webnovel

Bab 13

Beberapa hari ini Rindi dan Stefano jarang berinteraksi. Selain sibuk dengan kasus plagiat lagunya, Stefano juga sedang memproduksi beberapa lagu baru. Stefano memang orang yang gila kerja dan tidak pernah setengah-setengah saat melakukan suatu hal. Walaupun jarang berinteraksi, Rindi tidak pernah lupa atas kewajibannya sebagai istri.

Setiap hari Rindi tetap memasak untuk Stefano, tidak pernah lupa mengingatkan untuk makan, ibadah dan menjaga kesehatan. Meski begitu Stefano tetap seperti biasa, kesibukannya membuat orang di sekitarnya terlantar.

Pagi ini seperti pagi-pagi yang sudah berlalu, Rindi menghela napas dalam saat melihat menu sarapan yang dia buat masih utuh tidak di sentuh sedikitpun oleh Stefano.

Rindi menoleh ke arah pintu kamar Stefano yang seperti biasa tertutup rapat. Suaminya itu semalam pulang sudah menjelang Subuh, entah Stefano sempat tidur atau tidak. Rindi berjalan menuju kamar Stefano sekarang.

"Chan, Kamu belum sarapan?" tanya Rindi sambil mengetuk pintu kamar Stefano pelan.

Tidak lama pintu terbuka dari dalam dan Stefano keluar sudah dengan keadaan rapi. Stefano tersenyum lalu berjalan meninggalkan Rindi yang masih berdiri di ambang pintu kamarnya.

"Aku tidak sempat sarapan, buatkan Aku kopi saja dulu ya?" pinta Stefano yang kemudian duduk di kursi sofa ruang tengah.

Rindi menghela napas kemudian menganggukkan kepalanya patuh.

Stefano selalu saja rela menskip sarapan, tapi tidak rela kalau harus tidak minum kopi.

Tidak lama Rindi sudah berdiri di hadapan Stefano dengan secangkir kopi yang masih mengepulkan panas. Rindi meletakkan kopi itu di hadapan Stefano, lalu Rindi kembali berlalu dari hadapan Stefano. Dengan kening mengkerut bingung, Stefano mengambil alih cangkir itu lalu menyeruput kopi itu pelan.

Rindi kembali saat Stefano sudah siap akan pergi ke studio. Rindi menyodorkan kotak makanan pada Stefano.

"Makanlah saat Kamu sempat makan nanti, jangan sampai sakit kalau hanya demi bekerja," ujar Rindi sambil memandang Stefano.

Stefano sedikit tercengang, dia yang seharinya bahkan tidak pernah memperhatikan Rindi sebagai istrinya bagaimana bisa masih di perhatikan seperti ini.

"Jangan banyak berpikir, ambil ini dan pergilah. Hati-hati di perjalanan."

Rindi menyerahkan kotak bekal itu ke tangan Stefano, Rindi kemudian menangkap tangan Stefano dan mencium punggung tangan Stefano.

Lagi-lagi Stefano tercengang, istrinya itu tidak pernah lupa untuk mencium punggung tangannya. Rindi sudah kembali ke kamarnya, tapi Stefano masih berdiri sambil memandang kotak makanan di tangannya dan kamar Rindi bergantian.

***

Nana melirik Rindi yang sedang sibuk menyalin catatan. Sebentar lagi mereka akan ujian, Nana yang merasa ada yang tidak beres pada Rindi terus saja memandangi Rindi.

Sahabatnya itu terlihat lebih kurus dan juga matanya terlihat sayu. Ada dua hal di dalam benak Nana sekarang. Ada yang Rindi pikirkan dan juga kemungkinan Rindi sedang hamil sekarang. Nana berdehem berusaha mengalihkan perhatian Rindi. Benar saja Rindi langsung menoleh ke arah Nana kemudian mengangkat alisnya seakan bertanya ada apa.

"Kau hamil?" tanya Nana to the point.

Rindi membulatkan matanya terkejut, bagaimana bisa sahabatnya itu berpikir sampai ke situ. Rindi kemudian reflek menutup mulut Nana supaya tidak mengeluarkan suara lagi.

"Ya! Kenapa bisa berpikir seperti itu," ucap Rindi menyangkal.

Semakin Rindi bersikap seperti itu, semakin jadi saja kecurigaan Nana. Wajah pucat, lesu dan tirus sudah pasti bawaan bayi di tri semester awal kehamilan. Nana cekikikan sendiri dan menatap Rindi seakan mengejek.

"Sudahlah Kau hamil pun itu tidak dosa, Kau sudah punya suami juga kan. Sebentar lagi Stefano junior akan hadir di dunia ini," ucap Nana lagi kegirangan.

Rindi sudah tidak bisa menghentikan pikiran liar dari Nana itu. Rindi hanya menghela napas sambil menggelengkan kepalanya masih berusaha tidak membenarkan pemikiran Nana.

Rindi sedang berdiri di tepi jalan sambil sibuk mengirim pesan untuk Stefano. Dia sedang meminta ijin untuk pulang terlambat, Nana mengajaknya menonton film di bioskop untuk mencari referensi terjemahan untuk tugas akhir.

"Kau sudah ijin Suamimu?" tanya Nana yang tiba-tiba muncul di sebelah Rindi membuat Rindi terjingkat kaget. Rindi menoleh pada Nana kemudian menghela napas sambil membulatkan matanya gemas pada Nana.

"Oh...maaf maaf Aku mengagetkanmu lagi ya?" Seperti biasanya Nana nyengir kuda saat merasa bersalah pada Rindi.

Rindi tersenyum tipis kemudian menganggukkan kepalanya.

"Aku sudah meminta ijin pada Chan, tapi dia belum membalas pesanku. Kita bisa pergi setelah dia membalas ya?" sahut Rindi yang kemudian di timpali anggukan oleh Nana.

Tidak lama pesan masuk pada ponsel Rindi, dan lagi-lagi balasan dari Stefano itu hanya singkat. Rindi menghela napas kecewa, Stefano selalu saja cuek padanya.

"Dia memang hanya suami di atas kertas, Rin," batin Rindi menyadarkan dirinya sendiri di dalam hati.

Nana memandang Rindi yang berekspresi kecewa, kepalanya sedang berpikir keras kenapa ekspresi Rindi seperti itu.

"Kau tidak boleh pergi ya?" tanya Nana yang selalu terang-terangan mengungkapkan isi kepalanya.

Rindi menoleh pada Nana kemudian menggelengkan kepalanya, Rindi mencoba untuk tersenyum menutupi kekecewaannya pada sikap Stefano.

"Ayo berangkat!" Rindi menggandeng Nana berjalan meninggalkan area kampus sekarang.

***

Stefano tidak pulang 2 hari, malam ini dia berencana untuk pulang. Stefano tiba-tiba saja mengingat Rindi yang sendirian di apartemen sudah berhari-hari. Stefano mengemasi barang pribadinya kemudian mematikan komputer miliknya. Dia keluar dari ruang kerjanya dan ternyata studio sudah penuh dengan para sahabatnya.

"Sejak kapan kalian di sini?" tanya Stefano kemudian kembali duduk di sofa samping Victor. Dia lupa dengan tujuannya untuk pulang hari ini.

"Kau kalau sudah di dalam ruang kerja itu, pernah dengar orang masuk ke dalam studio ini?" sahut Jay yang kemudian mendengus dan memutar matanya malas.

Namsuya dan Jason tertawa kecil, begitu juga Jipyong dan Jan Ki. Stefano yang merasa apa yang Jay katakan benar hanya bisa mengusap belakang kepalanya malu.

"Oh, Hyung bagaimana kabar istrimu? Aku dengar dia hamil?" Tanya Victor yang teringat pada gosip di kampus beberapa hari ini.

Stefano membulatkan matanya kaget memandang Victor. Dia tidak percaya dengan apa yang dia dengar sekarang. Dari mana datangnya gosip itu. Stefano saja bahkan tidak pernah menyentuh Rindi, bagaimana mungkin gadis itu hamil.

"Kau dengar dari mana gosip itu? Rindi tidak hamil, itu hanya gosip yang tidak benar," sangkal Stefano cepat.

Sekarang gantian Victor dan yang lainnya mengerutkan kening heran. Kalau memang Rindi hamil pasti Stefano tidak akan menyangkal seperti ini. Mereka kenal Stefano tidak akan pernah dia itu berbohong.

"Tapi Aku dengar Rindi sedang hamil, maka dari itu setiap hari dia terlihat pucat dan semakin kurus," sambung Victor lagi menjelaskan apa yang dia dengar dan dia lihat di kampus.

"Pucat? Kurus?" Stefano justru bereaksi seperti itu. Dia bingung karena memang dia tidak pernah memperhatikan Rindi secara detail. Terlebih lagi sudah 2 hari ini dia tidak pulang.

Jay reflek berdiri dan menatap Stefano tajam, sahabat Stefano yang lain memandang Stefano dengan tatapan tidak percaya sekarang.

"Jangan bilang kesibukanmu ini juga mengabaikan Rindi?" Tebak Jay yang membuat Stefano bingung harus menjawab apa karena memang sejujurnya itu yang dia lakukan secara alami seperti biasanya.

Di tempat lain Rindi merasa perutnya akhir-akhir ini sering sekali kram. Di perjalanan pulangnya dari supermarket sekarang ini, bisa-bisanya perutnya kram lagi.

"Kenapa datangnya tidak tepat waktu," ujar Rindi kemudian memegangi perutnya dengan satu tangannya yang kosong. Rindi kemudian mencari tempat duduk di depan salah satu toko serba ada. Rindi menarik napas beberapa kali menghalau rasa sakit di perutnya, usahanya itu perlahan membuahkan hasil. Perutnya membaik dan Rindi melanjutkan perjalanannya pulang.

Sesampainya di apartemen, Rindi masuk dan meletakkan sepatunya di rak. Dia mengerutkan keningnya saat melihat begitu banyak sepatu yang tidak Rindi kenal bertengger di rak sepatu apartemennya tinggal. Rindi masuk dan memandang heran ke arah semua teman-teman suaminya. Ada apa? Kenapa tiba-tiba teman suaminya itu ada di sini.

"Kamu baru pulang dari belanja ternyata." Stefano menghampiri Rindi kemudian mengambil alih belanjaan Rindi dan berjalan ke dapur mendahului Rindi.

Dengan wajah bingung Rindi menganggukkan kepala dan mengekor mengikuti Stefano ke dapur.

"Kalau mau istirahat, masuk saja ke kamar. Kami hanya ingin main game bersama, sudah lama kami tidak berkumpul," ucap Stefano sambil memasukkan belanjaan satu persatu ke dalam kulkas. Tangan Fano kemudian di tangkap oleh Rindi. Stefano menoleh pada Rindi, alisnya terangkat satu.

"Kenapa Kamu jadi banyak bicara padaku sekarang? Dan kenapa baru pulang hari ini? Kemana saja Kamu sebenarnya?" Tanya Rindi beruntun. Ini kali pertama Rindi banyak bertanya pada Stefano, melihat suaminya pulang bersama teman-temannya membuat Rindi semakin tidak mengerti pada Stefano. Berhari-hari tidak pulang dan sekarang pulang dengan gerombolan orang bahkan menyuruh Rindi langsung istirahat. Rindi merasa Stefano keterlaluan sehingga tidak menjelaskan tidak pulangnya dia karena apa.

***

Next chapter