Davina dibawa ke rumah sakit karena tak sadarkan diri. Padahal baru tadi siang anak itu pingsan di sekolah.
"Hiks, hiks. Anak saya," rengek Wati.
"Bu Wati, Bu Wati ditangani dokter dulu. Itu darahnya masih netes," ujar Pak RT yabg mengantar mereka ke rumah sakit bersama beberapa warga.
"Saya mau nemenin Vina, Pak," sahut Wati sambil merengek.
"Davina biar kami yang nunggu. Bu Wati dirawat dulu. Engga usah khawatir," ujar Pak RT.
"Ati, Ibu. Kita ke sebelah sana. Lukanya dirawat dulu, ya," ujar perawat.
"Anak saya bagaimana, Sus?" tanya Wati.
"Kita akan berusaha sebaik mungkin. Ibu tak usah khawatir. Dokter pasti melakukan yang terbaik," ujar perawat.
Wati akhirnya mau bersama dirawat lukanya yang tak kalah parah itu. Darahnya bahkan hampir mengering karena dilempar botol minuman keras oleh Dirman snag suami.
Selama hampir dua puluh empat jam, Davina tak sadarkan diri. Wati, setelah dijahit kepalanya langsung menunggui sang anak yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit.
"Sebebarnya ada apa, Bu?" tanya Pak RT yang masih setia menunggui Davina setelah beberapa waktu lalu ia pulang dan kembali lagi ke rumah sakit.
"Engga apa apa, Pak RT. Biasa, suami saya kalau marah memang begitu," ujar Wati.
"Bu, udah kayak begini masih saja Bu Wati membela Pak Dirman. Ibu bisa lalpor ke polisi. Kasian, Bu. Ini baru pingsan. Kalau mati gimana ini anak?" ujar Pak RT yang prihatin akan nasib Davina.
"Engga ada yang bisa saya lakukan, Pak. Saya ini Cuma perempuan. Ibu rumah tangga. Bisa apa saya? Masa masalah rumah tangga mau diumbar umbar. Ya, sudah saya terima aja. Siapa tahu suatu saat bapak bisa berubah," ungkap Wati.
"Astaga, Bu. Ibu berhak untuk mendapatkan kebebasan. Ibu berhak jjag untuk hidup yang lebih baik. Tak hanya Ibu. Tapi juga anak Ibu. Davina masih muda, Bu. Kasihan kalau harus mengalami hal semacam ini. Mentalnya akan terganggu saat dewasa nanti," ujar Pak RT.
Wati mengusap tangan Davina yang sangat lemah itu. Tak pernah sekalipun ia membahagiakan sang putri.
Dia akui, dia tak bisa berbuat apapun. Karena mereka hanya dianggap sebelah mata di dalam hirarki keluarga.
***
Selama beberapa hari Davina tak berangkat sekolah. Tak ada yang tahu apa yang terjadi. Tak ada surat ijin juga yang sampai ke sekolah.
"Ratna engga ada temennya," ledek Bagas, teman sekelas Ratna dah Davina.
"Iya, dia ke mana, sih? Hampir seminggu dia engga masuk sekolah. Mana engga ada kabar," keluh Ratna.
"Tengokinlah. Kamu, kan, sohibnya," sahut Bagas.
"Emangnya kamu enggak?" tukas Ratna.
"Eh, siapa, tuh? Di depan kelas," ujar Bagas.
Ratna menoleh ke depan dan melihat Ali mondar mandir di depan kelas mereka. Ratna berinisiatif untuk menemui Ali.
"Ada apa, ya?" tanya Ratna.
"Davina, kog, jarang keliatan? Dia engga masuk, ya?" tanya Ali.
"Hem, ada apa nyariin, Davina?" tanya Ratna.
"Engga, Cuma mau ngasihin kartu perpustakaannya. Tapi kalau engga ada ya, udah, deh," ujat Ali hendak berbalik.
"Engga dititipin aja?" tanya Ratna.
"Ah, engga. Engga enak kalau dititipin. Entar aja kalau udah ketemu dia," sahut Ali.
"Davina udah empat hari ngga masuk. Engga ada tahu kenapa," ujar Ratna.
"Kamu udah tengokin dia?" tanya Ali.
"Aku engga tahu rumahnya," jawab Ratna.
"Aku tahu, kamu mau nengok ngga?" tanya Ali.
Ratna menaikkan satu alisnya, rasanya aneh. Dia saja yang hampir satu tahun masuk sekolah bersama Davina tak tahu dimana rumah Davina. Tapi si Ali bisa tahu.
"Kalian jadian, ya?" tanya Ratna.
"Jadian? Enggak," sahut Ali.
"Kog, tahu tempat tinggal Davina?" tanya Ratna.
"Ada, deh," sahut Ali.
Ratna menatap Ali dengan tatapan penuh kecurigaan.
"Kalau mau ikut, nanti pulang sekolah ayo ke sana," ujar Ali.
"Emh, boleh, deh," ujar Ratna.
***
Sesuai janji, pulang sekolah, Ratna bersama Ali pergi ke rumah Davina. Mereka ingin tahu kenapa Davina tidak berangkat sekolah berhari hari.
"Ini rumah Davina?" tanya Ratna
"Iya, ini rumah Davina," sahut Ali.
Ratna melihat kondisi rumah Davina yang sangat sederhana. Rumah kayu dengan alas masih plesteran semen.
Ali mencoba mengetuk pintu rumah Davina. Namun tak ada yang membukakan
"Engga ada orang. Kita pulang aja, yuk," ujar Ratna.
"Bentar, kamu kenapa, sih?"
"Engga, rumahannya ... "
Ali melirik sinis ke arah Ratna yang terlihat tak nyaman dengan rumah Davina.
JEGREK!
Seorang wanita memakai tank top membukakan pintu. Terlihat jelas banyak bekas merah di leher wanita itu.
Ali seketika berpikir yang tidak tidak. Namun ia mencoba fokus untuk bertanya.
"Maaf, Davinanya ada?" tanya Ali.
"Kalian siapa, ya?" tanya wanita itu ramah. Melihat perawakannya sepertinya wanita itu seumuran dengan mereka.
Ya, karena yang membukakan pintu itu adalah Klara, pacar dari Dani, kakak Davina.
"Kami teman sekolah Davina," ujar Ali.
"Oh, teman sekolah. Davina engga ada di rumah. Dia di rumah sakit," ujar Klara.
Ratna tak bisa memfokuskan diri karena terus saja melihat ke arah leher Klara yang penuh dengan bekas merah.
"Di rumah sakit? Kenapa?" tanya Ali.
"Davina sakit, sama ibunya juga," ujar Klara.
"Sama ibunya? Lah, Mbak siapa?" tanya Ali sekali lagi.
"Ah, Mas mau tahu aja. Pokoknya Davina ada di rumah sakit Harapan Kita. Udah empat hari di sana. Dia di ruang Melati," ujar Klara.
Ali tak Mengerti kenapa ada orang lain di rumah Davina. Tapi ia tak ingin mempermasalahkan hal itu.
"Ya, udah Mbak, saya permisi dulu. Saya ke rumah sakit aja," ujar Ali.
Ali dan Ratna pun segera pergi dari rumah Davina. Mereka segera menuju ke rumah sakit yang dikatakan Klara.
Sampai di rumah sakit mereka segera menuju ruang Melati untuk menemukan kamar yang dipakai Davina.
Dan mereka pun bisa dengan mudah menemukan ruangan itu. Seorang ibu sedang duduk menyuapi seorang gadis remaja.
Ali tahu persis itu adalah Davina. Perlahan mereka masuk, sebelumnya mereka Mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Permisi," sapa Ali. Ratna yang melihat Wati, ibunya Davina segera menghampiri dan mencium tangannya.
"Bu," sapa Ratna.
Davina sangatlah terkejut sekali saat tahu Ali dan Ratna datang ke rumah sakit menjenguknya.
"Ngapain kalian ke sini?" tanya Davina ketus.
"Vina, engga boleh begitu sama temennya. Temennya baik baik datang kog, malah dimarahi," ujar sang ibu.
"Engga ada yang minta buat ditengok," sahut Davina.
"Davina, kamu kenapa?" tanya Ratna yang merasa aneh dengan sikap Davina
Ali dan Ratna terkejut melihat reaksi Davina. Terutama Ratna yang merasa Davina berubah drastis. Ada apa dengan temannya ini?
Bersambung ..