Lucas beberapa kali menguap lebar, sedangkan di sampingnya Yuki tengah tertidur lelap dengan Gara yang juga tertidur di gendongannya.
"Tolongin dong, nggak kuat lagi gue, ngantuk banget gila," ujar Lucas kepada teman-temannya lewat sambungan telepon.
"Salah siapa sok-sokan begadang semalem," omel Juwita.
Pemuda itu berdecak, "Niat gue baik biar kalian istirahat, emang salah?"
"Udah Cas udah," Bima mencoba menenangkan.
"Bodo amat lah,"
"Udah Cas," Yuki mengerang kecil lalu menatap pemuda itu, "Mau gantian?"
"Nggak usah, lo belum tidur sama sekali. Istirahat aja,"
"Apa bedanya sama lo yang cuma tidur sejam?"
"Yang penting gue semalem udah tidur. Udah sana lanjut lagi tidurnya, biar gue yang nyetir,"
"Yaudah hati-hati tapi,"
"Iya sayang," pemuda itu mengusap surai sang gadis pelan, "Masih jauh nggak?"
"Gue nggak tau. Tapi semoga aja enggak," jawab Arjun.
"Iyalah, orang udah naik terus ini jalannya," sahut Bima, "Tapi kita emang mau kemana?"
"Mungkin sih kita harus cari tempat berlindung gitu. Kaya tempat semalem tapi di atas bukit," Yeri menjawab.
"Bisa aja sih, tapi mending kita muter dulu, siapa tau ada permukiman," saran Yuda.
"Boleh tuh," Lucas mengangguk kecil.
"Yaudah,"
Pemuda itu menggeram kesal, medan yang di lewatinya saat ini tidak semudah sebelumnya yang berupa jalan tanah, namun sekarang berganti dengan jalan berbatu. Ia kemudian meraih botol minum berisi kopi hitam yang di buatkan Yeri untuknya pagi tadi.
"Udah jam 11 gaes," pekikan Yuda terdengar di sela keheningan.
"Ya terus kenapa?" kesal Lucas.
"Bentar lagi makan siang, gue laper hehe,"
"Tadi gue udah naruh cemilan banyak di mobil lo loh Yud," nada suara Yeri terdengar datar dan kesal.
"Udah habis,"
"Dasar perut karet," gerutu Juwita, "Ntaran, kita cari permukiman dulu, baru makan siang,"
"Lama nggak kira-kira? Udah nggak tahan nih gue,"
"Kayak mau lahiran lo," Bima berdecak, "Sabar napa,"
"Eheh itu rumah bukan Juw?"
"Eh iya, guys ada rumah," seru Juwita semangat.
"Yaudah ntar lo turun, nanyain kita boleh numpang beberapa jam enggak," Yeri menyahut.
"Oke, ntar lo turun ya Juw,"
"Sip,"
Juwita menatap Arjun, "Gue turun beneran nih?"
"Ya iyalah,"
"Nggak lo aja?"
"Hadeh," Arjun mendengus, "Iya ini mau turun,"
"Hehe sayang deh,"
Arjun mengangguk singkat lalu segera turun dari dalam mobil. Pemuda itu mengernyit, permukiman di hadapannya ini terlihat agak janggal.
Beberapa orang tampak melintas di depannya, namun tatapan mata mereka tampak kosong, rumah-rumah di sana terlihat suram dan gelap, bahkan berbeda jauh dengan suasana kota yang kini penuh zombie.
"Maaf bu permisi," Arjun mendekati seorang wanita tua yang melintas di hadapannya.
"Lebih baik kamu pergi sebelum kami semua marah,"
"Maksud ibu--"
"Pergi sekarang!" sang wanita menyentak membuat Arjun sedikit terlonjak namun tetap mengangguk.
Pemuda itu segera kembali masuk ke dalam mobilnya, "Guys puter balik, kita nggak bisa di sini,"
"Loh kenapa?" tanya Bima.
"Udah nanti aja gue jelasin, mending sekarang kita puter balik aja," Arjun tampak gusar.
"Oke, gue di depan ya,"
"Siap," Arjun menyahuti ucapan Lucas.
"Kenapa sih Jun? Kenapa keringetan gitu juga?" tanya Juwita khawatir.
Arjun tidak menaggapi, pemuda itu sibuk membawa mobilnya putar balik, menjauh dari permukiman itu.
Karena tak kunjung mendapat jawaban, gadis itu menoleh ke belakang, seluruh tubuhnya sukses menegang kala tidak mendapati apapun di belakang sana kecuali pepohonan lebat dan semak-semak belukar, "Astaga,"
Arjun menghela napas, setelah merasa cukup jauh dari permukiman yang dilihatnya tadi, pemuda itu mulai membuka suaranya, "Tadi gue ketemu ibu-ibu, dia bilang kita harus secepatnya pergi dari sana sebelum mereka marah,"
"Mereka? Siapa?" tanya Bima.
"Gue nggak tau, tadi ibu-ibunya sempet bentak gue juga, nyuruh gue pergi,"
"Emm Jun, bukannya gue ragu sama lo sama Juwita juga, tapi seriusan tadi gue nggak liat apa-apa," pernyataan Yuda sontak membuat semuanya kompak bungkam.
"W-wait, tapi kata Arjun--" Yuki bahkan tidak bisa melanjutkan kata-katanya.
"Gara tiba-tiba nangis kenceng waktu kita tadi berhenti itu," Lucas mengambil alih, "Mungkin nggak sih?"
"Jangan kaya gitu," pekik Yeri.
"Tapi, gue tadi beneran liat ada permukiman, tapi waktu kita balik, semuanya hilang, cuma ada hutan biasa,"
"Seriusan Juw?" Arjun melotot, "Gila,"
"Astaga, gue merinding," jerit Yuda.
"Udah-udah keep calm guys," Yeri menenangkan, "Anggap aja itu halusinasi oke,"
"Semoga aja cuma halusinasi," gumam Arjun, "Sekarang kita mau gimana? Kayaknya kita cuma muter-muter sini doang deh?"
"Hehe gue juga nggak tau mau kemana,"
"Yaudah naik dulu aja dikit,"
"Oke,"
***
Arjun turun dari mobilnya, pemuda menatap perumahan di hadapannya yang terlihat lebih manusiawi dari tempat sebelumnya yang mereka temukan.
"Gimana Cas?" tanya pemuda itu.
"Kita bisa sementara nginep di rumah kepala desa,"
"Alhamdulillah," Yuda bersorak senang.
"Katanya mereka juga tau ada gedung gede di puncak bukit," sahut Yuki.
"Kenapa dari bawa nggak keliatan kalo ada gedung gede?" Yeri bertanya heran.
"Kan pasti banyak pohon di sana Yer, ketutup pasti," jawab Bima, "Sekarang gimana? Langsung ke rumah kepala desa aja?"
"Oke," Arjun mengangguk.
"Ini beneran permukiman manusia kan? I mean, gue masih agak trauma--"
"Iya, Juwita, jangan khawatir," Arjun mengsap bahu gadis itu.
"Ayo anak-anak," Pak Budi--sang kepala desa--berseru, "Mobilnya di parkir situ saja tidak apa-apa,"
"Ah baik pak," Lucas mengangguk sopan, pemuda itu meraih pinggang Yuki lalu segera berjalan mengikuti Pak Budi.
"Ayo, jangan bengong kalian," ujar Arjun, "Nggak capek emang?"
"Capek lah," sinis Juwita kesal.
"Yaudah makanya ayo," Arjun segera menggenggam jemari tunangannya, lalu menarik gadis itu menyusul Lucas dan Yuki.
"Ayo," Yeri menatap Bima dan Yuda bergantian, karena tidak ada diantara keduanya yang beranjak, gadis itu akhirnya merangkul lengan teman-temannya, Yuda di sisi kanan dan Bima di sisi kiri, "Jangan bengong, kesambet ntar,"
"Ehehehehe," Yuda melemparkan cengiran lebarnya, "Seneng nih gue di gandeng sama cewek cantik,"
"Apaan sih," Yeri mendengus, "Kenapa bengong sih kalian?"
"Liatin lo kenapa cakep bener," asal Bima.
"Dih licin banget tuh mulut," Yeri memutar bola matanya malas, "Kalo seandainya Sonya masih ada, pasti dia paling sibuk teriak-teriak. Ntar diomelin sama Dino, terus Mark bakalan nyimak sambil ngumpat pake bahasa inggris,"
"Udah, mereka udah tenang sekarang," Bima tersenyum menenangkan.
Gadis itu tersenyum kecil, "Kalo Keynan masih ada pasti dia ngomel-ngomel sambil nyuruh kita ini itu, Hendry yang bakalan nurut aja. Terus Deva yang bakalan ngajak Keynan ribut, dan Galang yang cuma nyimak sambil ngompor,"
Yuda terkekeh kecil, "Ya kadang yang kayak gitu bikin kita kangen,"
"Iya," Bima mengangguki ucapan temannya, "Mereka udah bahagia, kita di sini nggak boleh sedih lagi,"
"Iya," sang gadis tersenyum lebar.