webnovel

Pertemuan

"Gue Galaksi. Besok kita ketemuan di Kafe Cendekiawan jam 3 sore. Terserah lo mau datang apa nggak, itu bukan urusan gue."

May baru saja membaca pesan yang dikirim oleh nomor yang bernama Galaksi. May memang sudah menyimpan nomor Galaksi karena sang ayah yang mengirimnya. Tapi ia tak habis pikir jika kesan pertama yang ia dapat dari lelaki bernama Galaksi itu membuatnya kesal bukan main.

"Dih, anak model apa ini?" tanyanya yang entah pada siapa. "Akhlaknya udah di-unistall kali, nggak ada bagus-bagusnya jadi anak," komennya dengan penuh kekesalan.

Ia membalas pesan tersebut hanya dengan dua huruf, O dan H. Persetan dia akan marah atau tidak, yang jelas sekarang ia ingin tidur. Lebih baik berpetualang di alam mimpi daripada harus marah-marah tak jelas.

Sepeninggalan May yang terlelap, ponselnya terus berdering. Banyak pesan dan missed call yang masuk ke ponselnya. Meski sedikit terganggu, May memilih untuk menutup telinganya dengan bantal.

Keesokan harinya May disambut dengan 100 pesan belum terbaca dan 50 kali panggilan tak terjawab. Siapa lagi pelakunya jika bukan lelaki yang mengirim pesan dengan tak tahu sopan santun.

Tak ingin menanggapi omelannya yang seperti mak-mak rempong, May hanya membuka lalu menutup kembali chat room Galaksi. Biarkan saja jika lelaki itu ingin marah, siapa tahu cara ini bisa ia gunakan utuk menghentikan perjodohan anehnya. Kalau lelaki itu marah dan meminta dihentikan, dengan senang hati May akan mengiyakan. Kalau perlu ia akan mengundang kucing sekota agar makan bersama di rumahnya, sebagai wujud rasa syukur karena gagal dijodohkan.

Sebelum mulai beres-beres, May menghampiri kalender yang tertempel di dinding ruang keluarga. Tangannya menarik sebuah laci meja yang ada dibawahnya. Jemarinya meraba untuk mencari benda berbentuk tabung dengan panjang sekitar satu jengkal. Ketika dapat ia langsung membuka tutupnya, melingkari tanggal 20 yang bertepatan dengan hari Rabu, hari ini. Setelahnya ia menulis keterangan kecil "Jam 3 di Kafe Cendikiawan".

Rumah begitu sepi, tapi ia harus bersabar karena Kimnar akan dipulangkan ketika ia sudah bertemu dengan lelaki yang akan ia temui nanti sore.

Dengan semangat 45, May langsung membereskan rumahnya agar cepat selesai. Setidaknya ia bisa mengurus bunga-bunga jika sudah selesai soal urusan rumah.

***

"Dasar perempuan ngeselin!" pekik Galaksi yang membuat kedua sahabtnya berjingkat kaget.

"Woi, Gal! Lo ngapain sih!" Azwan langsung menghadiahi Galaksi dengan jitakan di keningnya.

"Iya tuh. Tadi pagi aja senyum-senyum nggak jelas. Sekarang malah ngamuk-ngamuk nggak jelas? Situ nggak waras?!" timpal Waslam.

Galaksi tak menggubris pertanyaan kedua sahabatnya, matanya fokus menatap ponsel yang baru saja ia hidupkan. Awalnya ia memang tersenyum, tapi saat ia membuka salah satu aplikasi berkirim pesan, ia mendadak jengkel.

Ekspektasinya ia akan mendapati perempuan yang beranama Maydarika itu mengiriminya banyak pesan karena semua pesan menjengkelkan yang ia kirim. Namun, dugaannya salah. Salah besar! Pesannya hanya dibaca tanpa ada balasan.

Ingin rasanya ia marah, tapi tidak mungkin ia lakukan. Padahal ia sudah me-nonaktif-kan ponselnya untuk membuat May kesal, tapi gagal karena malah ia yang dibuat kesal.

"Woi, Gal! Gue makan siomai lo kalau lo nggak mau!" ucap Waslam membuyarkan lamunan Galaksi.

Seketika tangan lelaki berlesung pipi itu mengambil sebungkus siomai yang dibeli oleh Azwan tadi, jika tak ia ambil maka akan segera raib oleh sahabatnya yang bermata sipit itu.

"Lo kenapa sih? Kalau ada masalah cerita-cerita dong!" Azwan mendekatkan dirinya ke arah Galaksi.

Galaksi membuang napas kasar, ia juga ingin bercerita, tapi ia juga tak bisa. Lelaki berkulit sawo matang itu merasa malu jika menceritakan permintaan aneh papanya yang memintanya untuk menikah dengan anak temannya. Walau pernikahan tersebut hanya kontrak, tapi tidak mungkin kontraknya hanya sebulan atau seminggu.

"Gue cuma ada masalah dikit sama P apa gue aja. Sorry, gue nggak bisa cerita."

Azwan langsung merangkul Galaksi. "Sans lah. Kalau lo nggak bisa cerita sama kita ya nggak papa. Tapi lo jangan murung dan nggak jelas gitu." Ia menjeda kalimatnya lalu menatap ke arah langit, seolah ada lanjutan kata-katanya di sana. "Masalah itu kaya rintangan dalam game. Kalau lo ratapi, itu malah cuma bikin lo kalah dan nggak ada kemajuan. Yang harus lo lakuin itu menghadapi dan lawan masalah itu, lo harus bisa menakhlukinnya dan tunjukin pada dunia kalau lo bisa," imbuhnya dengan tersenyum lebar.

Waslam menggeser tubuhnya agar lebih dekat dengan Galaksi dan Azwan. Ia ikut merangkul Galaksi yang masih menunduk. "Masalah itu sama kaya cobaan yang kerap datang kepada manusia. Tapi asal lo tahu aja, Allah itu baik nggak kaya dosen. Allah tahu batas kekuatan setiap manusia, jadi kalau masalah yang lo hadapi kaya berat banget itu bukan masalahnya yang berat, tapi lo yang belum ngeluarin seluruh kemampuan lo buat ngeringanin masalah lo," ucapnya seraya mengusap-usap bahu orang yang ia nasehati.

Galaksi mengangkat wajahny. "Thank's, ya, Bro!" tuturnya seraya tersenyum lebar. Setidaknya itulah yang bisa ia lakukan untuk menghargai saran dari kedua sahabatnya, walau sejujurnya itu tak membantu. Karena yang ia butuhkan cara agar bisa menghentikan pernikahan yang tak ia inginkan. Seperti kata Azwan, mungkin ia harus menghadapinya.

***

Lelaki dengan kaus berwarna biru laut berbalut jaket denim itu mengetuk-ngetuk meja kafe tempat ia bertemu dengan perempuan asing yang bernama Maydarika.

Kaki yang berlapis celana bahan denim sejak tadi sudah gatal untuk angkat kaki dari sana, namun harus tertahan karena perempuan yang ia tunggu tak kunjung datang.

"Dasar, lemot! Sebenarnya perempuan itu ngapain aja sih kalau dandan, kok lama bener!" omelnya dalam dengan nada pelan. "Awas aja sampai jam 4 nggak dateng, gue bakal aduin ke papa kalau anak temannya itu nggak bisa diandalkan!"

Baru saja Galaksi membicarakannya, sosok perempuan dengan tergopoh-gopoh memasuki cafe lalu berlari ke arah mejanya. Galaksi hanya melirik dengan ekor matanya, malas untuk menatap langsung pada perempuan asing yang membuatnya kesal setengah mati.

Perempuan yang mengenakan dress berwarna mint itu lantas menarik kursi tepat di depan Galaksi lalu duduk di sana. Ia mencoba mengatur napasnya yang masih pendek-pendek agar kembali normal. Tangannya bergerak untuk merapikan rambutnya yang tergerai agar lebih rapi.

Selain dirinya yang kelupaan dengan jam pertemuannya, selama di jalan juga ia mendapatkan kesialan yang bertubi-tubi. Di tengah perjalanan tiba-tiba motor ojeknya macet ditambah saat hendak membayar, rupanya ia kelupaan membawa uang yang menyebabkan ia harus menggadaikan ponselnya dulu. Terakhir dirinya dikejar-kejar preman yang ingin melakukan tindakan tak senonoh padanya. Beruntung ia berhasil lolos dan segera menemukan tempat pertemuannya dengan Galaksi.

Agak ragu untuk bertanya, namun jika May tak bersuara, agaknya orang di depannya itu juga tak akan membuka mulut. Setelan macam maneken dikasih nyawa cocok untuk deskripsi lelaki di depannya.

"Maaf, aku telat. Kamu Galaksi, kan?" tanya May sebaik mungkin.

"Ck. Kaya gini aja udah telat, terus bermimpi mau jadi istri gue. Mending lo tidur aja, sono. Kalau perlu nggak usah bangun-bangun," ucap Galaksi dingin.

Guratan kesal tercetak jelas di wajah perempuan bertahi lalat di bawah mata itu. Darah mengandung emosi rasanya mengalir deras menuju ubun-ubun dan siap meledak.

Meremas dress warna mint yang ia gunakan dengan kuat sebagai pelampiasan emosi, May mengoba memejamkan matanya barang dua detik. Jika ia tak ingat ini tempat umum, sudah May pastikan lelaki di depannya ini akan ia hajar. Sembrono sekali

"Kan aku udah minta maaf," ucap May yang masih merendah, walau dalam hati ia sudah ingin mengeluarkan semua nama kebun bintanag untuknya.

"Heh, cewek jelek! Emang cukup minta maaf aja?" sinis Galaksi.

Ctas!

Bunyi urat kesabaran May yang putus di dalam pikirannya. Tak ada lagi kata ampun untuk lelaki di depannya.

Mulutnya kelewat pedas, apa pas hamil dulu ibunya suka ngemilin cabe rawit? Itulah yang May pikir soal Galaksi.

BRAK!

Bunyi yang kencang diikuti vas bunga yang nyaris limbung membuat Galaksi membuka matanya lebar-lebar sehingga biji mata kelihatan membesar.

Next chapter