Beberapa detik kemudian, dari arah belakangnya kembali terasa ada sebilah pedang menyambar dirinya. Maka ia pun lantas menghindari dengan memutar tubuhnya sedemikian rupa dengan pergerakan yang sangat cepat, untuk menghindari serangan tersebut.
Ketika ia membalikan badan, tampak seorang wanita berpakaian serba merah mengangkat pedang mengancam dirinya. Sesaat Gentar tampak terkejut, tapi kemudian semangatnya tumbuh secara mendadak.
"Jurus Pedang Dewa berpadu dengan Jurus Pedang Naga, aku harus berhati-hati," desis Gentar sambil terus mengamati pergerakan musuh-musuhnya dengan sorot mata yang sangat tajam.
"Jika kau ingin merasakan dahsyatnya kekuatan jurus pedang ini. Maka, majulah!" bentak salah seorang dari lawannya tampak jumawa dan bersikap seperti dirinya yang paling hebat.
Bersamaan dengan seruan itu, sinar pedang tampak berkilauan sudah menyambar tubuh Gentar dari arah samping dan belakang.
Dalam kondisi genting seperti itu, Gentar segera memiringkan pundaknya, kaki kanannya menggeser ke samping dan lompat tiga langkah. Ketika ia mengetahui siapa orang yang sudah membokongnya, dan melakukan serangan secara pengecut itu. Ternyata dia adalah orang tua bertubuh kurus.
Beberapa saat kemudian, Daska dan yang lainnya juga sudah menghunus pedangnya masing-masing. Mereka sudah mengambil sikap mengurung pertahanan Gentar.
"Mereka tidak main-main, dan benar-benar sedang memburuku," desis Gentar sambil terus mengamati pergerakan lawan-lawannya.
Meskipun sudah dalam kondisi tertekan dengan dikelilingi oleh musuh-musuh tangguhnya. Namun, sedikit pun Gentar tidak merasa jera dan tidak takut menghadapi situasi seperti itu.
Gentar tidak habis pikir, kenapa pendekar-pendekar dari berbagai paguron silat mulai memusuhinya?
"Bedebah! Malam ini, adalah malam terakhirmu menghirup udara segar. Menyerah saja, jika kau ingin selamat!" teriak salah seorang dari mereka tampak jumawa berdiri dengan angkuhnya di hadapan Gentar.
Kemudian Daska pun menyahut, "Walaupun malam ini kau harus mati. Tapi setidaknya kau harus tahu, bahwa kamilah yang akan mengantarkanmu ke neraka!"
Ia lalu menunjuk kepada dua pendekar pedang yang baru datang, seraya berkata, "Dua pendekar muda ini adalah saudara kami, yang di kalangan dunia persilatan di kota ini terkenal dengan sebutan Pendekar Pedang Kematian!"
Kemudian ia menunjuk kepada wanita yang berpakaian serba merah. "Dia adalah pendekar Belibis merah murid dari Tuan Datuk Syarma!"
Gentar hanya tersenyum-senyum mendengar perkataan dari lawannya yang sudah memperkenalkan satu persatu kawan-kawannya. Kemudian, Gentar berkata.
"Aku pikir, aku adalah orang yang sangat beruntung, baru saja tiba di kota kelahiranku ini sudah bisa berkenalan dengan kalian para pendekar kuat. Namun, aku masih tidak mengerti, kalian para pendekar dari berbagai sekte dan aliran persilatan, mengapa kalian mendesak aku seperti ini? Apakah maksud kalian yang sebenarnya? Jika kalian hanya pamer keahlian dalam bermain pedang atau olah kanuragan, sangat tidak tepat jika dipamerkan di hadapanku yang rendah ini."
"Jangan pura-pura pikun kau Anak muda!" kata Daska sambil tertawa dingin, sorot matanya tajam menatap wajah Gentar.
Tanpa menunggu Gentar berkata-kata lagi, para pendekar itu kembali menyerang dengan pedang mereka masing-masing.
Sikap dari musuhnya itu lantas membangkitkan kegusarannya dalam diri Gentar. Dengan senang hati, ia pun menyambut serangan tersebut dengan telapak tangannya.
Saking besarnya kekuatan telapak tangan Gentar, hingga pedang milik pendekar Belibis merah itu bergetar dan mengeluarkan suara berdesing. Sampai pada akhirnya, dua pendekar pedang kematian pun turun tangan.
Kedua pendekar itu langsung menyerang dari dua arah yang berbeda dengan ilmu pedangnya yang seperti gerakan seekor naga. Bersamaan dengan itu, Daska dan Dumaya sudah kembali menyerang dari arah belakang.
Gentar terus digempur dari berbagai arah oleh empat pendekar tangguh, masih tetap bertahan tanpa menghunus pedangnya. Ia hanya melayani setiap serangan dengan sepasang telapak tangan kosong.
"Hebat juga pendekar itu. Ia masih bertahan dengan tangan kosong," desis Darika terus mengamati pertarungan sengit tersebut.
Darika sudah tidak dapat melanjutkan pertarungan tersebut, karena sudah mengalami luka dalam yang sangat parah terkena pukulan keras dari Gentar.
Namun, ia pun masih beruntung bisa selamat dari sentuhan jurus Kawah Candradimuka yang terkenal mematikan itu.
Setelah dapat menghindari setiap serangan yang mengancam dirinya, Gentar kemudian melancarkan serangan balasan.
Para pendekar tersebut, sudah berniat hendak membinasakan Gentar malam itu. Di antara mereka sudah masing-masing mengeluarkan jurus andalan.
Pertarungan seperti itu, memang sangat membuat lelah para pelakunya. Namun, sepertinya mereka terdorong oleh hawa napsu dan ambisi ingin menjatuhkan dan bahkan membinasakan orang yang mereka anggap sebagai musuh, yakni Gentar.
Di puncak bukit Datar, tampak berkilauan pedang tajam yang tersorot cahaya rembulan.
Di malam terang bulan yang sunyi, saat itu hanya tampak berkelebatan sinar pedang dan suara gaduh senjata yang saling berbenturan serta suara teriakan orang saling bersahutan memecah kesunyian malam dan mewarnai aksi pertarungan sengit tersebut.
Entah dari mana datangnya, ada seorang pria paruh baya dan seorang wanita muda di bukit tersebut. Mereka dengan seksama menyaksikan detik-detik pertarungan Gentar melawan beberapa orang pendekar tangguh itu.
Wanita muda itu tampak menyanggul sebilah pedang di punggungnya. Dengan sepasang matanya yang jeli, ia terus mengawasi setiap gerakan-gerakan yang diperagakan oleh Gentar tanpa berkedip barang sebentar pun.
Wajahnya berubah-ubah, kadang tersenyum, kemudian mengerutkan keningnya. Sehingga dalam benaknya tumbuh keinginan untuk melibatkan diri dalam pertempuran tersebut. Namun, ia berusaha menahan diri.
Sebaliknya seorang pria paruh semenjak hadir di bukit tersebut. Ia hanya berdiri sebagai penonton, sikapnya biasa-biasa saja.
Sudah puluhan jurus dikeluarkan oleh kedua belah pihak dalam pertempuran tersebut. Gentar mulai kehilangan kesabaran. Ketika, ia berpaling sejenak. Ia dapat melihat sosok pria paruh baya dan seorang wanita muda sedang memperhatikan dirinya yang sedang bertarung.
Gentar beranggapan bahwa dua orang yang baru datang itu, merupakan bagian dari orang-orang jahat yang sedang memusuhinya. Sehingga, ia pun berpikir, "Pertarungan ini akan berjalan lama. Aku harus segera membereskan semuanya."
Setelah mengambil keputusan demikian. Maka, Gentar pun segera menghunus pedang pusaka Almaliki dari selongsongnya. Begitu pedang sudah berada di tangannya, Gentar langsung menyabetkan pedang tersebut ke arah lawannya.
Di antara beberapa bilah pedang di tangan lawannya telah terlepas dari tangan-tangan mereka, dan lengan-lengan mereka sudah merasakan sakit yang begitu hebat dengan darah mengalir deras keluar dari jari-jari tangan mereka.
Selanjutnya, Gentar mengeluarkan gerakan jurus cakar harimau dan jurus hampang raga. Kedua jurus tersebut telah berhasil memukul mundur musuh-musuhnya. Kemudian, Gentar melesat tinggi ke udara. Setelah berada di atas, ia kembali meluncur deras seperti anak panah yang terlepas dari busurnya dan menghilang dalam penglihatan musuh-musuhnya.
Daska langsung melemparkan pedangnya ke tanah, lalu berkata sambil menghela napas panjang, "Gentar adalah pendekar jahat. Kalau tidak segera dibinasakan, maka akan menjadi malapetaka di kota ini!"
*
Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!