webnovel

ADA RINDU

ada rindu

"Nama nya Salma, mam"

"Jadi gimana pendapat mama? Salma ga terbiasa berkata bohong, segala resiko di kesampingakan untuk berkata sebemarnya, Please mami juga har..." ujar Tama melemah, Sarah memotong perkataan Pratama,

"Mami gak setuju, titik! Mami gak mau kamu bawa dia kesini lagi, gak usah kamu sebut lagi nama nya!"

"Alasan mami gak suka sama dia karna apa?" pratama memancing.

"Karna dia miskin!!" tegas Sarah, dengan sedikit emosi.

Mendengar hal itu, jelas membuat Pratama ingin terus berbicara tanpa henti, supaya Sarah mampu mengerti siapa Salma.

"Mam, hanya karna level ekonomi Salma berbeda dengan kita, mami gak suka sama dia! gak adil mam! seharunya mami liat dulu gimana sikap dan sifat nya, gak mungkin Tama jatuh cinta sama gadis matre! bisa habis semua uang kita!"

"Bodoh kamu, Tama!" mata Sarah terbuka lebar, dan memalingkan wajah dari pandangan Pratama.

Pratama keluar kamar, dan meninggalkan perdebatan yang rumit, hingga tak di temukan jalan keluar.

**

Pratama mencoba melupakan Salma, melupakan wajah dan senyum manis nya, melupakan kebodohan yang membuat ia terlihat begitu polos menjadi seorang gadis kota, Namun usaha nya gagal total, karna setiap kali mata nya memandang, di setiap sudut pun selalu ada bayangan Salma.

Di setiap kali Tama memejamkan mata, Salma pun selalu hadir.

Setelah melewati serangkaian perdebatan panjang, Pratama duduk seorang diri, merenung di pinggir kolam, hingga larut malam, untuk menyejukan jiwa yang terbakar emosi.

"Bang, ada yang bisa gue bantu enggak?" kedatangan David tak di sadari oleh Tama, membuat ia sedikit terkejut.

"Kaget gue, lo kenapa belom tidur?" Tama memandang David yang berdiri si belakangnya.

"Gak bisa tidur, gue. Mikirin kuliah gue bang!" tanpa permisi, David langsung duduk tepat di sebalah Tama.

"Lo sendiri, ngapain disini?!" seru David, sesekali mengayunkan kaki di pinggiran kolam renang, hingga membuat suara air gemericik, terdengar jelas.

"Bantuin gue dong! kasih mami pengertian deh, enggak semua orang yang level nya di bawah kita itu terlihat hina" ucap Pratama dengan pandangan kosong yang entah sedang memandang apa.

"Masalah cewe lo ya?"

"Jujur! itu bukan pacar gue, gue enggak pernah ajak dia pacaran Dav, gue ngajak dia langsung nikah!"

"Lah, hahaha.. ngebet amat mau kawin lo bang! masalah serius kaya gini, harusnya lo libatin papi aja deh, karna keliatan nya papi enggak terlalu menentang seperti mami menentang si Salma, lo liat kan tadi!! Papi sih diem aja., tapi mami yang udah kaya kebakaran jenggot kan!"

"Iya ya? gue enggak terlalu liat respon papi sih! karna gue cuma ngeliatin mami udah ngamuk-ngamuk gitu, Bikin gue down, Dav!" jelas Tama, memandang David.

"Iya serius! Gue aja bingung kenapa lo bisa jatuh cinta sama tukang bakso, Heran gue! udah abis cewe tajir yang cakep-cakep?" ledekan David, dan senyum tipis di sebelah bibirnya.

"Eh, lo kalau ngomong jangan sembarangan gitu dong!! Dia bener-bener beda sama cewe-cewe yang gue kenal jauh sebelum nya! jangan karna dia jualan bakso jadi hina!! gue gak terima!" warna merah memenuhi wajah Pratama, hanya dari tatapan mata Tama, David sudah mengetahui bahwa Tama naik sarah.

Membuat David tutup mulut, serta tak berani bicara sembarangan lagi tentang Salma.

"Yauda, gue masuk duluan, bang!" David memutuskan pembicaraan secara sebelah pihak, meninggalkan tama seperti keadaan semula, yaitu sendirian.

"Oke! Thank you bro!" Tama mengacungkan jempol pada David.

**

Dua hari sudah berlalu sejak kedatangan Salma kerumahnya, Pratama menyibukan diri dengan segala macam aktifitas di kantor, alasan nya hanya satu. Supaya wajah Salma menjauh dari pikiran Pratama.

Namun perang dingin di dalam rumah, masih terjadi.

Sarah diam tak bicara sepatah katapun saat berada di meja makan, pagi atau pun malam.

Pratama memutuskan untuk menjauhi Salma, dan melupakan cinta bodohnya itu. Menyadari bahwa dengan sengaja ia membuat Sarah terluka hingga di kedalaman hati, yang tak mampu untuk di sembuhkan.

**

Tak terasa sebulan pun berlalu, meski begitu besar usaha Pratama untuk melupakan Salma, tapi tak jarang juga ia menatap Salma saat Salma berjualan, walaupun hanya dari kejauhan, itu sudah sangat cukup baginya.

**

Di pagi hari yang cerah, Sarah terlihat beda dari hari biasa nya, karna hari ini Sarah terlihat mengenakan semua perhiasan dari telinga, leher, hingga ke pergelangan tangan dan jari, penuh dengan emas dan berlian.

"Kamu jadi arisan hari ini, Mi?" Adam duduk di meja mini bar, sambil menatap Sarah dengan penuh kasih.

"Jadi dong, Pi. udah cantik kan mami?" jawab Sarah, khas dengan nada manja nya, Sesekali membenarkan rambut sebahu yang sudah rapih di blow.

"Oke, kalau perlu apa-apa telepon papi ya"

"Iya Papi, Mami pergi dulu ya, Pi.." Sarah memeluk dan mencium kedua pipi Adam.

**

Adam masih duduk di meja mini bar, guna menunggu Pratama turun dari kamar nya, penantian Adam membuahkan hasil yang tepat.

"Pratama, bisa kita bicara sebentar, nak?"

"Bisa Pap. Ada apa, pap?"

"Jangan disini! ayo kita keluar aja sambil jalan-jalan" Adam berjalan keluar rumah, Pratama pun mengekor langkah Adam.

**

Adam dan Pratama berjalan memutari pelataran rumah, berjalan berdampingan. Tanpa basa basi, Adam mengawali topik.

"Gimana kamu dengan gadis yang tempo hari kamu bawa kesini? Salma kan nama nya!" sesekali Adam menoleh wajah Pratama.

"Aku sudah mencoba melupakan, Pap. kalau cuma mau bahas dia, aku enggak mood, Pap." jelas Tama menghentikan langkah, Adam pun ikut berhenti.

"Sebenernya, Papi tau kamu diam-diam ngintipin si Salma jualan." Adam melanjutkan langkah yang sempat terhenti.

Di penuhi rasa penasaran, Pratama mengejar langkah Adam, seraya berkata "Pi, maksud papi gimana?"

"Iya, Papi bayar orang, untuk mencari tau siapa Salma serta kebisaan nya sehari- hari. Tapi pada beberapa kali, orang suruhan papi melihat kamu ngintipin Salma" Adam tersenyum meledek, Pratama masih mendengarkan setiap ucapan Adam.

"Papi tau, Salma anak yang baik. Papi cuma mau bilang. Papi setuju kalau kamu mau nikahin Salma. Tapi papi harus tau, apa yang membuat mu begitu yakin ingin menikahi gadis yang baru beberapa hari kamu kenal itu!" Ia menaikan alis, dan menyipitkan mata.

"Aku engga begitu yakin alasan ini benar atau gak, Karna melihat nya mau bekerja keras, aku yakin Salma menjalani kehidupan dengan kuat. terus pi, aku suka karna dia bodoh, Pi. bodoh karna terlalu jujur." wajah Tama berseri-seri saat bercerita tentang Salma.

Adam terus memperhatikan raut wajah serta respon anaknya saat bercerita tentang bidadari hati nya, Salma.

"Tapi, pap. Kaya nya Salma marah sama aku. Karna waktu kejadian itu, aku turunin Salma di pinggir jalan yang jarak nya masih cukup jauh untuk tiba dirumah nya"

"Yah ampun, Pratama! kok jadi laki-laki tega banget nurunin gadis cantik di pinggir jalan begitu!" Adam tambah menyudurkan anaknya.

"Aku kalut banget, Kalau papi kasih restu. Aku mau datangin Salma dan meminta maaf"

"Kalau dia juga sayang kamu, saat melihatmu, dia akan langsung memeluk kamu dan menangis" jelas Adam yang lebih berpengalaman dari pada Pratama.

Next chapter