webnovel

3. Tinggal

Ravi bangun dari tidur dengan badan yang berkeringat dan kelelahan. Dia memijat keningnya dan menarik napas menyadari bahwa dirinya masih mencium aroma cokelat itu lagi, Ravi menarik ujung selimut untuk dia tempelkan di hidung. Dia menghirup dalam-dalam, seolah itulah tumpuannya dalam bernapas. Ravi berpikir bahwa apa yang terjadi sebelumnya merupakan bunga tidur, tetapi ketika dia kembali mengendus selimut di genggaman tangannya, Ravi tahu bahwa semua yang terjadi adalah nyata.

"Menikmati sesuatu, eh?" Ravi terdiam menegang seolah-olah dia terciduk melakukan sesuatu yang memang benar dia lakukan.

Pipi Ravi terasa hangat mendapati Daniel memergoki dirinya menciumi selimut dengan tak wajar. Dia langsung melepaskan selimut dari genggaman tangannya seolah tak terjadi apa-apa. Ravi tidak tahu ada apa dengan dirinya hingga dia bersikap seperti ini. Lebih terdengar tidak masuk akal bagi Ravi, dia tidak mungkin menghirup aroma yang keluar dari laki-laki lain seperti ini.

"Dia tidak melakukan apapun kan, terhadap Ravi?" tanya Daniel yang Ravi mengerti siapa yang kakaknya maksud.

Ravi menghela napas lalu menggeleng kecil, dia menyibak selimutnya menjauh dari tubuhnya. Ravi tiba-tiba merasa khawatir dengan apa yang terjadi setelah dia kehilangan kesadarannya saat itu. Padahal sebelumnya Ravi baik-baik saja dan rasanya tidak mungkin dirinya akan tiba-tiba pingsan begitu saja saat itu. "Di mana Raymond, Daniel?"

Daniel menatap Ravi dengan mata menyipit, tatapan penuh kecurigaan dari kakaknya itu selalu melekat dalam kondisi seperti ini. Dia bertopang pada salah satu bagian kakinya dengan kedua tangan terlipat di depan dada. "Untuk sementara aku mengurungnya di gudang. Ravi, jelas dia bukan manusia. Dia bisa saja berencana jahat. Kita tidak tahu apa tujuannya datang ke sini. Bagaimana bisa kamu percaya begitu saja?"

"Aku tahu. Tapi entah mengapa aku percaya dia tidak akan melakukan sesuatu yang buruk." Ravi menatap Daniel meyakinkannya. Untuk beberapa saat keheningan membungkus mereka, tetapi Ravi memutuskan untuk bangkit berdiri hendak berjalan ke ambang pintu.

"Tetap saja, Ravi baru bertemu dengannya belum genap tiga jam, dan langsung mempercayai orang asing itu. Bahkan aku tidak bisa menyebutnya orang, dengan sayap hitamnya. Hanya merasa percaya tidak bisa menjadi patokan dan merasa aman, Ravi. Dia adalah laki-laki yang tiba-tiba masuk ke kamarmu dengan tanpa mengenakan baju, aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika aku tidak ada di sana."

"Daniel, jika Raymond memang ingin berbuat jahat. Dia bisa melakukannya ketika aku masuk ke kamar dan menutup pintu saat itu juga, tetapi dia tidak." kata Ravi meyakinkan Daniel sekali lagi dengan nada halus. "Dan aku percaya karena hati dan pikiranku mengatakan seperti itu. Bahwa dia memang bukan orang jahat."

Daniel menghembuskan napas berat, dan menggeleng kecil. "Aku tidak merasa seperti itu. Percaya kepada seseorang tidak sesederhana itu, Ravi." Daniel kemudian menunjukkan jarinya dengan plester luka, lalu kembali berkata, "Lihat, Ravi. Bulunya sangat tajam saat aku mencoba menyentuhnya."

Ravi terperangah mendengar kalimat terakhir dari Daniel, dia menggeleng kecil dan menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. "Tidak, bulunya sangat halus. Aku menyentuh bulu itu yang jatuh ke lantai."

"Tidak mungkin. Aku juga melakukannya." Ravi tahu Daniel tidak berbohong tetapi bulu itu benar-benar halus hingga Ravi ingin menyentuhnya secara langsung. "Dengar Ravi, dia adalah orang asing dan dia bukan manusia seperti kita. Kita tidak tahu apa sebenarnya tujuannya datang kemari dan juga mengapa dia tiba-tiba berada di dalam kamarmu yang tanpa balkon itu? Kita tidak bisa mempercayai orang asing begitu saja."

Daniel berkata hal serupa lagi pada Ravi dan hal itu tidak membuat keputusan yang akan diambil olehnya nanti akan berubah. "Aku tahu bahwa Raymond bukan orang jahat, Daniel."

"Ravi, kita tidak pernah tahu bagaimana isi kepala seseorang dan apa yang mungkin saja tengah dia rencanakan. Bukan hanya kamu yang aku khawatirkan bisa masuk ke dalam bahaya, tetapi juga ibu, ayah dan juga aku sendiri," kata Daniel menggenggam bahu Ravi lembut. Ravi terdiam untuk beberapa saat memikirkan hal itu, dia tahu bahwa memang dirinya belum mengenal betul bagaimana sosok Raymond sebelum pria itu datang kemari dan juga resiko yang bisa saja keluarganya terima. Namun, Ravi juga tidak bisa mengabaikan hatinya mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja dengan kedatangan Raymond.

Ravi harus menghentikan pembicaraan ini agar dirinya bisa menemui Raymond lebih cepat dan menanyakan pertanyaan yang sudah ingin dia lontarkan sejak kedatangannya. "Daniel, aku ingin menemui Raymond dahulu dan aku akan mengetahuinya."

"Seperti ayah dan ibu, kalian terlalu cepat percaya," gumam Daniel yang pasrah saat Arghi masih bersikeras untuk menemui pria asing itu. "Dia terus menangis dengan nyaring, karena itu aku harus mengurungnya di gudang. Jika terjadi sesuatu, Ravi harus langsung berteriak."

Ravi mendengus mendengar kalimat terakhir dari Daniel yang menyuruhnya berteriak seperti seorang gadis, tetapi dia pada akhirnya mengangguk. Dia juga menahan pertanyaan tentang alasan Raymond hingga pria itu bisa menangis.

Namun, dia merasakan secuil rasa tidak nyaman mendengar bahwa Daniel mengurung Raymond di gudang, sebelum dia benar-benar keluar dari kamarnya, Daniel kembali berbicara. "Ayah dan ibu sedang pergi membelikannya sesuatu yang bisa dia pakai."

Entah apa alasannya, dada Ravi kemudian menghangat setelah mengetahui bahwa ayah dan ibunya juga mempercayai Raymond bukannya malah mengusirnya tanpa membicarakannya lebih dahulu pada Ravi, hal itu membuatnya lega. Walaupun Ravi menyadari dan merasa aneh pada dirinya yang cepat mengakui dan mempercayai Raymond begitu saja lewat hati dan perasaannya.

Namun, dia yakin bahwa kedatangan Raymond pastilah bukan hanya seperti yang Raymond sendiri katakan pada Ravi. Pastilah ada sesuatu yang lebih mendesak telah terjadi dalam hidup pria itu.

Next chapter