webnovel

7. Detektif Indigay

Paginya Aku terbangun tepat memeluk Vian saja yang tidur menyamping. Tak ada Rama disebelahku. Aku segera menarik tanganku menghindar dari tempat tidur. Sejak kapan Aku memeluk Vian begitu erat. Aku tidak sadar. Kulirik jam dinding di kamar Vian. Ternyata Aku kesiangan.

Mati Aku!

Sudah pasti Aku dicari oleh Bu Laura. Aku merogoh saku celana untuk mencari handphoneku, namun tidak ada. Aku bergegas keluar dari kamar, segera menuju ke mobil. Sepertinya tinggal di kursi mobil. Kuputuskan untuk meminta cuti saja ke Bu Laura. Toh, tidak ada pekerjaan yang tertunda.

Aku membuka pintu mobil, dan ternyata benar. Handphoneku tertinggal di mobilku. Aku menyalakan HP, mendapati banyak panggilan yang tidak terjawab dari Daffa hingga puluhan kali. Apa sepenting itu panggilan dari Daffa sehingga Ia menelponku berkali-kali. Aku segera mengusap layar monitor HP ku untuk menghubungi Daffa melalui Wa.

Aku terperangah, syok, tak habis pikir

saat Aku membaca chat Daffa.

"Agung, tolongin, gua dikejar orang" 00.15

"gua mau dibunuh," 00.17

"dia pasti pembunuh Rama" 00.18

"share loc dari Daffa" 00.19

"dia se " 00.20

Dan waktu terakhir adalah recent updates terbaru dari Daffa. Aku sangat panik, kucoba menelpon Daffa baik langsung ataupun WA, namun tak ada jawaban. Dia se, se apa. Apa Daffa bermaksud menguak identitas pelaku itu namun lebih dulu tertangkap. Tanpa basa-basi Aku menekan lokasi yang dikirim Daffa.

Oh fck!!

Itu lokasi gudang belakang kantorku. Bagaimana bisa semua orang yang meninggal ada disitu. Aku segera melajukan mobilku kencang meninggalkan rumah Rama. Dalam perjalanan kucoba lagi menelpon Daffa. Namun nomornya tetap saja tidak aktif. Kulajukan mobilku lebih kencang menembus jalanan ibukota. Aku berharap Daffa baik-baik saja. Aku menyesal kenapa meninggalkan handphoneku di mobil.

Setibanya di gudang kosong. Aku membuka pintu gerbangnya dan berlari menuju kebagian belakang gudang. Lututku lemas, Aku melihat mayat tergeletak disana. Aku melihat wajahnya, itu betul-betul mayat Daffa dan dia telanjang bulat. Daffa sudah meninggal.

"Rama..." teriakku kencang.

Rama langsung muncul di depanku, Aku menunjuk mayat yang tergeletak tak jauh didepanku. Rama tak mampu bergerak. Ia menutup mulutnya, Ia pasti sangat terkejut. Tubuh Rama mematung dan bersimpuh diatas tanah. Rama meraung memanggil nama Daffa.

"Daffa... kenapa harus Daffa, kenapa!!" Rama menangis pilu, Ia mengacak rambutnya sendiri.

"Big... ini nggak asli kan, Aku salah liat kan" tangis Rama semakin pilu. Ia meratapi sahabatnya yang telah tiada.

Rama berusaha mendekat, tubuhnya bergetar. Ia kembali duduk bersimpuh di sebelah mayat Daffa.

"Daff, bangun!, Lu nggak boleh mati dulu, lu kenapa harus nyusul gua Daf, bangun Daffa, bangun!!" Rama berteriak sambil menangis.

Aku mendekati Rama dan memeluknya. Rama meraung dalam tangis yang terus menyebut nama Daffa. Aku membelai rambut Rama berusaha menenangkannya.

"Daffa big, Daffa" lirih Rama pilu berulang ulang. Rama tidak mau sahabatnya mengalami nasib yang sama dengan dirinya. Daffa yang malang. Ia tidak memiliki keluarga disini.

Aku mengajak Rama keluar dari gudang itu. Bermaksud menelpon polisi, tapi syukurlah mobil bertuliskan Patroli datang. Ternyata Fauzan yang mengemudikan mobilnya. Fauzan turun dan segera menghampiriku.

"jan, didalam ada mayat, cepet bantuin" Aku mengatakan ke Fauzan dengan wajah panik.

"tenang gung, kok maneh bisa disini?" tanya Fauzan menyelidik.

"urang di chat dan di share loc ama mayat yang ada didalem, sebelum dia meninggal, namanya Daffa" ujarku masih berusaha membelai Rama yang masih menangis disampingku.

Selama ini korbannya selalu dari Artist Fitness. Aku harus mengetahui motif dari pembunuhan orang-orang dari Artist Fitness. Sebenarnya apa yang terjadi dengan tempat Fitnes itu.

"Jan, urang titip nya, Urang mau ke Artis Fitness" ujarku, Fauzan mengangguk.

"beres, biar urang yang urus" ujar Fauzan.

Aku segera naik lagi kemobil bersama Rama. Dan segera melajukan mobilku kencang menuju Artist Fitness. Kusempatkan untuk memberikan kabar ke Bu Laura jika Aku sakit dan tidak bisa masuk kerja. Untung atasanku itu baik, jadi Aku bisa ijin dengan tenang.

Kami sampai di Artist Fitness. Untungnya lokasi Gym ini sudah buka walaupun masih sepi pengunjung dan  hanya ada karyawan yang keseluruhannya laki-laki dengan memakai seragam yang sama, kulihat mereka masuk ke dalam gedung.

"Big, Aku tunggu disini aja ya" ujar Rama.

Aku mengangguk memberi Rama belaian di rambut dan mencium pipinya sebelum turun dan menghampiri gedung Artist Fitness.

Siaul!!!

Setelah pintu kubuka, Aku mendapati ada dua orang laki-laki bersetubuh dengan liar diatas treadmill. Anjrit!, baru masuk sudah diberikan ucapan selamat datang yang seperti itu.

"pagi mas" sapa seseorang dari dalam, Ia terlihat cuek cuek saja melihat dua rekannya yang berhubungan sexual diatas treadmill, "mau order mas?" tanya laki-laki itu.

Aku mengernyitkan dahi, tidak mengerti maksud laki-laki itu, "order?, apaan?"

"kayak gitu mas" Ia menunjuk dua orang yang bersenggama diatas treadmill.

"enggak, enggak" Aku menggunakan tanganku sebagai kode jika Aku seriua tidak mau, "gua temennya Daffa"

"oh temennya Daffa" ujar laki-laki itu, "tapi Daffanya belum dateng mas"

"dia nggak akan dateng, karena polisi udah nemuin mayatnya Daffa" Aku dengan lantang mengatakan itu.

"mayat Daffa!!" laki-laki itu terkejut, ditimpali juga oleh dua orang yang bersenggama. Mereka berhenti dari pergumulan mereka, mengenakan pakaiannya lagi dan menghampiri kami.

Ternyata dua laki-laki yang sedang bersenggama tadi adalah personal trainer di tempat ini.

"serius Daffa meninggal" ujar laki-laki itu lagi.

Aku mengangguk yakin. Wajah mereka bertiga Syok dan melongo, "mas, disini memang banyak kejadian orang ilang, banyak juga anggota keluarga yang ngelapor kesini nyari korban, katanya terakhir pulang dari sini hilang, dan berarti Daffa, Daffa korban kesekian"

Dua laki-laki yang habis bersenggama itu tampak ketakutan.

"oh ya gua agung" ujarku mengenalkan diri.

"gua Erik" ujar laki-laki yang menyapaku, sedangkan dua laki-laki yang habis bersetubuh tak kuhiraukan, kucueki begitu saja.

"laporan orang hilang yang masuk kesini berapa banyak?" tanyaku lagi

"15 gung, Daffa nggak gua hitung karena mayatnya ditemuin polisi" ujar Erik, "jadi total 16 orang, gua bersyukur Daffa ditemuin walau udah jadi mayat, sedangkan 15 orang ini masih belum ketemu"

Aku mengumpat didalam hati, psikopat macam apa yang mengincar orang setiap malam dan kenapa incarannya adalah Kaum Gay dan kenapa korbannya ditelanjangi. Ini betul-betul memusingkan ku.

"Rik, gua resign deh, gua takut jadi korban selanjutnya" laki laki yang tadi berhubungan sexual ketakutan. Ia segera pamit meninggalkan Artist Fitness.

"gua juga Rik, gua resign, bilangin ama boss" timpal yang satunya lagi ikut menyusul keluar.

Aku stress sendiri memikirkan ini, seharusnya polisi bergerak, kenapa Fauzan dan timnya tidak bisa menangkap pelakunya, "gua boleh tahu siapa aja yang lu kenal ilang dari sini Rik"

Erik mengangguk, "ikut gua, gua udah data orang hilangnya sama Daffa" jawab Erik.

Aku mengikuti Erik ke ruangannya. Disana ada komputer dan dilengkapi monitor untuk memonitoring CCTV. Erik duduk dan membuka data program yang berisikan profil karyawan dan member Artist Fitness di komputer nya.

"kebetulan baik member atau karyawan yang masuk kesini, itu harus absen dulu, jadi daftar hadirnya ke record semua disini" Erik menjelaskan.

"yang pertama Rama, dia..."

"personal trainer disini" potongku, "udah skip aja, gua udah kenal dia"

"Putra, Edy, Darma, Fiki, Dodi, Miki, Fery, Ari, mereka Personal Trainer disini yang nggak nongol nongol lagi, nggak ada kabar" Erik menjelaskan.

"Dari member ada Ardi, Herman, Deni, Andre, Ilyas sama Kiki" Erik menjelaskan lagi. "ini gua sama Daffa udah pastiin kalo mereka nggak ada dimana-manapun dan udah ditelpon nggak ada yang aktif, termasuk keluarga mereka yang nyariin kesini"

Erik menghela nafas panjang, "tapi yang kasian Rama, dia yatim piatu, nggak ada yang nyariin, gua yakin Rama salah satu korban yang ilang"

Aku memegang pundak Erik, terlihat wajah Erik masih syock karena kehilangan teman-temannya. Tapi yang ku bingungkan, kenapa hanya Rama yang menjadi arwah penasaran dan bertemu denganku. Apa yang lain mati dengan tenang. Harusnya Daffa dan Ardi juga seperti Rama.

"kok Ardi masih dihitung, kan udah ketemu mayatnya" ujarku kebingungan, jelas-jelas Aku dan Fauzan yang menemukan Ardi.

"kapan?" tanya Erik bingung, "semalem mamanya Ardi masih kesini, nanyain apa Ardi udah kesini, tuh mamanya minta ditempelin poster orang ilang" Erik menunjuk poster di meja samping komputernya.

Aku mengambil posternya, bukankah waktu malam itu Fauzan mengatakan akan membawa mayat Ardi dengan timnya, lantas kenapa mayat Ardi tidak diserahkan Fauzan ke keluarganya.

Tunggu!!

Aku mengingat lagi. Hari itu Aku tidak mengatakan lokasi jelas gudang yang kumaksud pada Fauzan. Lalu Fauzan datang dan langsung tahu lokasiku. Dan hari ini, Fauzan kebetulan lewat lagi didepan Gudang. Apa iya sesuatu ini kebetulan semata. Ah, iya Aku ingat satu hal lagi. Fauzan mengenal Ardi. Bahkan Fauzan mengakui jika bokong Ardi enak pada saat malam itu.

"Rik, apa disini ada yang namanya Fauzan Rahardi?" tanyaku ke Erik.

"Fauzan mantan polisi ada kok, dia kan Top Favorite disini, banyak yang penasaran sama dia, katanya gede" Jawab Erik, "loh, lu kenal?" tanya Erik balik.

"mantan polisi" lirihku

Kenapa Fauzan tidak bercerita jika dia sudah tidak menjadi polisi padaku.

"bukannya dia masih jadi polisi? dia kan masih punya seragamnya, terus mobilnya juga masih mobil patroli"

"ya sekilas emang kayak mobil Patroli, tapi itu tulisan dia custom sendiri, masalah seragam, Fauzan itu suka aneh Fantasinya, jadi dia masih pake seragam itu buat berhubungan Sex" Erik menjelaskan lagi, Ia lebih tau banyak daripada Aku.

"kenapa lu bisa tau?" tanyaku membuat erik terkekeh.

Malu-malu Erik menjawab, "gua pernah dipake Fauzan di kamar mandi, terus dia ngajak gua main lagi, tapi ala ala penjara katanya, dia itu aneh deh, kayak ngidap kelainan, entah sadisme apa sadomasokis, soalnya masa dia mau nyambuk gua, terus gua pernah diminta pura-pura mati buat dipake ama Fauzan, kan gua ngeri, makanya gua nggak mau lagi ketemu dia"

Erik menjelaskan panjang lebar. Aku berpikir, Apa iya Fauzan mengidap Nekrofilia, yaitu orang yang suka bersetubuh dengan mayat. Tapi mengingat kejadi wewe gombel dahulu, Fauzan menantang ingin menyetubuhi wewe gombel.

"kadie sia nongol, aing entot mayat sia"

Tidak salah lagi, waktu malam saat Fauzan menantang wewe, Dia berbicara seperti itu.

"Rik, lu terakhir ketemu Daffa kapan?" tanyaku ke Erik yang masih duduk di kursi komputernya.

"semalem jam 10.30, katanya dia ada janji ketemuan sama orang"

"ada CCTV kan rik?" tanyaku lagi.

"ada, tapi diluar doang buat sekeliling parkiran, lu taulah disini gitu deh" Erik menunjuk layar monitor sebagai tempat mengawasi CCTV.

"bisa lu puter di jam itu" pintaku. Erik mengangguk.

Erik beranjak dari tempat duduknya, Ia mengotak-atik layar monitor. Kemudian layar monitor menampilkan jelas Daffa yang berdiri terlihat menunggu seseorang. Lalu seseorang datang, wajahnya jelas menunjukkan jika itu adalah Fauzan. Tidak salah lagi.

Fauzan lah pelakunya. Aku tidak habis pikir, ternyata pelakunya adalah sahabatku sendiri.

"Rik, itu Fauzan!" seruku, Erik mengangguk.

"Rik, lu pernah vidcall sama Fauzan?" tanyaku, Erik mengangguk lagi.

"Apa dibelakang dindingnya ada lambang kepolisian?" tanyaku lagi.

"itu mah boong-boongan, anjingnya aja dijadiin anjing pelacak, dia masih belum terima soalnya dipecat dari kepolisian" ujar Erik serius.

"Dipecat!!" Aku makin terkejut dengan kenyataan bahwa Fauzan bukanlah seorang aparat.

"Rik, Fauzan pelakunya, nggak salah lagi" ujarku penuh keyakinan, "gua udah nemuin mayat Ardi dan gua nemuin sama Fauzan, tapi kalo keluarganya masih nyariin, itu berarti mayat itu masih ada di Fauzan".

Mata Erik melotot ketakutan. Wajahnya panik, "tt...terus gimana dong gung, gua takut sumpah"

"lu tenang" Aku menepuk pundak Erik. "lu bantuin gua ya rik, kalo lu ketemu Fauzan, lu deketin aja dan mau kalo diajak ngapa-ngapain"

"tt...terus, kkk...kalo gua diapa-apain gimana?" wajah Erik makin panik.

"gua nanti malem bakal kesini kok, gua harus lapor dulu masalah ini ke polisi, kita jebak Fauzan" Aku kembali meyakinkan Erik, "ayolah Rik, ini demi temen-temen lu, lu nggak mau kan ada Daffa atau Rama yang lain menjadi korban"

"ya udah deh, demi temen-temen gua, terutama demi Daffa" Erik terlihat sedih saat mengingat Daffa.

"oke, gua pamit ya rik, makasih udah bantuin gua" ujarku meninggalkan Erik, tapi Erik menyusul mengantarku kembali ke mobil menemui Rama.

"gung, ini nomer hp gua, miscall nomer lu ya!" Erik memberiku kartu namanya.

Aku mengambil kartu nama yang Erik sodorkan lalu masuk menemui Dama didalam mobil.

"pelakunya Fauzan" ujarku geram.

Fauzan benar-benar keterlaluan, teganya dia melakukan ini pada orang-orang yang tidak bersalah.

"Fauzan" lirih Rama seperti mengingat sesuatu.

"iya Ojan, Fauzan" Aku berusaha menahan kesal, masih tidak percaya sahabatku berbuat sekeji itu.

"jadi Ojan itu Fauzan?" tanya Rama kebingungan.

"iya, Fauzan itu Ojan, Ojan itu Fauzan" jawabku ikut kebingungan, "kenapa sih?"

Rama menatapku, Ia sudah tidak lagi menangis, "aku pernah beberapa kali dititipin salam, katanya dari Fauzan, tapi Aku nggak peduli dan nggak mau kenal, Dia member disini" ujar Rama semakin membuatku yakin. Ternyata Fauzan mengenal Rama.

"Aku ada ide, Aku butuh bantuan Vian" ujarku, Rama mengangguk.

Aku segera melajukan mobilku dengan cepat kembali ke kontrakan Rama. Vian terlihat sedang duduk santai di teras memegangi handphonenya.

Aku bergegas turun dan menghampiri Vian "Vi, ini demi balesin dendam kak Rama" ujarku langsung to the point.

"kenapa mas?" tanya Vian kebingungan.

"kamu gunting rambut, potongan model kayak Rama, nanti mas jelasin di mobil" ujarku menarik tangan Vian menuju mobil.

Aku ingin menyaksikan sendiri, apakah jika Fauzan melihat Vian yang mirip dengan Rama, Fauzan akan mengenalnya. Aku tidak akan membiarkan Fauzan berbuat seenaknya, apalagi tega menghabisi Rama, pacarku.

Next chapter