"Sudahlah! Saya harus pulang!"
Virna memilih untuk tidak mempanjang perdebatan.
Daripada mereka dijadikan tontonan oleh orang-orang di sekitar mereka. Lebih baik, Virna pulang saja.
Ia tidak bisa menjamin, dirinya bisa menahan emosi, jika terus saja mendengar ocehan bosnya itu. Daripada akibatnya fatal, tentu saja lebih baik mengalah.
"Pulang dengan apa?"
"Kaki saya."
"Biar aku antar!"
"Tidak usah, sudah dekat, tidak perlu pakai mobil!"
Virna membungkuk hormat pada bos-nya, meski masih sebal. Setelah itu, ia membalikkan tubuhnya dan beranjak meninggalkan Pak Hanzie yang menatapinya dari tempatnya berdiri.
Pak Hanzie mau tidak mau tidak bisa memaksa, khawatir karyawannya itu justru salah paham, dan berfikir macam-macam, padahal sebenarnya dia hanya merasa heran, mengapa Virna bisa berbohong padanya tentang alasan berhutang gadis itu?
Memikirkannya, membuat Pak Hanzie semakin kesal luar biasa.
Pria itu segera bergerak menuju mobil miliknya, akan tetapi sebuah tangan meraih satu bahunya, hingga gerakannya terhenti.
Tangan itu memaksa dirinya untuk membalikkan tubuhnya. Hingga kini mereka saling berhadapan.
Pria yang menyerang Virna tadi. Kenapa tiba-tiba muncul dan tidak bersuara?
"Apa maumu? Mengapa kau menyerang karyawanku?"
Pertanyaan beruntun diucapkan oleh Pak Hanzie, karena dari penampilan dan wajahnya, pria itu tidak seperti seorang begal atau preman.
Seperti anak orang kaya. Mana mungkin membegal Virna segala?
"Katakan, di mana wanita tadi tinggal!"
Tanpa menjawab pertanyaan Pak Hanzie, pria itu justru memberikan pertanyaan kembali, dan tidak memperdulikan ekspresi wajah Pak Hanzie yang seperti kurang suka melihat dirinya.
"Aku tidak bisa mengatakan hal semacam itu untuk orang asing, kau tidak mau akan terbelit masalah? Lebih baik, tidak usah mengganggu Virna!"
"Memangnya kau ini siapanya? Orang yang membayar dia bekerja? kekhawatiranmu ini seperti orang yang mengkhawatirkan istrinya, dasar berlebihan!"
"Jangan kurang ajar! Pergilah! Sebelum kemarahanku datang!"
"Kau mengancamku?"
Pria itu ingin meraih kerah kemeja yang dipakai oleh Pak Hanzie, akan tetapi secara tiba-tiba ia mundur seperti ketakutan dengan sesuatu, padahal, Pak Hanzie tidak tahu, mengapa orang itu terlihat ketakutan? Dan, ia tidak melakukan apapun!
"Aku akan datang lagi di waktu lain, dan saat itu, kau tidak akan aku biarkan lolos!"
Pria itu bicara, lalu segera berkelebat dan sekali kedipan mata saja, ia lenyap dari hadapan Pak Hanzie.
Membuat Pak Hanzie terbengong-bengong. Mengapa ada seseorang yang bisa berkelebat secepat itu?
"Pria aneh! Siapa sebenarnya dia? Mencari gara-gara saja. Apa hubungan dia dengan Virna?"
Bos Virna mengomel sembari membuka pintu mobilnya, lalu masuk ke dalam, untuk berniat pulang saja lantaran ia juga melihat, Virna sudah hilang dari pandangan.
Mungkin saja, gadis itu sudah sampai di kostnya. Virna punya kebiasaan, bisa berjalan kaki dengan cepat, yang jika disejajarkan dengan langkah orang biasa pada umumnya, tentu saja tidak ada apa-apanya bagi Virna.
Sementara itu, Virna sudah sampai di kamar kostnya. Bergegas masuk, karena khawatir orang yang tadi mencegatnya saat dirinya pulang, mengetahui di mana ia tinggal.
Hatinya terasa was-was. Siapa sebenarnya pria itu? Mengapa ia sampai tahu tentang Pangeran Jeelian?
"Bee! Assalamualaikum!"
Karena sudah kebiasaan, masuk rumah mengucapkan salam, Virna sampai tidak sadar, kucing abu-abu yang ia pelihara itu sekarang sudah berubah menjadi manusia!
Sampai berfikir ke sana, Virna langsung masuk ke dalam kamar.
Ia melihat Bee, tetap seperti saat ia berangkat bekerja.
Di atas tempat tidur, sembari menutupi tubuh polosnya dengan selimut.
Benar-benar menuruti apa kata Virna, yang tidak mengizinkan dirinya ke mana-mana.
"Bee, kamu tidur?" tanya Virna sembari menyalakan senter ponselnya.
Situasi kamar masih gelap, dan ia sudah membeli lampu pengganti. Tapi, ia ragu untuk mengganti, khawatir ternyata lampu itu akan dirusak Bee lagi nantinya.
"Aku tidak tidur. Hanya berbaring dan memejamkan mata," sahut Pangeran Jeelian, dengan suara perlahan.
"Kamu lapar?"
"Tentu saja, makanan yang kamu tinggalkan untuk aku sudah aku makan, tapi sekarang, aku lapar lagi."
Pangeran Jeelian bangkit, dan duduk di atas kasur.
"Pakai baju ini, aku sudah membelikannya untukmu. Ohya, pakai pakaian dalamnya juga, aku sudah membelikan beberapa."
Virna memberikan pakaian beserta underwear yang baru saja ia beli pada Bee.
"Aku tadi sudah mandi,"lapor pria itu sembari menerima pakaian di tangan Virna.
"Bagus. Sekarang, pakai baju! Aku keluar dulu dari kamar."
"Kenapa harus keluar?"
"Memangnya kamu nggak malu, pake baju ada aku?"
"Aku sudah pakai! Ukurannya pas dengan tubuhku, terimakasih."
"Eh?"
Virna melongo, karena ternyata Pangeran Jeelian sudah memakai baju lengkap, hingga ia menyorotkan lampu senternya pada pria tersebut.
Dan, benar, Bee sudah memakai baju seperti yang dikatakannya. Membuat Virna geleng-geleng kepala.
"Kamu ini, untung aku sudah tahu siapa kamu, coba kalau nggak, bisa rontok jantungku karena melihat keganjilan kamu itu!"
"Itu salah satu perbedaan antara bangsa kami dan bangsamu!"
"Sudahlah. Memikirkan kamu dengan duniamu itu, aku jadi pusing, sekarang aku sebenarnya ingin memasang lampu, tapi kalau nanti aku pasang, ternyata rusak lagi, aku yang repot."
"Jangan dipasang dulu. Jika tidak mau rusak lagi," cegah Pangeran Jeelian dengan nada suara serius.
"Lalu, kapan aku bisa memasangnya? Masa iya, kamar aku biarkan gelap?"
"Besok pagi biarkan aku berjemur di bawah matahari pagi, agar tubuhku tidak mengambil energi listrik lampumu lagi."
"Berjemur? Kalau itu kamu lakukan, nanti orang lain pada tahu kamu ada di sini!"
"Di belakang?"
"Oh, baiklah. Boleh kalau di belakang, asal tetap waspada, aku tidak mau orang lain tahu aku tinggal dengan seorang pria, mereka pasti akan menggunjingkan aku yang tidak-tidak!"
"Kau pikir, aku juga akan merasa aman, jika orang lain tahu aku ini siapa?"
Pangeran Jeelian balik mengucapkan hal yang sama, membuat Virna mencibir, merasa kalah debat.
"Berarti, kita harus saling jaga,ya. Kamu harus janji itu, kita ke dapur sekarang. Makan!"
"Makan?"
"Iya, kau lapar?"
"Kamu bawa ayam?"
"Aku nggak punya uang banyak buat beli ayam, nanti saja setelah aku gajian, aku beliiin kamu ikan bakar, suka?"
"Suka."
"Ayo ke dapur."
Virna memberikan isyarat pada Pangeran Jeelian untuk mengikutinya ke dapur untuk makan.
Beruntung, lampu di dapur tidak rusak, hingga mereka tidak perlu makan dalam situasi gelap.
"Tunggu."
Ketika mereka baru saja ingin melangkah, suara Pangeran Jeelian terdengar. Membuat Virna mengerutkan keningnya, dan menahan langkahnya.
"Ada apa?" tanyanya pada Pangeran Jeelian.
"Aku mencium ada bau orang lain yang melekat pada tubuhmu! Kau lagi sedang apa di tempat kerja dengan bosmu itu?"
Note: Mengalah bukan berarti kalah, terkadang kita harus mengalah untuk menang, asal bukan mengalah pada orang yang salah.
(Apa yang dimaksud Pangeran Jeelian? Stay terus di sini untuk tahu kelanjutan ceritanya ya terimakasih sudah membaca)