webnovel

Hutan

Ravi mengawasi sekelilingnya di mana dia menemukan dirinya dengan aneh berada pada sebuah hutan yang dipenuhi dengan pohon-pohon tinggi menjulang. Kaki telanjangnya menjejak tanah basah dengan dedaunan kering yang tertimpa sisa-sisa air hujan.

Di mana dia? Sekali lagi Ravi bertanya di dalam kepalanya, mengapa dia bisa terbangun di dalam hutan ini?

"Raymond?" panggil Ravi kuat ketika dia masih tak kunjung menemukan sosok Raymond di antara pepohonan.

Tidak ada jawaban dari Raymond yang Ravi harapkan. Hanya sebuah udara kosong yang memeluk tubuhnya di malam yang semakin menusuk. Yang Ravi dengar hanyalah gema berisik dari suara napas dan tapak kakinya sendiri ketika dia berjalan semakin cepat. Perasaan di awasi pada gelapnya malam dan hanya dengan sebuah sinar bulan membuat kulit Ravi meremang.

"Raymond?" panggil Ravi lagi tidak menyerah untuk keluar dari hutan yang semakin mencekam.

Ravi tahu bahwa dia tidak seorang diri di sini, dengan langkah kaki lain bergerak cepat mengikutinya di belakang. Ravi berlari tak ingin sesuatu itu mengejar serta mendapatkannya, dia yakin itu pasti bukan Raymond. Bagaimana dia bisa berada dalam posisi ini sekarang? Ravi sebelumnya tidur di kamar bersama Raymond lantas mengapa dia berakhir di sini?

"Raymond!"

Kaki Ravi menjadi sakit ketika dia menginjak kerikil tajam serta ranting-ranting patah di tanah karena lari begitu kencang. Di mana Raymond ketika Ravi benar-benar membutuhkannya?

"Untuk apa lari dariku?" Seketika langkah Ravi terhenti bersamaan dengan rasa sakit begitu menusuk di kakinya. Dia melihat ke bawah di mana telapak kaki Ravi sendiri mengalami luka robek memanjang karena tusukan ranting kayu tajam.

"Kamu tidak bisa lari ke manapun." Suara itu lagi yang sangat Ravi kenal datang dari Adrian. Ravi tidak bisa lari lagi ketika tubuhnya tiba-tiba membeku.

Adrian tiba-tiba saja muncul di depannya, melayang dengan sayap putihnya mengepak kemudian turun tepat di hadapan Ravi. "Apa yang kamu inginkan?"

Ravi tidak langsung mendapatkan jawaban yang dia inginkan, tatapan tajam Ravi layangkan pada Adrian yang justru menyeringai ke arahnya. Pria itu kemudian berbicara kembali. "Kematianmu."

Pria itu mengambil sesuatu dari balik punggungnya dan Ravi seketika menegang melihat kembali pedang panjang berkilau tertimpa cahaya bulan mengarah padanya. "Bagaimana jika hari ini adalah hari kematianmu?"

Ravi tidak pernah tahu apa sebenarnya kesalahan dirinya di masa lalu sehingga dia harus berhadapan dengan orang seperti Adrian yang dipenuhi dengan kebencian ini. "Maka, lakukan segera."

Ravi hanya tidak tahu harus mengatakan apa-apa lagi. Namun, setelah dia mengatakan itu, Ravi disambut dengan tawa bergemuruh dari Adrian.

"Tidak semudah itu. Aku ingin kematianmu harus lebih menderita dari adikku sendiri. Membuatmu putus asa."

"Apa hubungannya denganku? Aku sama sekali tiak mengenalmu dan kita jelas berbeda." Ravi menaikkan suaranya, tangannya terkepal di masing-masing tubuhnya. Tidak salah lagi bahwa Adrianlah yang telah membuat Ravi hingga berada di sini.

"Oh? Kamu tidak tahu apapun? Sudah berapa banyak kamu lupa?"

Ravi menahan napasnya ketika Adrian mengarahkan pedang menyentuh dada Ravi, pria itu makin menyerengai lebar. Dia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya Adrian katakan.

"Aku tidak peduli kamu tahu ataupun tidak, tetapi sepertinya akan lebih baik membunuhmu secara langsung di depan budak itu agar dia menggonggong seperti anjing."

"Jangan berani menyebut Raymond seperti itu, sebaiknya kamu menutup mulutmu." Ravi mendorong pedang itu kesamping menyingkirkan dari hadapannya, alis Ravi menukik tajam mendengar penghinaan itu yang tertuju untuk Raymond. Ravi tidak peduli apapun tentang masalalu mereka, tetapi penghinaan seperti ini tidak dibenarkan.

Ada tawa menggelegar datang dari Adrian, pria itu maju semakin mendekat pada Ravi yang sama sekali tidak mengarahkan pandangannya dari mata tajam pria berambut silver itu. Sayap Adrian yang membentang lebar tidak cukup mengintimidasi Ravi untuk membuatnya takut. Ravi justru ikut maju ke depan dan menggeram, "Sebaiknya lakukan yang kamu inginkan segera, aku benar-benar muak melihatmu."

Ravi tersentak ke belakang dengan sebuah tangan telah melingkar erat di lehernya. Namun, dia tidak akan membuat Adrian puas dengan dirinya yang merasa kesulitan karena cekikkan itu. Ravi bahkan tidak memberontak justru bibirnya melengkung ke atas menatap mata Adrian yang berkilat penuh amarah. "Lihat kamu yang tampaknya membenci manusia yang kotor, sekarang bahkan kamu menyentuhku. Begitu mudah terpancing."

Mata Adrian berkilat di bawah sinar bulan, napas panasnya berhembus tepat di depan wajah Ravi. Kemarahan yang menguar dari Adrian begitu pekat tersalur dari cengkeraman di leher Ravi yang mengerat. Ravi mungkin akan mati sekarang. Kemudian sesuatu yang berkilat muncul dari sudut pandangan Ravi dalam gerakkan cepat Ravi tersentak merasakan tubuhnya seolah terbagi menjadi dua ketika pedang itu sukses tertancap di dadanya.

Adrian mendekatkan wajahnya pada telinga Ravi dan berbisik dengan napasnya yang terengah. "Ini masih belum selesai."

Next chapter