?"
"Iya, karena aku tahu kehadirannya, aku jadi bisa membuat dirinya tidak bisa mendengar suaraku."
Virna manggut-manggut. Mulai paham dengan sederet keanehan yang sekarang diperolehnya belakangan ini.
Ternyata semua ulah Bee. Terkadang, ia bingung harus bersyukur atau tidak dalam situasinya yang sekarang.
Hanya saja jika ia dikatakan tidak kagum dengan ketampanan yang dimiliki oleh Pangeran Jeelian, itu juga tidak benar.
Virna mengakui. Pangeran ini benar-benar memiliki wajah yang rupawan.
"Sudah puas memikirkan ketampananku?" usik, Bee membuat Virna jadi terbatuk-batuk.
Kedua matanya berair, karena sambel ikan bakar membuat dirinya tersedak.
Pangeran Jeelian memberikan air putih pada Virna. Virna segera menerima dan meminumnya hingga tandas.
"Gila kamu!" maki, Virna sembari mengusap lehernya, merasakan sensasi pedas membakar yang meliputi leher dan juga hidungnya.
"Aku sudah bilang, aku bisa mendengar apa yang kau ucapkan di dalam hati. Jadi, jangan sembarangan membatin tentang diriku."
Virna mencibir mendengar apa yang diucapkan oleh Pangeran Jeelian, tapi mau membantah bagaimana? Memang tadi dia sibuk mengatakan bahwa pria di sebelahnya ini tampan, hingga ia lupa Pangeran Jeelian, bisa mendengar suara hatinya.
"Ya, sudah! Habiskan makananmu. Aku mau sikat gigi!"
"Kau masih ingat kata-kataku, bukan?"
Virna urung beranjak dari tempatnya, ketika Pangeran Jeelian mengucapkan kalimat tersebut.
Gadis itu berbalik, dan menatap ke arah Pangeran Jeelian.
"Soal saudara tirimu itu?"
"Namanya, Pangeran Julian."
"Kalian seperti saudara kembar!"
"Kami saudara tiri bukan saudara kembar!" seru Pangeran Jeelian, dengan wajah terlihat gusar.
Terlihat jelas sekali di mata Virna, kalau pria di hadapannya itu tidak suka setiap kali membicarakan saudara tirinya tersebut.
Gadis itu menarik napas. Sepertinya, masalah bangsa Bee, dengan bangsa manusia tidak ada yang berbeda.
Sama-sama membuat pusing!
"Sudahlah. Kamu fokus dulu untuk menyembuhkan luka, setelah itu boleh pergi dari sini."
Virna bicara demikian, sembari beranjak menuju kamar mandi, untuk mencuci muka dan juga menggosok gigi.
Tidak memperdulikan Pangeran Jeelian, yang entah sedang memperhatikan dirinya atau tidak.
***
"Pangeran Julian, Pangeran tidak boleh berkeliaran terus di bumi, nanti kekuatan Pangeran semakin habis jika Pangeran terus di sana."
Gerakan Pangeran Julian terhenti ketika salah satu pejabat kerajaan mengucapkan kalimat itu pada dirinya.
Segera, ia menarik salah satu lengan pria setengah baya itu, ke tempat yang lebih tersembunyi.
"Darimana kau tahu, kalau aku turun ke bumi?" tanya pria itu sembari menatap wajah lelaki di hadapannya dengan tatapan mata yang tajam.
"Hamba melihat, Pangeran melewati gerbang perbatasan antara dunia kita dengan dunia manusia, apakah itu berarti penglihatan hamba keliru?"
Pangeran Julian membuang napas kesal. Padahal, ia sudah berusaha untuk hati-hati, agar tidak ada satu orang pun yang menyaksikan dirinya turun ke bumi.
Tapi, kenapa ada saja yang melihat dirinya? Sial!
"Kau tidak membocorkan masalah ini pada siapapun, bukan?" tanyanya pada sang pejabat.
"Tidak Pangeran. Tapi, jika Pangeran tidak hati-hati, bukan tidak mungkin nanti ada yang melihat lagi Pangeran turun ke bumi, sebenarnya ada apa? Bolehkah hamba tahu?"
"Lancang kau ini! Kau siapa? Sampai ingin tahu segala apa yang aku lakukan?"
Pangeran Julian melotot ke arah sang pejabat istana, sembari bicara demikian, membuat pria di hadapannya itu membungkuk hormat berkali-kali sembari meminta maaf.
"Maafkan hamba Pangeran, hamba tidak akan memaksa jika Pangeran tidak sudi untuk bercerita."
Sekali lagi salah satu pejabat istana tersebut meminta maaf. Masih sembari menundukkan kepalanya.
Ia mundur, tidak mau membuat saudara tiri Pangeran Jeelian ini marah. Siapa yang tidak tahu, sifat pria satu ini?
Seluruh negeri ini juga tahu, bahwa Pangeran Julian terkenal dengan sikapnya yang sadis dan temperamental.
Tidak sedikit orang yang pernah mendapatkan amukan kemarahannya, jika ia sedang punya masalah.
Mencari mati saja, jika Pangeran Julian marah, lalu mendekati pria tersebut. Sekarang, dia malah sudah terjebak. Bagaimana bisa, ia lari dari cengkraman pangeran sadis ini?
"Bagaimana kabar istana? Selama aku pergi, aku mau informasi apapun kau berikan padaku, sebagai bukti kau patuh dengan apa yang aku katakan tadi!"
Sang pejabat kerajaan, mengangkat wajahnya. Seperti tidak yakin dengan apa yang dikatakan oleh Pangeran Julian.
"Maksud, Pangeran?"
"Apalagi? Kau mau matamu aku cungkil?"
"Ti- tidak, Pangeran! Maafkan hamba. Hamba hanya ingin meyakinkan saja, apakah hamba tadi sudah salah dengar atau bagaimana?"
"Kau, tidak salah dengar. Aku bicara yang sesungguhnya. Kalau kau tidak mau matamu itu aku cungkil, karena sudah lancang melihat apa yang aku lakukan, turuti perintahku. Jika aku turun ke bumi, awasi segala tentang situasi istana, terutama pergerakan ayah dan ibuku. Beritahukan padaku apapun itu, kau bisa?"
Sang pejabat kerajaan menunduk hormat kembali ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Pangeran Julian.
"Hamba bisa! Hamba akan melakukannya! Akan hamba patuhi semua perintah Pangeran! Tapi, hamba mohon, jangan cungkil atau sakiti hamba Pangeran, hamba mohon!"
"Baiklah. Karena sekarang, aku memang sedang butuh seseorang, aku akan memberimu tugas itu, ingat. Aku tidak mau kau membocorkan hal ini pada siapapun! Jika bocor, maka bukan hanya matamu aku cungkil, tapi juga lidahmu aku tarik dan akan kuberikan binatang buas agar mereka memakannya!"
Sekujur tubuh sang pejabat kerajaan menggigil mendengar ancaman yang tentu saja bukan sekedar ancaman bagi Pangeran Julian.
Ia tahu, itu bukan sekedar ancaman. Itu benar-benar sebuah hal yang ingin dilakukan oleh Pangeran Julian pada seseorang yang diancamnya.
Berbeda dengan Pangeran Jeelian. Saudara tiri Pangeran Julian. Pria itu tidak sadis meskipun juga tegas dan tidak suka bercanda.
Semenjak kedudukan Pangeran Jeelian digantikan oleh Pangeran Julian, istana seperti carut marut.
Situasi tegang sangat terasa, karena pangeran Julian, tidak segan-segan menghukum siapapun yang tidak sependapat dengan dirinya.
Kini, Pangeran Jeelian tidak diketahui di mana. Seluruh istana beserta masyarakat negeri fantasi, merasakan sangat kehilangan, hingga pencarian terus dilakukan.
"Apakah, hamba boleh bertanya sesuatu pada Pangeran?"
Suara sang pejabat kerajaan terdengar, membuat Pangeran Julian menatap ke arahnya.
"Ada apa?"
"Pangeran turun ke bumi apakah sedang mencari Pangeran Jeelian?"
Raut wajah Pangeran Julian sedikit berubah.
Tapi, hanya sesaat. Seterusnya, pria itu terlihat bisa menguasai diri.
"Iya. Aku sedang mencari Pangeran Jeelian. Tapi, aku tidak mau tindakanku ini diketahui oleh para penghuni istana, sekarang ini hanya kau satu-satunya orang yang tahu soal ini, jadi aku harap, kau tidak akan membocorkan masalah ini, jika kau ingin selamat!"
"Hamba akan merahasiakannya, Pangeran. Pangeran bisa percaya pada hamba! Hamba senang, ternyata Pangeran sangat rukun dan perhatian dengan saudara Pangeran. Hamba salut dengan Pangeran!"
Dasar bodoh! Siapa bilang aku rukun dan perhatian? Aku bahkan ingin Jeelian itu mati, kau pikir aku turun ke bumi untuk mencari dan menyelamatkannya? Aku hanya ingin memastikan, dia sudah mati atau tidak....
Pangeran Julian bicara seperti itu di dalam hati!
Note: Keluarga adalah harta paling berharga yang seharusnya kita jaga.
(Apakah sang raja akan tahu bahwa Pangeran Julian turun ke bumi mengejar Pangeran Jeelian? Stay terus di sini untuk tahu kelanjutan ceritanya ya terimakasih sudah membaca)