Akhirnya Bisma tau cerita Bianka yang sesungguhnya. Ia sekarang tersenyum meskipun tadinya dia kesal gara-gara mulut kedua perempuan yang sungguh tajam itu, tapi juga sangat berterimakasih dengan kedua wanita itu yang sudah bersedia memberikan informasi kepadanya.
"Ternyata begitu ceritanya. Jadinya Bianka masih perawan deh, tapi walaupun misal dia sudah tidak perawan lagi aku tetap masih suka kok, kecantikannya itu luar biasa bagiku tidak ada yang berkurang sedikitpun. Uhhh hmmm. Bianka, Bianka, aku sungguh-sungguh tergila-gila padamu sejak melihatmu untuk yang pertama kali, bisa dibilang cinta pada pandangan pertama, huuuuh, haha, sekarang aku sangat bahagia ketika mendengarmu masih perawan, berarti Tuhan sangat baik kepadaku, memberikan ku kesempatan seperti ini," celoteh Bisma sembari berjalan kaki ke arah motornya untuk mengambilnya. Jalannya sedari tadi begitu lambat makanya tidak sampai juga ditempat di mana motornya di parkir. Padahal jarak motor dan rumah Bianka tidaklah sangat jauh, hanya beberapa langkah saja.
Bisma yang tak sengaja melupakan penampilannya dan tak sadar-sadar juga kalau topi dan kaca matanya sudah terjatuh sedari tadi, dia heran saat semua orang terus menatapinya dengan senyuman yang menggambarkan kekaguman. Sontak Bisma kaget ketika ada gadis yang semakin mendekat ke arahnya, memberikan sekuntum bunga mawar merah yang masih segar seperti baru dipetik. Bisma hanya bisa mengernyitkan dahi seraya menggedikkan bahunya berulang-ulang, tanpa mengeluarkan suara apapun, lalu ia pun terpaksa bertanya kepada gadis itu karena gadis yang di hadapannya itu masih terus memaksanya agar Bisma mau menerima bunga yang dipegangnya.
"Ehhh ada apa ini? Kenapa saya diberi bunga segala? Emang ada acara apa?" tanya Bisma. Dia benar-benar tidak memahami kalau penyamarannya sudah terbongkar, jadi sungguh sangat terbuka sekarang, akibatnya semua orang yang melewatinya pastinya sangat mengenali siapa dia.
"Sa—saya ... ehhh, a—aku ... menyukai Kakak," balasnya dengan kejujuran dan keberanian yang sungguh luar biasa.
Hingga membuat Bisma langsung terkejut dibuatnya. Matanya seketika terbelalak dan mulutnya menganga lebar. Tangannya sudah mulai mengusap wajahnya dengan kasar. Menepuk jidatnya dengan cepat, heran dengan wanita zaman sekarang yang sungguh sangat terbuka untuk mengungkapkan hal seperti perasaan. Padahal mereka tidak tau kalau itu sangat memalukan bagi para wanita kalau misal ditolak, wanita seharusnya sangat anggun dan sangat tertutup, jelasnya bagi Bisma wanita seperti itu hanya taunya main-main saja soal yang namanya cinta. Tidak benar-benar tau arti cinta yang sesungguhnya.
"Apa! Menyukai saya? Mungkin anda salah orang, maaf saya tidak mengenal anda, sekian terimakasih, permisi yaaaa!" ujar Bisma dan ingin segera pergi dari hadapan gadis itu. Karena dia benar-benar risih dan tak mengenal siapa dia. Bahkan gadis itu sungguh berani mengungkapkan perasaannya seperti itu. Padahal sangat jelas kalau banyak orang yang memperhatikannya.
Namun, Bisma tak perduli kepada orang-orang, ia tetap dalam pendiriannya dan pergi begitu saja. Sontak Bisma terhenti ketika ada seseorang yang memanggilnya dengan kerasnya.
"Hai, Mas Bisma? Ngapain ke mari nih? Apa mau melihat diriku? Iiih Gendis suka kalau Mas Bisma seperti itu, khusus datang ke mari karena Gendis."
Bisma langsung saja menoleh. Merinding rasanya dia mendengar kegenitan seseorang yang memanggilnya itu. Apalagi dengan sangat percaya dirinya berucap seperti itu, membuat banyak orang yang berada di situ menatap tajam ke arahnya. Mereka semua memang suka sekali memperebutkan Bisma karena ketampanannya itu.
Awalnya Bisma sangat tidak menyangka kalau dia masih bisa dikenali oleh semua orang dan juga kenapa hari ini begitu ramainya. Padahal sewaktu dia berangkat tadi dan sampai di depan rumah Bianka sangat sepi sekali, tapi kenapa giliran dia pulang sangat ramai sekarang, apa karena itu rumah Bianka jadi tidak ada yang mau melewatinya. Tapi itu sangatlah tidak mungkin karena jalanan yang akan mereka lewati untuk ke rumahnya masing-masing yang pasti akan melewati jalan utama yaitu dekat dengan rumah Bianka itu. Mungkin saja mereka ramai karena memang sudah usai dari keperluannya makanya jadi seperti itu.
Bisma kini hanya bisa menghembuskan nafasnya dengan kasar. Semakin lama tatapan semua orang semakin membuat Bisma merinding. Akhirnya Bisma menyadari kalau penyamarannya telah gagal akibat topi dan kaca matanya yang sudah terlepas dari dirinya itu. Karena tangannya sudah meraba ke arah kepala dan mengusap-usap kedua matanya dengan kasar.
'Waduh pantas saja mereka semua mengenalku, gara-gara topi dan kaca mataku hilang. Sebenarnya jatuh di mana tadi siiih. Benar-benar deh menyebalkan! Bisma, Bisma. Kamu sungguh payah, sedari tadi kenapa aku tidak sadar, untungnya mereka tidak tau kalau aku datang ke mari karena untuk mencari tahu informasi tentang Bianka. Pokoknya aku harus bergegas pergi sekarang, sebelum semakin gawat kalau berada di sini lama-lama.' Batin Bisma.
Ia akan segera melangkahkan kakinya kembali dengan pelan-pelan menolehkan kembali dirinya ke arah depan, siap-siap untuk kabur dengan cepat. Tapi keburu ketahuan oleh Gendis, seketika Gendis berteriak untuk meminta bantuan supaya Bisma tidak kabur. Orang-orang pun mematuhinya dan kini Bisma dikerumuni oleh orang-orang warga kampung situ. Jadilah dia hanya bisa diam di tempat dengan melenguh nafas panjangnya. Menggelengkan kepala seraya sesekali memejamkan matanya karena sungguh malas dikerumuni seperti itu.
"Haha bagaimana? Pastinya Mas tidak akan bisa kabur deh dari Gendis. Mas tau? Di kampung ini wewenangku banyak sekali, makanya tidak ada orang yang tidak akan patuh kepadaku, di samping aku kaya juga karena ayahku menjadi pemimpin di sini. Apa Mas lupa?" celoteh Gendis dengan suara genitnya.
Dia sudah mengibaskan tangannya. Tanda agar semua orang yang mengerumuni Bisma memberinya jalan untuk melihat Bisma. Mereka semua patuh dan membelah kerumunan. Gendis pun langsung masuk ke dalamnya. Tangannya dengan lincah mencoba menyentuh dagu Bisma yang runcing dan menggairahkan itu. Beruntung Bisma bisa menghindari dan langsung menepisnya.
"Lancang! Siapa anda saya tidak kenal, kenapa anda sok mengenal saya? Lalu untuk apa menyebutkan wewenang? Saya tidak perduli itu dan saya tidak ingin tahu itu. Paham? Sekarang cepat biarkan aku pergi dari sini! Atau?" Belum usai Bisma meneruskan kata-katanya Gendis sudah cengengesan, menutup bibirnya dengan satu tangannya. Matanya tidak lupa dikedipkannya. Berharap Bisma terpesona kepadanya. Tapi ternyata Bisma tidak termakan rayuan olehnya sama sekali. Membuat Gendis sedikit kesal tapi tetap kekesalannya itu ditahannya.
"Haha atau apa, Mas Bisma yang cakep? Jangan sok jual mahal deh ihhh. Intinya aku menyukaimu dan hanya aku yang pantas memilikimu," balasnya, selalu suaranya dibuat genit dengan mata yang suka dikedipkannya, menjadikan Bisma semakin jijik dan frustasi.
Dan pada saat Bisma akan memberontak lagi. Wanita yang membawa bunga itu pun menyahutinya, seperti mau membelanya tetapi bukan. Dirinya juga ikut merebut Bisma mati-matian.
"Enak saja! Mas Bisma itu milikku! Dan hanya aku!"