'Setiap pertemuan merupakan takdir Tuhan yang tanpa disadari manusia memiliki sebuah makna di lain kesempatan.'
Aku terbangun sebab silaunya sinar matahari. Apa? Sudah pagi?
Rambut cokelat itulah yang pertama kali kulihat setelah membuka mata. Kulirik tanganku yang berada di pinggulnya, sementara sebelah lagi memeluk kepalanya seolah tak membiarkan ia pergi kemanapun. Bahkan aku bisa mencium harum tubuhnya yang bercampur alkohol semalam. Jelas, jarak kami tidak sampai satu meter. Suasana macam apa ini? Kenapa aku bisa tertidur memeluk Jang Mi di sofa ruang nnj4mik3an diriku yang berakhir memeluk tubuh wanita ini, tahu - tahu ia membukra mata.
"AAAK!"
"Hmph."
Jang Mi berteriak kencang lalu cepat - cepat menutup mulutnya sendiri seraya melaju ke kamar mandi. Dia sangat terkejut rupanya.
Aku bangun dan meregangkan kedua tangan. Menyentuh punggungku yang pegal luar biasa. Auuhh, bodohnya Min Yoongi. Kau mabuk semalaman. Memalukan. Aku harus ingat apa saja yang kukatakan padanya. Lebih baik aku mandi dulu.
...
"Astaga apa yang kulakukan?
Oh, bukan bukan. Apa yang kami lakukan semalam?"
Jang Mi bergumam sendiri sambil memaksa otaknya membawa kembali potongan memorinya semalam. Ia mondar - mandir di kamar mandi. Mual di perutnya sudah berkurang. Bangun tidur ia sampai harus muntah beberapa kali dan menghabiskan waktu hampir satu jam disana. Itu artinya ia minum terlalu banyak dari batas tolerannya.
"Hm? Wangi apa ini?"
Perutnya kini jadi meraung - raung mencium bau masakan dari dapur. Benar saja, Yoongi ada disana.
"Kukira kau mandi. Apa perutmu sakit? Atau kau masih mual?" Pria itu bertanya pada Jang Mi yang baru keluar dari kamar mandi disamping dapur. Matanya tetap fokus pada makanan didepannya.
Nampaknya Yoongi menyadari bahwa wanita itu habis membuang isi perutnya. Maka dibuatkannya sup hangat untuk menetralisir alkohol semalam. Jang Mi tak habis pikir. Ketika lelaki itu sudah rapi dan membuatkan hidangan sementara ia masih dengan pakaian yang sama dengan tadi malam serta rambut yang kusut. Ia mengendus tubuhnya sendiri dimana bau alkohol begitu menyengat. Mukanya memerah malu. Wanita itu tak mampu menahan rasa malunya lagi jadi ia lari terbirit - birit ke lantai atas. Bahkan kakinya sempat terantuk tangga dua kali. Masa bodoh dengan pertanyaan Yoongi yang tak terjawab.
Ada lengkungan tipis dibibir Yoongi melihat tingkah malu - malu Jang Mi. "Panik sekali," sahutnya lalu menyicipi sup yang baru selesai ia masak.
"Mmm .... Ternyata tidak buruk."
...
Mereka makan dalam diam. Jang Mi tentunya enggan membahas apapun yang berhubungan dengan kejadian semalam. Pipinya selalu memanas kala mengingat ucapannya sendiri.
("... Apa mungkin aku menyukaimu?")
("... Aku menginginkan pernikahan yang manis dan sederhana.")
Jang Mi menggelengkan kepalanya ditengah kegiatannya mengunyah makanan. Oh, ia sudah ingat semua kelakuannya tadi malam yang dengan berani menangkupkan tangannya di wajah lelaki itu. Menatap wajah Yoongi lamat - lamat.
'Mengapa harus ingat sekarang?' batinnya.
"Sial!"
Jang Mi tak sengaja mengucap.
Pria dihadapannya bahkan tak jadi memasukkan sup itu ke mulut mendengar umpatannya. Ia mengerjapkan matanya dan menatap heran wanita itu. Membuat yang ditatap menunduk malu.
"Maaf, kelepasan," sahut Jang Mi dengan senyum kikuknya. Yoongi tak menanggapi namun tersenyum kecil lalu melanjutkan sesi makannya.
Usai makan bersama, Jang Mi berinisiatif untuk mencuci piring. Ribuan kali dirinya mengutuk diri sendiri terutama mulutnya yang tak bisa dipercaya saat sedang mabuk. Ia sibuk memaki kebodohan dirinya semalam hingga tak menyadari Yoongi yang sudah berdiri tepat dibelakangnya.
"Apa ia baik - baik saja setelah semalaman tidur disamping wanita? Kelihatannya tidak ada masalah. Apa aku perlu mengatakan tentang hal itu?"
Tangannya berhenti sejenak masih memegangi piring berbusa. Ia nampak mempertimbangkan sesuatu yang masih dirahasiakan pada lelaki itu.
"Hal apa?"
Suara itu mengejutkannya. Beruntung piring yang ua cuci tidak jatuh dari tangannya dan pecah. Yoongi memang berada disana sejak tadi dan mendengar semua perkataan gadis itu. Takut - takut, Jang Mi membalikkan badannya kearah sang pria. Kemudian Yoongi melanjutkan, "Apa ada yang belum kau sampaikan? Selain kemungkinan bahwa kau menyukaiku?"
Tuhan, tolong buang saja aku ke Alhambra. Atau kuil di China sekalian untuk menjauh dari manusia ini. Memalukan sekali.
"Tidak ada. Aku melantur semalam. Mohon dilupakan saja."
Jang Mi membungkukan badannya seperti sedang meminta maaf pada Yoongi.
Yoongi memegang bahu Jang Mi, mencegahnya kembali pada kegiatan mencuci piringnya. Tangan itu menggenggam lengan kanan Jang Mi cukup erat. Lalu mengangkatnya.
"Lihat! Seseorang yang phobia pada wanita bisa melakukan hal ini. Semacam rusa yang berteman baik dengan singa."
Gadis itu tak tahu harus berkata apa. Jadi ia hanya mendengarkan tuturan Yoongi dengan lengan yang masih dicengkeram.
"Apa kau tahu penyebabnya? Kenapa cuma kau yang jadi pengecualian? Kenapa gejala phobia sialan itu tidak muncul meskipun aku menyentuhmu seperti ini?"
Cengkeraman itu mengendur. Kemudian Jang Mi memanfaatkannya untuk menjauh dari Yoongi. Melepas sarung tangan karet dikedua tangannya dan berlalu cepat meninggalkan dapur dan cucian piringnya.
...
'20 Tahun Lalu
Setelah Kecelakaan mobil Yoongi dan sang Paman'
Min Yoongi kecil terbangun ditempat yang cukup hangat untuk ukuran rerumputan. Ketika kelopak matanya terbuka, tiga pasang mata tengah menatapnya. Ia kebingungan sekaligus terkejut.
"Kalian .... siapa?"
Nampak seorang lelaki dewasa dan dua wanita. Yang satu ialah wanita dewasa, sedangkan satunya anak perempuan yang kelihatan lebih muda darinya.
Yoongi mencoba bangun dan mengusap kasar wajahnya. Ia meraba bagian dahi yang kini sudah terbalut kain kasa.
"Apa kita menakutkan, eomma?" tanya anak perempuan itu pada wanita disebelahnya.
"Tidak, sayang. Sepwrtinya dia sedikit terkejut karena karena belum mengenal kita. Apa kau tidak pusing, nak?" perempuan yang dipanggil eomma itu meletakkan telapaknya didahi Yoongi.
"Demamnya sudah turun, Pah," ujarnya pada pria dewasa disebelah kiri Yoongi.
"Syukurlah. Ohya, semalam kau pingsan dibawah pohon sana. Kebetulan keluarga kami sedang berkemah disini. Panggil aku ahjussi Ahn. Siapa namamu?"
Lelaki itu berbicara dengan senyuman ramahnya pada Yoongi yang masih kebingungan namun tetap mengangguk gemas. Membuat wanita paruh baya itu mencubit pipinya gemas.
"Min Yoongi."
Jawaban itu memunculkan senyum manis dari anak perempuan yang duduk disebelahnya.
"Halo, aku Jang Mi," ujarnya.
Takdir memiliki jalannya sendiri untuk menuju sebuah harapan dan pertemuan baru yang memiliki hubungan sebab akibat serta memengaruhi masa depan.
.
.
.
*bersambung*