webnovel

6. Sedikit Terbuka Pada Ji Min.

Seseorang datang cukup pagi hari ini, dia memarkirkan sepedanya tepat di depan tempat dimana dia bekerja, tidak terlalu direndahkah dan tidak terlalu dihormati. Yang terpenting adalah dihormati.

Siapapun pasti akan merasa sangat tertekan, ada dan tidak adanya tingkat percaya diri dalam seseorang mengakui pekerjaannya. Ji Min bukan orang yang seperti itu, pria yang memiliki tinggi seratus tujuhpuluh tiga centi meter itu tetap percaya diri walaupun dia bekerja tanpa perubahan.

Pekerjaannya hanya sebagai pelayan caffe, dan dia tetap menekuninya hampir lima tahun terakhir.

Tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi membuat Ji Min percaya dan yakin jika pekerjaannya tidak akan pernah luntur dan menghilang, dia sudah sangat nyaman, dan Ji Min tidak bisa mendapat pekerjaan yang lebih tinggi dari harapannya.

Tamat sekolah SMA membuat Ji Min merasa sangat bersyukur, tidak kuliah bukan berarti Ji Min akan menjadi bodoh untuk selamanya. Belajar bisa dari mana saja. Ya, contohnya pelajaran hidup yang sangat berharga.

Klek.

Suara pintu terbuka karena terkunci itu tidak membangunkan seseorang yang sedang tertidur lelap di pojok ruangan dimana dia hanya tidur menggunakan enam kursi yang disejajarkan.

"Selamat pagi," sapa Ji Min pada dirinya sendiri karena dia yang membuka kunci caffe dan berangkat lebih awal seperti biasa sebelum Jung Ki datang.

Sayangnya saat Ji Min berniat menyalakan lampu beberapa menit setelahnya dia dikejutkan dengan satu orang yang maish nyenyak dalam tidurnya, baju yang sema yang dia kenangan kemarin, begitupun jaket tebal yang sengaja dia selimutkan pada tubuh bagian atasnya.

"Astaga!" terkejut Ji Min begitu melihat Jung Ki benar-benar tidur di ruangan ini bahkan dalam keadaan AC yang mati. "Yak!" teriak Ji Min berusaha membangunkan Jung Ki yang tertidur.

"Kenapa?" gumam Jung Ki karena dia sangat sadar jika malam ini dia tidur di caffe dan baru bida tertidur pukul empat pagi walaupun sekarang mungkin sudah hampir pagi.

"Kau tidur di sini?" tanya Ji Min yang sebenarnya pertanyaan retorik yang tidak perlu dijawab juga. "Ya, aku hanya lelah berjalan pulang." Jung Ki mulai bangun, dia tidak benar-benar bangun. Matanya masih menutup saat dia duduk dan mulai merenggangkan semua otot di tubuhnyan

"Kenapa kau tidak mengatakannya padaku? Kalau saja kau bilang diawal jika akan menginap di caffe, aku juga akan ikut tidur di caffe juga," ucap Ji Min dengan bersahabat karena dia sudah menganggap Jung Ki sebagai adiknya sendiri.

"Aku juga tidak merencanakannya, jadi aku tidak sepenuhnya tahu," jawab Jung Ki mulai mengambil langkah awal untuk mandi. "Maaf membuatmu menunggu, Kak. Aku akan mandi dulu, jam berapa sekarang?" tanya Jung Ki saat dia mencari posis jam dinding di ruangan tersebut.

"Tujuh pagi," jawab Ji Min mengambil pekerjaannya menyusun kursi yang sempat dirusak oleh Jung Ki untuk dijadikan tempat tidur beberapa jam yang lalu.

"Kak--"

"Aku tahu," jawab Ji Min saat tahu jika Jung Ki akan melakukan hal yang sama dengan mengatakan maaf dan terimakasih.

"Maafkan aku, Kak." Ji Kin terkekeh, dia melihat bagaimana Jung Ki memilih untuk tetap meminta maaf dan selebihnya serius dalam pendiriannya untuk mandi dan bersih-bersih beberapa.

Ji Min tahu apa saja yang Jung Ki bawa di tas yang sangat besar itu, dulu sekali. Lebih tepatnya enam bulan satu tahun sebelum hari kemarin Ji Min melihat-lihat tas besar itu karena tidak sengaja di tutup.

Waktu itu Jung Ki memang sempat marah, pria itu bahkan mendiamkan Ji Min lima jam kerja dalam dua hari. Walaupun hanya lima jam, Ji Min menyadari kesalahannya.

Separah apapun Jung Ki dingin, dan sibuk dengan urusan dan diamnya sendiri, pria itu suka hal-hal diluar nalarnya.

Walaupun memang ada hampir tiga baju harian untuk ganti (selalu membawa baju lebih dari tiga) Jung Ki juga membawa peralatan mandi, dan beberapa wangi-wangian miliknya yang akan membuat Ji Min tidak nyaman.

"Kau masih membawa parfum lebih dari lima belas lagi hari ini?" tanya Ji Min sedikit menjahili Jung Ki karena pria itu sangat sensitif teehadap bau.

"Kak, kau sangat menyebalkan!" kesal Jung Ki sebelum hilang ditelan oleh pintu kamar mandi caffe.

Sejujurnya hal seperti ini terkadang sangat biasa. Jung Ki yang menginap sendiri, Ji Min yang menginap sendiri atau mungkin keduanya yang memilih untuk tetap penginap bersama di caffe tersebut.

Jadi untuk keterbukaan barang-barang, Jung Ki sedikit membatasi Ji Min. Tapi semenjak saat itu Jung Ki terlihat mulai terbiasa. Semenjak Ji Min dengan tidak sopannya membuka tas besar milik Jung Ki.

"Jung Ki, kenapa kau sangat menggemaskan dengan semua perlengkapan mandi berwarna merah muda itu," gumam Ji Min memilih membersihkan ruangan tersebut dengan santai membiarkan Ji Min tetap dalam aktifitasnya sendiri.

Limabelas menit Ji Min membersihkan tempat kerjanya, ptia itu lagi-lagi hanya bisa membersihkan area pekerjaan Jung Ki dimana semua peralatan memang bersih namun sengaja di siapakan. Genap tigapuluh sembilan menit Jung Ki masih tetap belum keluar dari kamar mandi. Ji Min hanya bisa mengalah untuk tetap membuka caffe walaupun masih cukup cepat, melihat bagaimana Jung Ki akan tetap di kamar mandi bisa melebihi limapuluh menit, Ji Min memilih untuk tetap berbicara mengambil jawaban.

"Jung Ki, sudah ada yang memesan sesuatu," ucap Ji Min mengambil perhatian dari pria yang masih sibuk mandi walaupun belum terdengar suara air sama sekalim

"Kak, aku baru saja selesai BAB dan aku belum mandi sama sekali," teriak Jung Ki menjawab dengan jawaban yang membuat Ji Min merasa terbebani. "Yak!" teriak Ji Min karena dia kehabisan kesabaran.

"Kenapa kau gila!" marah pria itu lagi namun dari dalam hanya terdengar guyiran air membuat Ji Min semakin tersulut emosi.

"Ya-ya, ya. Siapapun pasti tahu jika ini gangguan alam, bukan karena aku membuat-buat," kesal Jung Ki kembali melanjutkan mandinya membiarkan Ji Min menunggunya lebih lama lagi.

Ting!

Suara dentingan lonceng masuk terdengar, kali ini Ji Min sudah mulai gugup bukan main. Jung Ki yang bekerja sebagai barista masih sibuk mandi di kamar mandi, dan sudah ada pelanggan yang tidak Ji Min harapkan sama seali kedatangannya.

"Yah, si bangsat itu," kesal Ji Min memilih mendekat pada pelanggan pertamanya bahkan sebelum kode masuk caffe mulai dibukam

"Permisi, ada yang bisa saya bantu?" tanya Ji Min masih belum memiliki persiapan lebih seperti sebelum-sebelumnya. "Bantu? Bukankah ini bukan pusat bantuan? Aku butuh caffe pengganti sarapan, kenapa caffe ini buka terlalu terlambat?" tanya pria tadi membuat Ji Min menelan ludahnya sukar karena caffe ini belum siap bekerja karena Jung Ki seorang barista.

"Tuan, maaf. Tapi kami masih belum buka, kami buka pukul delapan lebih limabelas menit lagi, dan sekarang masih pukul tujuh lebih empatpuluh menit. Ini bukan salah kami, tuan." Ji Min memberi sedikit pengertian setidaknya jika sekarang bukan tempatnya untuk buka. Jika pelanggan pertamanya masih membutuhkan minuman di jam seperti ini untuk pengganti sarapan, setidaknya mereka tidak pergi ke caffe ini katena jelas-jelas tertulis jika sekarang belum jam buka caffe.

"Tuan, tapi kami--" Belum selesai menjelaskan pada pelayan tadi setidaknya Ji Min bisa menghela nafasnya lega. Jung Ki sudah keluar, dengan parfum miliknya dsn rambut yang sudhs tertata rapi.

"Selamat pagi, tuan." Jung Ki menyapa pelanggan peetamanya dan langsung memakai celemek di tempatnya.

"Kak Ji Min, layani saja," ucap Jung Ki memerintah pada Park Ji Min untuk melayaninya saja. Mata tajam Ji Min hanya bisa menatap dengan perasaan ramah pada Jung Ki.

'Ini semua salahmu, bangsat!' Mungkin jika dijelaskan Jung Ki tahu jika yang dikatakam Ji Min adalah satu hal yang sama.

"Maaf tuan, mau pesan apa?" tanya Ji Min memilih mengalah karena berhasil dikerjai oleh Jung Ki perkara mandinya. Hampir tujuh menit mereka berbicara, pesanan pelanggan pertama dari Jung Ki selesai.

Ji Min memberikan dan menominalkan pesanannya. "Terimakasih sarapanku, nak." Pria tadi pergi dan memilih untuk melanjutkan perjalanannya lagi tanpa bicara hal banyak.

Sekarang Jung Ki, dia mendapat tatapan mengerikan dari Ji Min setelah pria itu membuka caffe dengan membalikkan tulisan di depan pintu tempat kaca.

"Kau puas menjatuhkan harga diriku di depan pelanggan pertamaku?" tanya Ji Min membuat Jung Ki tertawa kecil mengingat apa yang baru saja terjadi. "Pria tadi juga pelanggan pertamaku, terimakasih Kak Ji Min." Sial. Bahkan sekarang Ji Min selalu kalah dengan ucapan dan sikap manis Jung Ki yang selalu membuat Ji Min tidak bisa mengatakan apapun bahkan marah.

"Kau selalu menjebakku, dan aku tidak bisa mengatakan apapun untuk marah padamu. Kenapa kau pintar sekali membuatku marah, sialan." Ji Min terlihat tidak baik-baik saja, pria itu hanya bisa kesal dan mengalah pada Ji Min.

Tapi kenapa pacar Jung Ki bukan Ji Min melainkan Tae Woo? Itu juga satu masalah yang besar yang belum Jung Ki bisa pecahkan.

"Kenapa kau sangat sensitif sekali, Kak." Jung Ki memutar bola matanya malas mengingat apa yang dia lihat benar-benar membuatnya kelabakan kesal.

"Maafkan aku," ucap Ji Min saat dia tahu jika yang dia lakukan benar-benar diluar kendali meminta maaf pada Jung Ki.

"Jadi ceritakan padaku kenapa kau tiba-tiba jadi tidur di caffe saat kemarin kau mengatakan akan pulang?" tanya serius Ji Min pada Jung Ki yang terlihat sedikit keberatan dan menghela nafasnya berat

"Aku terlambat pulang, pintu sudah terkunci dan aku kembali ke caffe untuk tidur," jawab Jung Ki memberi alasan yang lebih jelas dan logis dari sebelumnya.

"Jangan mempermainkanku terus, Jung Ki." Ji Min terlihat sangat terbiasa dengan alasan yang Jung Ki katakan baru saja, pria barista itu justru terkekeh mendengar kemarahan Park Ji Min baru saja.

"Baiklah aku akan menjawab dengan jujur sekarang," ucap Jung Ki ingin sedikit lebih terbuka pada teman kerjanya.

"Seseorang membuat kesalahan, dan aku harus membuat kesalahan juga. Aku melakukan hal yang sama untuk menutupi seseorang marah padanya. Jadi, aku sengaja tidak pulang agar aku mendapat masalah jua, apa kau percaya sekarang, Kak?" Ji Min menyatukan alisnya pelan, dia sedikit paham namun tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi.

"Jung Ki," panggil Ji Min sebentar, namun notifikasi pesan dari ponsel Jung Ki mulai memotong pria itu membalas. "Nanti dulu," jawabnya.

/Kenapa kau tidak pulang malam ini? Apa rumah paman tidak membuatmu nyaman? Kau bekerja, paman tahu. Tapi bukan dengan pekerjaan kotor seperti ini, Jung Ki. Kau tanggung jawab paman./

/Pulanglah lebih cepat malam ini, paman maksamu dan butuh alasan darimu./

Jung Ki menghela nafasnya berat, pria otu hanya bisa menghela nafasnya berat.

"Kak, aku dalam masalah karena seseorang. Aku tidak bisa mengatakan siapa seseorang itu."

Saya akan sering datang, tolong tunggu kedatangan saya.

sakasaf_storycreators' thoughts
Next chapter