Edgar merebahkan dirinya duduk disamping Olivier. Baru saja merebahkan diri, hujan datang tiba tiba mengguyur tubuh mereka berdua. Olivier segera membopong tubuh Edgar. Olivier melindungi Edgar dari hujan dengan tubuh besarnya. Olivier berlari dengan cepat, langkahnya sangat jauh, sesekali ia melompati akar pohon yang menyembul dari dalam tanah. Edgar memperhatikan wajah Olivier, kepalanya terbenam di dada, lebih tepatnya di payudara Olivier yang membusung, membuat puting Olivier menyentuh hidung Edgar. Edgar berusaha mengalihkan, namun dekapan Olivier terlalu kuat sehingga Edgar pasrah harus mengendus puting milik Olivier.
Mereka tiba di sebuah bangunan tua seperti castil yang tampak menakutkan dari luar. Olivier menurunkan tubuh Edgar tepat di pintu bangunan itu. Olivier membuka pintu yang sebesar dirinya, pintu berderit, keadaan didalam gelap. Olivier masuk disusul Edgar. Edgar mengambil korek api dari dalam saku celana. Edgar menemukan dua obor lalu menyalakan obor yang terpasang di dinding, suasana seketika berubah terang oleh cahaya obor tersebut.
"Terima kasih, Celanamu jadi basah karena aku" Ujar Edgar
"tidak masalah, aku bisa menjemurnya nanti" Jawab Olivier.
Bangunan itu cukup luas, ada cerobong asap, dibawahnya terdapat tungku perapian dan juga satu tempat tidur disisi pojok ruangan. Olivier mengambil kain yang menutupi tempat tidur itu, ia melepas celana panjang dan juga celana dalamnya bersamaan. Olivier menggantungnya di tengkorang hewan yang ada di dinding disamping obor yang menyala. Olivier menutupi tubuhnya dengan kain. Mata Edgar memejam, ia tampak jelas melihat bongkahan di tengah paha Olivier, suatu benda seukuran tangan Edgar menggantung karena kain yang terlalu tipis, tapi Olivier cuek, sama sekali tak menyadari jika ia sama saja seperti tak menggunakan pakaian sama sekali.
Olivier berjalan mengambil obor, ia menyalakan tungku perapian yang masih tersisa kayu bakar dengan obor di tangannya, udara sangat dingin, hujan juga semakin deras, sehingga Olivier duduk didepan perapian untuk menghangatkan tubuhnya disana.
"siapa yang membangun rumah seperti ini didalam hutan" Gumam Edgar memandangi sisi dinding yang mulai dipenuhi sarang laba laba.
"ini bekas penginapan King saat peperangan 3 tahun yang lalu" Sahut Olivier yang mendengar Edgar menggumam.
"sebaiknya kau beristirahat tuan Edgar, kita akan melanjutkan perjalanan besok pagi" Ujar Olivier menambahkan.
Edgar berjalan mendekat dan duduk disamping Olivier yang sejak tadi membelakanginya, Edgar melepas bajunya, walaupun terlindungi oleh tubuh Olivier saat hujan, bajunya masih sempat basah, Edgar tersenyum tipis, hujan semakin deras, disertai angin kencang yang masuk melalui celah ventilasi.
"apa kau mempunyai kekasih?" Tanya Edgar membuat Olivier mendelik.
"tidak" Jawab Olivier singkat.
"Kau beruntung menjadi Giant"
"kenapa kau berkata seperti itu?" Tanya Olivier
"Orang orang dari wilayah kalian menjadi bagian penting di Istana kerajaan, dianugerahi banyak keahlian, kalian hebat dalam berperang, bela diri, pandai besi, ah, aku iri sekali, terkadang aku merasa kurang beruntung lahir di wilayah Erei" Keluh Edgar tertunduk lesu
"apa yang kau dengar tak seperti yang terlihat"
"maksudmu?"
"hidup penduduk di wilayah Muscula tak begitu indah, kami memiliki tanah yang tandus, hutan kodong tak memiliki hewan yang dapat diburu, pertanian dan peternakan pun tidak ada, hidup kami hanya didedikasikan untuk berperang dan membantu persenjataan kerajaan, tak ada waktu untuk diri kami sendiri, jangankan menikah, memiliki kekasih seperti pertanyaanmu sebelumnya bahkan tak pernah ada dibenak kami, penduduk Muscula hidup tanpa rasa cinta, lalu apa indahnya" Ujar Olivier menjelaskan.
"terkadang aku benci dengan adat yang entah kebenarannya valid atau tidak" Tambah Olivier
"maksudmu?" Edgar terheran, ia menggaruk kepalanya tanda tak mengerti.
"Kau percaya dengan adat yang sudah turun temurun dilakukan Fikseidon?"
"Kau pernah menanyakan hal ini padaku di hutan" jawab Edgar.
"sejujurnya aku tak mempercayai itu tuan"
"sebelum Aku bertanya kenapa Kau tidak percaya, bisakah Kau memanggilku dengan nama Edgar atau Eddy sesuai nama kecilku, aku merasa tersanjung Kau menyebutku tuan"
"Baiklah Eddy, sebelum aku menceritakan alasanku kenapa aku tak mempercayai adat ini, bisakah kau memanggilku Olivier sesuai namaku?"
Edgar Mengangguk
"lalu apa yang membuatmu tidak percaya Olly?" Tanya Edgar
"entahlah, aku belum bisa menjelaskannya, aku merasakan suatu kejanggalan yang terjadi di Fikseidon"
Edgar memandang Olivier sambil tersenyum, "yakin tidak yakin, kau tetap harus membunuhku di bukit Feogor bukan?"
Olivier mengernyitkan dahinya, Ia bertatapan dengan Edgar, "bagaimana kau tahu jika aku yang akan melakukan itu, Eddy?"
"aku sudah mengetahuinya, seorang Ficer akan dibunuh oleh seorang pengawal di bukit Feogor menggunakan Pedang yang tertancap di batu bukit Feogor, begitu bukan?"
"sebaiknya kau beristirahat" Ujar Olivier mengalihkan pembicaraan
"baiklah, aku harus menyiapkan tenaga untuk akhirnya dipenggal olehmu" Edgar beranjak dari tempat duduknya, ia berjalan ke kasur kecil yang tidak jauh dari perapian, merebahkan diri disana, angin kencang dari ventilasi mulai menusuk kulitnya karena Edgar cukup jauh dari bara api yang menyala.
"Olly, jika kau memenggal kepalaku, aku mohon lakukan dengan cepat agar aku tak tersiksa dengan kematianku" Ujar Edgar memejamkan meringkuk menahan dingin.
Olivier tersenyum, ia tak pernah bertemu dengan orang yang mempunyai semangat dan jiwa yang periang seperti Edgar, bahkan diujung mautnya yang sebentar lagi akan tiba, Edgar masih tampak tenang dan bahagia. Edgar sudah tertidur, suara dengkurannya yang pelan terdengar oleh Olivier, Olivier memandang wajah Edgar, ada suatu perasaan nyaman didalam hatinya. Melihat Edgar meringkuk kedinginan, Olivier melepas kain yang melilit bagian bawahnya, ia jadikan kain itu selimut untuk Edgar, Olivier ikut merebahkan tubuhnya yang telanjang disamping Edgar, Ia terlentang menghadap langit langit bangunan, matanya terpejam, perlahan Olivier menyusul Edgar ke alam mimpi.
* * *
Pagi menjelang, sinar mentari masuk melalui celah ventilasi, obor yang menyala telah mati karena kehabisan minyak, begitupun juga dengan api yang menyala di cerobong asap, hujan sudah reda berganti cahaya cerah nan sejuk diluar sana, beberapa kelinci melompat ceria, burung burung berkicau seolah bernyanyi dan tertawa.
Edgar bangun dari tidur, Ia merasakan sesuatu yang menghalangi kepalanya, mata Edgar terbelalak ketika mendapati tubuh telanjang Olivier disampingnya, dengan lengan Olivier yang menjadi alas kepala Edgar, tenggorokan Edgar menelan ludah, sesuatu yang menggantung di selangkangan Olivier terlihat jelas, sesuatu yang berdenyut dengan urat urat besar, bentuknya benar benar sebesar lengan Edgar, dihiasi bulu bulu halus berwarna hitam tertata rapi diatas benda yang menggantung, tangan Edgar ingin menggapainya, namun ia tahan, Edgar bangkit dari tidur, melepas kain yang menyelimuti dirinya, dengan segera ia menutupi bagian sensitif di tubuh Olivier.
"sial, besar sekali" Pekik Edgar didalam hati.
Olivier yang merasakan sentuhan kain menjadi terbangun, ia mengerjapkan mata, tangannya mengusap kelopak matanya dengan gerakan pelan.
"kau sudah bangun ed?" Tanya Olivier melihat Edgar yang duduk meringkuk menempel di dinding.
"ah, iya, aku sudah bangun sejak tadi" Jawab Edgar terbata bata.
"hei, kau terlihat seperti orang yang ketakutan?" Tanya Olivier lagi
Edgar memaki didalam hati, ingin rasanya ia meneriakkan semua karena ulah Olivier yang sembarangan telanjang disampingnya, ingin Edgar mengatakan jangan melakukan hal seenaknya, karena hal itu membuat jantungnya berdegup kencang dan darahnya berdesir hebat.
Olivier mendekat, tangannya meraih wajah edgar, hanya dengan dua jari Olivier mampu merengkuh pipi edgar, ia tersenyum menyeringai.
"kau tampak menggemaskan dengan ekspresi seperti ini" Pujinya membuat wajah Edgar bersemu kemerahan.
Edgar terdiam tak mampu bergerak, tubuhnya mematung bertemu pandangan dengan Olivier, perlahan wajah Olivier mendekat, hembusan nafas Olivier sangat terasa di wajah Edgar, Edgar memejamkan mata, bibirnya sedikit maju, ia tampak pasrah menerima ciuman dari Olivier.
"Pipimu kotor" Ucap Olivier mengusap pipi Edgar yang kejatuhan sarang laba laba.
Edgar membuka mata, ia memaki lagi didalam hati, bisa bisanya ia berpikir Olivier akan menciumnya, Edgar terlihat frustasi masih memaki kebodohannya.
"Kau kenapa? apa kau berpikiran aku akan menciummu?" Tanya Olivier tersenyum.
"jangan terlalu percaya diri, aku bahkan tak tertarik dengan bibirmu" sahut Edgar.
cuppp
Sebuah ciuman mendarat di bibir Edgar, mata Edgar melotot tak percaya, tubuhnya tak bergerak bahkan tak menolak, hembusan nafas Olivier menyatu dengan hembusan nafas Edgar, ah rasanya sangat nyaman, Edgar membatin, tangan Edgar kaku, tak dapat ia gerakkan, ia benar pasrah saat bibir Olivier melumat bibirnya, bahkan lumatan Olivier menyentuh hidung Edgar, jelas saja, ukuran mulut Olivier jauh lebih besar dari mulut Edgar.
"Anggap saja itu ucapan selamat pagi dariku" Ucap Olivier melepas pagutan bibirnya.
Edgar bernafas lega. Ia hampir kehabisan nafas dibuat Olivier, wajah Edgar kian bersemu kemerahan, Olivier bangkit, kain putih yang menutupi kemaluannya terjatuh, lagi lagi benda panjang di selangkangan Olivier menjuntai persis didepan wajah Edgar, membuat Edgar kembali menelan ludah. Olivier berbalik, Ia berjalan mengambil celananya yang tergantung. Olivier memakai celananya yang cukup mengering, kemaluan Olivier masih jelas terlihat dari belahan pahanya yang tersingkap saat satu persatu kaki Olivier memasuki lubang celana, hingga akhirnya Celana Olivier menutupi seluruh bagian bawah tubuhnya.
"Ed, kau masih ingin duduk disitu atau ingin melanjutkan perjalanan?" Tanya Olivier membuyarkan pandangan dan lamunan Edgar.
"aaa,..ee.." Edgar terbata bata tak tahu harus berkata apa, ia mengambil bajunya, kemudian memakai baju dan segera mengikuti Olivier yang sudah berjalan keluar ke arah pintu.
Mereka berdua berjalan meninggalkan bangunan tua menuju ke bagian timur, di depan bangunan terlihat buah buahan liar yang dimakan burung burung hutan. Olivier menggapai buah itu beberapa, buah berbentuk seperti Apel dengan warna orange menyala, Olivier memberikan buah tersebut ke Edgar. Edgar menyambutnya penuh senyum dan langsung memakan buah itu, mereka melanjutkan langkah sambil menikmati buah yang mereka makan.
"aaah segar, pagi yang indah" Teriak Edgar menghirup udara pagi yang memang sangat segar, embun masih membasahi rumput rumput yang bergoyang, Olivier tersenyum disamping Edgar.
"jiwamu penuh keceriaan Ed, aku iri padamu" Ujar Olivier.
"sebentar lagi aku akan mati, apa salahnya aku menikmati sisa sisa hidupku" Jawab Edgar sambil mengigit lalu mengunyah buah yang ia pegang.
"Bagaimana tidurmu semalam?" tanya Olivier
"tentu saja indah jika kau tidak ada disampingku"
"kenapa bisa begitu?"
"aku benci itu, membuatku tidak percaya diri dengan ukuranku" tunjuk Edgar mengarah keselangkangan Olivier. Olivier malah tertawa cukup kencang.
"jangan terlalu membenci, Aku khawatir kelak kau akan menyukainya" ledek Olivier membuat Edgar mendengus menahan kesal.
Perjalanan kembali mereka lanjutkan dengan penuh bercengkrama, mereka tak tampak seperti Ficer dan Guard yang sedang menjalankan adat, dengan penuh keceriaan menyusuri hutan belantara, melewati Borka River, sebuah aliran sungai yang membelah Sura dan Femigo, Olivier mengisi botolnya menggunakan Air tersebut.
"Edd, apa kau mempunyai permintaan kedua?" Tanya Olivier yang berada di pinggiran sungai yang cukup deras dengan bebatuan yang besar, Ia baru saja mengisi botolnya penuh.
"Aku tidak pernah meminta apapun" Jawab Edgar yang ada dibelakang Olivier.
"kalau begitu, permintaan keduamu biar aku yang mengambilnya" balas Olivier
"dasar Giant aneh" Gerutu Edgar pelan, Dia yang memberi permintaan, kenapa dia yang meminta pada dirinya sendiri.
"Aku ingin merendam tubuhku sebentar, mau ikut?" Ujar Olivier perlahan membuka celananya, Olivier kembali telanjang didepan Edgar, Edgar berusaha mengalihkan matanya, ia tidak mau kenyang meminum air liur setiap melihat tubuh telanjang Olivier.
Olivier berjalan ke dalam sungai, perlahan bagian tubuhnya tenggelam sampai ke pinggang, Edgar berjalan kepinggir sungai menyentuh air, Edgar merasakan kesegaran air itu, ingin rasanya dia ikut berendam seperti yang Olivier lakukan, tapi ia menahan hasratnya.
"kau yakin tidak ingin bergabung denganku didalam sini, rasanya segar sekali, otot otot kakiku menjadi lebih santai" Ujar Olivier yang mulai bersandar di batu besar ditengah sungai.
Didalam hati Edgar, dia sangat ingin melakukannya, namun sebagian hatinya menolak. Ia takut jika harus berdekatan dengan tubuh Olivier yang telanjang, namun kesegaran air sungai seolah menariknya untuk ikut terjun kedalam. Seperti terhipnotis, Edgar melepas seluruh pakaiannya. Ia telanjang seperti Olivier. Edgar melompat ke dasar sungai, segar sekali batinnya, ternyata yang dikatakan Olivier benar, otot otot kakinya yang letih berjalan kembali relax.
Edgar menghampiri Olivier, lalu ikut bersandar disebelahnya, perasaannya benar benar nyaman dan sejuk berkat air dari Borka river.
"Terima kasih Olly" Ujar Edgar menyandarkan kepalanya di batu
"untuk apa?" Tanya Olivier kebingungan.
"Aku pikir hidupku akan berakhir, aku pikir kau akan mencincangku habis habisan selama diperjalanan" Jawab Edgar tertawa pelan.
"hidupmu akan berakhir sendiri 5 hari lagi, untuk apa aku menyiksamu" Olivier membuat Edgar menggelengkan kepala karena kesal.
"apa Kau tidak dapat membuatku bahagia sedikit saja, kenapa harus membahas kematian" Gerutu Edgar, Olivier tertawa disebelahnya.
"Aku harap ini membuatmu bahagia"
Olivier merengkuh tubuh Edgar, menarik tubuh Edgar kedalam pelukannya. Olivier kembali mencium Edgar seperti yang ia lakukan dibangunan tua tadi pagi, mata Edgar terpejam, tangannya berpindah ke dada Olivier. Edgar sama sekali tak menolak lagi, Edgar menyukai ciuman Olivier, Ia sangat menikmatinya. Bibir lebar Olivier seolah melumat seluruh wajahnya, lidah Olivier menyapu seluruh bibir Edgar, menyeruak masuk membasahi rongga mulut Edgar, Edgar mendesah tertahan.
Tangan besar Olivier memeluk tubuh Edgar, membuat Edgar seolah hilang didalam pelukannya, sesuatu didalam sungai mencuat menembus permukaan, itu batang kejantanan Olivier, milik raksasa itu menjadi penengah diantara mereka, menyentuh dada Edgar, Bahkan menyentuh dagunya yang sedang berpagutan dengan Olivier.
Olivier menggeser sedikit tubuhnya kebelakang, membiarkan kejantanannya berdiri ditengah tengah mereka berdua, tangan Edgar beralih memegang batang kejantanan milik Olivier. Edgar memberikan pijatan lembut dengan kedua tangannya, Olivier mendesah kencang.
Dibalik pepohonan, Edgar dan Olivier tak menyadari ada seseorang yang memakai jubah hitam memperhatikan mereka berdua yang sedang bercumbu di sungai. Seseorang itu menulis sebuah surat, kemudian ia menggulung surat tersebut dan memberikan ke seekor burung gagak berwarna hitam yang bertengger diatas pohon tempat persembunyiannya.
"sampaikan ini kepada Tuanku yang agung" Ujarnya mengikatkan sepucuk surat itu di kaki burung gagak hitam, dengan gagah gagak hitam itu terbang tinggi meninggalkan Bullwyn.
"bodoh" lirih Orang berjubah itu pelan, kemudian ia menghilang menggunakan lingkaran yang memperlihatkan dimensi lain dengan jentikan jarinya.