webnovel

Biasa terlihat luarbiasa

Upacara hari senin akhirnya sudah selesai dilaksanakan. Semua murid meninggalkan lapangan setelah pemimpin upacara membubarkan nya. Helaan napas lega keluar dari para siswa yang sedang kelelahan. Kegiatan yang membosankan 'menurut mereka para siswa' akhirnya selesai juga. Berdiri selama hampir satu jam membuat kaki mereka juga terasa sangat pegel.

Berbeda dengan para siswa yang kelelahan karena kelamaan berdiri, lain halnya dengan Lukman dan Tristan. Kedua remaja itu merasa kelelahan karena baru saja selesai mengarungi indahnya perjalanan menuju puncak kenikmatan yang hanya sesaat.

Dengan napas yang masih memburu, Lukman menyadar kan tubuhnya pada tembok di dalam toilet. Kemudian ia menarik kembali celana seragamnya yang ia turunkan sampai di atas lutut saja. Keringat dingin masih membasahi tubuhnya yang padat dan berisi. Sambil memasang tali pinggang, Lukman menoleh pada Tristan yang sedang berkumur membersihkan mulutnya dari carian kental yang berasal dari kelelakian Lukman.

Untuk kedua kalianya Tristant kembali menelan sperma milik Lukman. Yah karena Lukman memaksa dan tidak ingin mengeluarkan di luar. Takut belepotan, pikir Lukman.

Hueg...hooeeek...huueg...

Cuuuhh... huueg... huueeg... cuuuh...

Berungkali Tristant mual dan meludah karena rasa sperma yang aneh menurut Tristan.

"Cuuh... anjir, gini amat rasanya." Keluh Tristant setelah ia berkumur-kumur.

Melihat itu, Lukman hanya tersenyum menyeringai, puas sekali rasanya. Kemudian ia mengambil rokok di kantong celana, kemudian ia menyalakan pematik untuk membakar rokok yang diapit di jarinya. Beberapa saat kemudian Lukman membuka sedikit pintu toilet, mengintai keadaan di luar. Setelah merasa aman, Lukman keluar toilet sambil menggigit sebetang rokok di mulutnya.

Lukman mengatur napasnya yang masih memburu, akibat suasana menegangkan yang ia ciptakan bersama Tristant di dalam toilet. Beberpa saat kemudian ia berjalan sambil membuang sebatang rokok yang belum habis ia hisap. Ia berjalan dengan santainya meninggalkan Tristant yang masih berada di dalam toilet, tanpa ada perasaan bersalah sedikitpun.

Langkah kaki santai Lukman membawanya sampai di ambang pintu kelasnya. Pada saat akan masuk kedalam kelas Lukman melihat beberapa orang siswi yang sedang berkumpul menjadi satu. Diantara sekumpulan siswi itu, ada gadis cantik bernama Salsa yang belum lama ini resmi menjadi pacarnya. Merasa penasaran karena melihat mereka sedang asik bergosip, Lukman berjalan menghampiri mereka.

"Lagi pada ngomongin apa?" Tanya Lukman setelah ia sampai di pada sekelompok siswi yang sedang bergosip. Tangannya mengalung di pundak Salsa.

"Eh lu yang, ini... kita lagi penasaran sama postingan Pandu di IGnya, " jawab Salsa tanpa mengalihkan pandangannya dari HPnya. "Enggak biasanya dia posting kayak gini."

Lukman mendengus kesal menatap layar HP Salsa, "lu ngapain sih ikut-ikutan ngomongin Pandu? Pake stalkingin postingan dia segala. Lu kan udah punya gue." Lukman memutar bola matanya malas.

"Ya ampun Lukman, masak sih lu cemburu cuma gara-gara gue ikutan mereka? Lagian gue cuma liat postingannya doang, cuman like nggak ikutan komen kok." Ujar Salsa mencoba meyakinkan Lukman.

"Iya... tetep aja gue nggak suka." Ucap Lukman dengan suara yang datar. Manik matanya melirik kesal pada wajah Salsa yang sedang berusaha bersikap semanis mungkin.

"Yaudah maafin gue," Salsa menarik manja hidung Lukman.

Meskipun Salsa sudah resmi menjadi pacar Lukman, tapi tetap saja ia merasa tertarik dengan apa yang berhubungan dengan Pandu. Cowok paling populer nomor satu di Sekolah. Selain itu sebelum menjadi pacar Lukman, Salsa adalah salah satu siswi yang secara terang-terangan mengungkapkan perasaannya sama Pandu. Tapi karena Pandu cuek, dan tidak membalas perasaannya, ia terpaksa menerima Lukman yang sudah berusaha mati-matian untuk meluluhkan hatinya.

Tidak ada rotan akar pun jadi, tidak dapat Pandu, Lukman juga tidak kalah keren dari Pandu. Jadi tidak ada ruginya jika Salsa berpacaran dengan Lukman.

"Wadouh..." Lukman mengaduh saat seorang remaja yang sedang berjalan dari arah belakang dengan sengaja menyenggol pundaknya. "Eh brengsek... Lu nggak liat jalan selebar itu masih nubruk orang?" Umpat Lukman sambil menatap kesal pada remaja yang sudah menghadap ke arahnya.

"Suka-suka gue...!" Jawab Tristant ketus. Kemudian ia menjulurkan lidahnya ke arah Lukman, sambil berlalu meninggalkan Lukman dan yang lainnya.

"Yeee... tu anak kelas satu, songong amat," ucap Salsa dengan kening yang ia kerutkan. "Kayaknya dia belum tau siapa elu deh yang," imbuhnya sambil menoleh ke arah Lukman.

"Ah... iya," jawab Lukman gugup. Kemudian Ia menelan ludahnya dengan susah payah.

"Hei... pada ngapain? Masuk...!"

Teriakan seorang guru menggiring Lukman dan semua yang sedang berkumpul masuk kedalam kelas. Suasana di luar kelas langsung sepi, setelah mereka masuk ke dalam kelasnya masing-masing.

Pandu sudah duduk di bangkunya, ia mengangkat tangannya, lalu di sambut oleh Lukman memberikan pukulan 'Tos' di telapak tangan Pandu.

"Dari mana aja lu?" Tanya Pandu setelah Lukman duduk di bangkunya. Ia harus memutar tubuhnya untuk menatap Lukman, karena Lukman duduk di belakang Pandu. "Lu tadi nggak ikut upacara ya?"

Lukman tersenyum nyengir, ia membungkukkan badan mendekatkan wajahnya di kuping Pandu seraya berkata. "Gue nggak tahan pingin ngrokok, makanya gue nongkrong sambil ngerokok di toilet."

Pandu menjitak pelan kepala Lukman, "dasar, ngapa lu nggak ngajak gue, bego...!" Pandu memasang wajah datarnya, membuat Lukman tersenyum nyengir dan menjatuhkan pantatnya di bangkunya.

"Anak-anak buka halaman 105," suara seorang guru Kimia membuat Pandu kembali memutar tubuhnya menghadap kedepan.

Sejujurnya pelajaran Kimia adalah pelajaran yang paling memabukkan bagi Pandu. Perutnya terasa sangat mual kalau melihat ruwetnya pelajaran itu. Tapi meskipun begitu ia tetap saja menuruti perintah gurunya, membuka halaman sesuai yang diberitahu guru Kimia itu. Meskipun terpaksa.

Sementara di belakang, Lukman yang sebenarnya merasa penasaran dengan postingan Pandu di akun sosmed nya. Secara diam-diam Lukman membuka HP dan melihat akun IG milik Pandu.

Terlihat Lukman mengerutkan kening, saat melihat gambar, dan membaca caption yang pandu tulis pada postingannya. Ribuan like dan ratusan komentar sudah membanjiri hasil postingan Pandu, di akun instagram nya.

Pandu_atmaja;

#fotocilok

Pandu_atmaja ; Yang biasa akan terasa menjadi luar biasa, jika kita mampu mengubahnya.

Disukai oleh, salsaLKM, Jona_Than, Desmacute, TrisTantCT. Dan 1.025 orang lainya.

Lihat semua 512 komentar lainya...

Desmacute; apan sih ini? Cilook 😑😑

TrisTantCT; kak gue juga suka cilok.. 😊

Aldo130; sial jadi laper gue.

LexAll; sama gue juga @Aldo130

Lukman menekan tombol power di HP canggih miliknya, kemudian ia menyimpan kembali HPnya ke dalam kantung celana. Beberapa saat kemudian ia mengambil dan membuka buku catatan pribadinya.

Ada beberapa nama yang sudah ia tulis dan ia centang. Terlihat ia membaca ulang nama-nama yang sudah menjadi list, atau target tikungnya. Nama-nama itu diketahui adalah orang-orang yang sering terang-terangan menyatakan 'suka' kepada Pandu.

Catatan pribadi Lukman. Nama dengan tanda silang, adalah target yang mulanya tergila-gila sama Pandu, namun sudah berhasil Lukman meluluhkannya. Sedangkan yang belum ada tanda silang, masih dalam proses pendekatan, agar yang tadinya mengejar Pandu akan berubah menjadi menyukai Lukman.

Bella ×

Seli ×

Desma

Salsa x

Faradiba x

Alexa

Tristan

Menarik napas dalam-dalam, kemudian Lukman hembuskan secara perlahan. Meskipun ia bingung dengan apa yang akan ia lakukan terhadap anak itu, tapi sepertinya Lukman perlu menambahkan nama 'mamang cilok' masuk kedalam daftar targetnya.

~♡♡♡~

Matahari sudah menjalankan tugasnya dengan baik hari ini. Saatnya ia beristirahat dan kembali melakukan tugasnya esok hari. Menyinari alam jagat raya.

Aden sedang duduk bersilah, di ruang depan kontrakannya sambil menonton televisi. Berjualan seharihan membuat tubuhnya terasa pegal-pegal. Sesekali ia memiji-mijit sendiri punggungnya, namun pandangan tetap fokus pada layar televisi.

"Den kamu sudah makan?" Tanya Anis setelah ia keluar dari kamarnya.

"Sudah teh," jawab Aden. Namun pandangannya masih fokus pada layar televisi berukuran 17in.

"Hari ini lumaya ya Den?" Ucap Anis setelah ia duduk di dekat Aden. "Ciloknya abis." Anis tersenyum simpul menatap teduh wajah adik kandungnya.

"Iya teh, lumayan." Aden juga tersenyum hingga memamerkan giginya yang rapih.

"Kamu masih capek nggak Den?"

"Udah enggak teh," jawab Aden berbohong. Karena sebenarnya ia masih sangat capek setelah seharian berjualan. Tapi Aden tahu, Anis berkata demikian pasti akan meminta tolong padanya. Sehingga ia harus berbohong supaya Anis tidak merasa sungkan untuk meminta tolong padanya. Aden memang anak yang baik.

"Emang kenapa teh?" Lanjut Aden bertanya.

"Teteh mau minta tolong, bisa nggak cariin obat buat aa? Soalnya aa bukan cuma masuk angin. Tapi demam juga. Tadi tetah udah panggilin dokter, terus suruh nebus obat katanya." Ujar Anis.

Benar dugaan Aden, Anis akan meminta tolong padanya. Jadi meskipun masih lumayan capek, Aden tidak akan bisa menolaknya. "Bisa teh." Jawab Aden.

Anis menghembuskan napas lega, ia tersenyum simpul, kemudian Anis memberikan uang pada Aden seraya berkata. "Makasih ya Den, ini duit sama resep obat dari dokter. Maafin teteh udah ngrepotin."

"Teteh ini, kayak ama siapa aja," ucap Aden setelah ia menerima uang dan resep dokter dari Anis. "Yaudah atuh, Aden berangkat dulu."

Anis mengangguk pelan, kemudian Aden berdiri dari duduknya berjalan ke arah motor lalu mengeluarkan motor itu.

"Teh, ambilin switer Aden yang warna coklat, di kamar," titah Aden setelah ia berhasil mengeluarkan motornya.

"Iya... tunggu."

Anis berjalan ke kamar Aden, sementara Aden menunggu dan sudah nangkring di atas motor lengkap dengan helemnya. Tidak lama setelah itu Anis sudah keluar lagi dengan membawa switer milik Aden.

"Hati-hati Den," pesan Anis setelah ia memberikan switer sama Aden. Terlihat Aden hanya mengangguk kan kepala sambil memakai switer nya.

Beberapa saat kemudian Aden pun menjalankan motornya dan berlalu dari hadapan Anis.

Di tempat berbeda, tempatnya di pinggir jalan ada seorang gadis cantik sedang menendang-nendang ban mobilnya.

"Sial! siapa sih yang naru paku di pinggir jalan?" Umpat gadis itu sambil melihat ke kanan dan ke kiri. Ia sedang mencari seseorang untuk dimintai tolong. "Mana sepi lagi."

"Kenapa mobilnya non?"

Suara berat seorang pria membuat gadis yang ternyata bernama Desma tersentak, dan refleks menoleh ke arah sumber suara itu berasal.

"Eh bang, ini mobil gue banya kena paku," jelas Desma. Ia sempat mengerutkan kening saat sudah melihat penampilan pria yang seperti preman. Rambutnya panjang ikal diikat ke belekang. Tubuhnya kurus tinggi, dan memakai kaos singlet dan jaket berbahan levis.

Manik mata pria itu menelusuri tubuh Desma dari bawah, lali berhenti di bagian dada Desma. Ia menelan ludah susah payah saat melihat belahan dada milik Desma.

Merasa diperhatikan tidak wajar Desma menutup bagian dadanya yang terbuka menggunakan jaket model denimnya.

"Butuh bantuan?" Tawar preman itu.

Perasaan Desma tiba-tiba merasa tidak enak, selain itu lokasi di mana ban mobilnya terkena paku tempatnya lumayan gelap dan sepi. Desma kembali menebarkan pandangannya, melihat apakah ada orang lain di sekitarnya. Dan ternyata sepi dan tidak ada siapapun.

Kemudian suara bunyi dari remote kontrol pada mobilnya berbunyi, setelah ia menekan tombol untuk mengunci.

"Enggak bang, gue mau nemui temen gue aja," ucap Desma berbohong karena ia merasa takut. Berharap preman itu percaya dengan kata-katanya.

Tapi sayang, lokasi itu adalah wilayah kekuasan preman tersebut, dan paku yang menancap di ban mobilnya sengaja disebar untuk mendapatkan korban.

"Teman yang mana?" Tanya preman itu. "Tidak ada teman di sini."

"Ada kok bang, temen gue bentar lagi dateng, baiknya gue nunggu di sana," berada di dekat preman itu, Desma merasa takut dan nyalinya menciut. Oleh sebab itu Desma berjalan berusaha meninggalkan preman itu. Namun sayang.

"Hei mau kemana kamu?" Preman itu menarik pergelangan Desma. "Sini biar gue bantu!" Ucap preman itu dengan suara yang dinaikan.

"Lepas bang, nggak usah dibantu, biar temen gue aja," ujar Desma sambil berusaha melepaskan cekalan tangan preman itu.

"Enak aja temen elu yang benerin, gue capek-capek nyebar paku, trus gak ada hasil apa, nggak bisa."

Desma tersentak mendengar pengakuan preman itu, ia menyadari kalau dirinya saat ini sedang dalam bahaya. Karena itu Desma semakin berusaha dengan sisa tenaga yang ia punya untuk bisa lepas dari cengkeraman preman itu.

Akan tetapi meski preman itu kurus, dan wajahnya peot, tapi tetap saja ia laki-laki tenaganya jauh lebih kuat. Desma tidak mampu melawannya.

"Plis lepasin gue bang," mohon Desma, wajahnya terlihat memucat.

"Body lu oke juga, gue lepasin lu kalo elu udah temenin gue malam ini, gimana?" Tawar preman itu sambil menaik-turunkan sebelas alisnya. Senyumnya menyeringai dan mengerikan. Dan itu tentu saja membuat Desma sangat takut.

"Jangan bang plis lepasin gue, ambil duit gue nggak papa. Tapi plis bang lepasin gue." Tawar Desma dengan wajah mengiba, berharap preman itu kasihan padanya.

Tapi yang namanya preman, semakin korbannya merasa ketakutan, justru semakin semangat ia meneruskan niatnya.

"Tenang aja non, ntar gue ambil duit lu sehabis gue nidurin elu." Ujar preman itu sambil terus menarik paksa tangan Desma untuk dibawa ke tempat persembunyiannya.

Desma semakin merinding, dan takut dibuatnya. Dengan sisa kekuatannya yang ada ia berusaha melepaskan diri. Adegan tarik-tarik terjadi hingga beberapa menit hingga ada suara seorang remaja yang sempat menghentikan adegan itu.

"Lepasin bang."

Ucap remaja itu yang tiba-tiba saja sudah berada di belakang Desma. Seperti adegan sinetron yang sudah diatur oleh sutradara, di mana peran utama pria datang di saat yang tepat. Yaitu di mana tokoh wanita sedang diganggu orang jahat lalu di tolong oleh pemeran pria. Selanjutnya karena kejadian itu mereka saling jatuh cinta.

"Eh bocah, siape lu? Jangan ganggu gue, pergi kalau nggak mau cari mampus." Bentak preman itu yang masih mencekal tangan Desma. "Pergi!"

"Iya bang tapi lepasin dulu itu perempuan kasihan," mohon Aden. Sebenarnya ia juga merasa takut, namun ia tidak tega meninggalkan wanita yang belum dikenalnya itu dalam bahaya.

"Lu mau jadi pahlawan hah?" Bentak preman itu kembali. "Buruan pergi!"

"Plis tolongin gue," rengek Desma sambil menatap wajah Aden.

"Pergi atau lu juga mampus!"

Preman itu kembali membentak, membuat Aden harus menelan ludah karena sedikit takut. Kemudian ia mundur beberapa langkah hingga sedikit menjauh dari Desma dan preman itu.

"Plis jangan tinggalin gue." Desma semakin panik dan ketakutan.

Preman itu tertawa, karena melihat Aden menjauh, " ha... ha... nggak ada yang bisa bantuin lu?"

Mengetahui preman yang sedang lengah, kemudian Aden mengambil kesempatan itu untuk maju sambil berlari mendekati kembali preman itu. Setelah dekat kemudian Aden loncat dan...

Beg...!

Aden menendang perut preman itu hingga cekalannya terlepas dan jatuh tersungkur.

Bug...!

Aden menginjak perut preman itu dengan sekuat tenaga hingga membuat preman itu, merintih kesakitan.

Saat preman itu sedang mengaduh sambil memegangi perutnya, Aden berlari sambil menarik pergelangan tangan Desma.

"Buruan lari," ucapnya.

Tidak ada pilihan lain, Desma akhirnya pasrah mengikuti tarikan tangan Aden hingga membawanya ke motor Aden. Aden menaiki motornya lalu diikuti oleh Desma membonceng di belakang. Tidak menunggu lama Aden langsung menstater motor, dan menarik gasnya.

Dalam hitungan detik motor yang dikendarai Aden meluncur dengan kecepatan tinggi meninggalkan preman yang sedang berusaha untuk bangkit.

Beberapa menit setelah menjauh dari lokasi, dan merasa aman Aden memberhentikan motornya di pinggir jalan, tempatnya lebih ramai dari pada tempat tadi.

"Berenti sini aja ya, kayaknya sudah aman." Ujar Aden sambil menoleh pada Desma yang masih nangkring di motornya.

"Iya udah deh nggak papa," ucap Desma sambil turun dari motor Aden. "Makasih ya..." Desma menatap lekat-lekat wajah Aden. Ia baru menyadari jika Aden adalah anak yang pernah dipermalukan nya saat di cafe. Wajahnya berubah menjadi salah tingkah.

"Lu kan_?"

Belum sempat Desma melanjutkan kata-katanya namun Aden sudah memotong.

"Maaf aku buru-buru, soalnya mau nganterin obat. Lain kali hati-hati. Tapi kamu udah aman kok di sini," pesan Aden sebelum akhirnya ia menjalankan sepeda motor.

Sedangkan Desma gadis yang diketahui anak seorang janda pemilik SPBU di beberapa kota besar itu, hanya tertegun menatap kepergian Aden yang semakin menjauh.

Next chapter