webnovel

Vol I 14 『Upah dari Menyelesaikan Quest Pertama』

Sekarang ini, aku, Rord, dan Senya sedang berada dalam perjalanan pulang dari dungeon.

Senya telah mengajariku salah satu kemampuannya, dan karena hal itu, aku tidak bisa menahan dan pada akhirnya menjadi pribadi yang sangat percaya diri tidak seperti sebelumnya. Yah, meskipun itu hanya berlangsung sebentar saja sih...

"----"

Kemampuan yang telah ia ajarkan padaku ialah Skill "Slip", kemampuan yang memungkinkan penggunanya untuk bergerak ke suatu jangkauan tertentu yang telah ditentukan, yaitu diantara jarak nol sampai tiga meter.

Tetapi, tidak sepertinya Senya yang berkata jika ia baru bisa melakukannya di percobaan yang ke-100 kali, diriku malah berhasil melakukannya hanya dalam percobaan pertama.

Itu sangat membuat gadis berambut biru itu terkejut, bahkan sejak tadi, ia tetap tidak henti-hentinya dan terus-menerus bertanya padaku soal bagaimana caraku dapat melakukannya. Di saat sedang bertanya, ia selalu memasang wajah senyum yang manis dan itu pun membuatku tidak bisa berhenti untuk merasa gugup.

--Mbak Senya..., dekat sekali...!

Aku tidak terlalu tahu jika itu merupakan suatu pertanda baik atau tidak untuk ke depannya. Yah, setidaknya harus pertanda baik kek ... Toh ini adalah panggilan-ku ke dunia lain ... Setidaknya aku juga ingin punya satu atau dua kemampuan yang hebat dan curang...

Aku juga sempat berpikir jika ini mungkin saja adalah bakat khusus-ku, semacam kemampuan spesial yang memungkinkan diriku untuk mempelajari suatu Skill dengan cepat. Tetapi, sepertinya aku telah salah menduga. Karena Raja Iblis sendiri-lah yang telah mengatakannya, jika diriku tidak memiliki kemampuan khusus atau kekuatan hebat lainnya.

Namun, meskipun tidak memiliki Special Ability, pasti setidaknya ada sesuatu yang dapat kulatih untuk menjadikanku kuat.

Saat sedang memikirkan itu, Senya yang sedari tadi sedang diam saja tiba-tiba memulai percakapan.

"Ah! Benar juga. Lort dan Rord, kalian berdua ini tidak punya tempat tinggal di kota bukan?"

"Iya, benar begitu ... Memangnya ada apa?"

"Kalau benar begitu ceritanya, bagaimana jika kalian berdua menetap di tempatku saja untuk sementara...? Bagaimana?"

Senya berinisiatif untuk membantu kami dengan membiarkan kami menetap di tempatnya.

Menetap di tempat Senya, ya... Aku jadi merasa tidak enak padanya...

"Ah, terima kasih atas tawarannya, Senya, tetapi, kamu tidak perlu repot-repot begitu, kebetulan kami sudah punya tempat untuk singgah kok."

"Oh, benarkah? Padahal kupikir akan bagus jika aku bisa membawa teman ke rumah..."

Di akhir katanya, nada suara Senya terdengar sangat pelan dan itu membuatku menjadi semakin merasa tidak enak padanya.

E--Eh...?

Setelah mendengarkan perkatannya itu, entah mengapa aku menjadi semakin merasa tidak enak padanya..., apa memang akan lebih baik jika aku menerima tawarannya saja...? Tetapi, aku telah menolak tawarannya lebih dulu, jika aku tiba-tiba menerimanya kembali, suasananya malah akan jadi sedikit canggung.

"Baguslah jika kalian sudah menemukan tempat untuk menetap." Senya mencoba untuk mengambil napas dengan perlahan, "Tetapi, jika kalian berubah pikiran, datang dan temuilah saja aku ya, kapanpun itu, aku akan menerima kalian dengan senang hati."

"Ya--Ya, tentu. Terima kasih, Senya."

"Ya, sama-sama. Kalau begitu, kita berpisah di sini ya."

"Ah, baik. Sampai juga lagi, Senya. Sekali lagi, terima kasih."

"Sampai jumpa lagi, Senya."

Aku menundukkan badan untuk memberi rasa hormat padanya. Ia lalu meresponnya dengan senyuman lembut seperti yang biasanya ia lakukan pada setiap orang yang ia temui.

"Iya, sampai jumpa lagi, Lort, Rord."

Entah mengapa agak aneh rasanya saat dia mengatakan nama kami secara berurutan begitu...

Senya melihat ke arah langit untuk beberapa detik, dan kemudian mengalihkan pandangannya pada kami kembali.

"Ah, benar juga. Kalian lebih baik segera lekas pulang sekarang, karena sepertinya nanti malam akan turun hujan."

Hujan? Tapi langitnya kelihatan biasa-biasa saja...

"Kalau begitu, dadah, bye-bye!"

"Bye-bye...!"

"Bye--Bye-bye..."

Senya melambaikan tangannya, setelah itu ia pun terus berjalan pergi menjauh dari kami. Kami pun membalasnya dengan melambaikan tangan padanya kembali.

Dan dengan begitu, kami pun akhirnya benar-benar berpisah dengan Senya setelah ia mengajari lumayan banyak hal padaku dalam menjalani kehidupan seorang petualang.

Melihat punggungnya dari belakang, jauh di dalam lubuk hatiku, aku berterima kasih yang sebesar-besarnya kepadanya.

Sampai jumpa lagi, Mentor! Aku tidak akan melupakan bagaimana rupawannya dirimu saat berada dalam kondisi setengah telanjang--! Ti--Tidak, maksudku, bagaimana caramu telah mengajariku...!

Tetapi, tampaknya kami benar-benar telah banyak belajar sesuatu pada hari ini. Ini membuatku lelah...

"Huft... Aku kelelahan..."

Rasanya ingin cepat-cepat pulang dan berbaring di kasur yang lembut.

Tetapi, sebelum itu masih ada hal yang perlu kami lakukan...

***

"Hey Lort."

"Mm? Ada apa?"

"Mengapa tadi kau malah menolak tawaran Senya? Bukankah akan lebih baik jika kita memanfaatkan kesempatan yang tidak akan datang dua kali seperti itu?"

"Kau ini..., masih belum paham juga ya...? Setidaknya peka-lah walaupun hanya sedikit saja..."

"Mmm? Apa yang sebenarnya kau maksudkan?" Rord memasang ekspresi seolah-olah ia berkata jika ia tidak mengetahui apapun dengan sedikit kemarahan di wajahnya yang ia eskpresikan dengan sedikit menurunkan salah satu alisnya ke bawah.

Berbicara mengenai kepekaan..., hanya dengan melihatnya saja aku bisa tahu, jika ia tidak dapat mencerna situasi dan perkataan-perkataanku yang sebelumnya telah kuucapkan dengan baik.

Pada saat melihat Rord yang sedang memakai baju yang terlalu longgar itu, aku berpikir:

Lagi pula, bukankah seharusnya tuan putri itu merupakan seseorang yang jenius...? Bukankah dia pernah bilang jika dia sering membaca buku...? Lantas, jika benar begitu, mengapa terkadang Rord terlihat seperti gadis lugu yang tidak tahu apa-apa...? Yah, membaca buku juga tidak dengan pasti akan membuat seseorang menjadi jenius sih...

"Huh! Aku tahu! Apa mungkin jika kau masih belum percaya dengan Mbak Senya, Lort?!"

Rord berseru padaku, dan menunjukku dengan jari telunjuknya sembari mengatakannya.

"Eh? Mengapa kau malah berpikir begitu?"

"Apa kau serius?! Bukankah Senya telah memperlakukan kita dengan baik? Ia telah mengajarkanmu salah satu Skillnya, ia bahkan juga telah memberikanku seragamnya loh! Da--dan juga..., dia telah memelukku..., dengan sangat hangat... Po--Pokoknya, ini tidak bisa dipercaya, bagaimana bisa kau tidak memercayai pahlawan kita, sang penyelamat kita, Senya!?"

Kenapa dia tiba-tiba bertingkah tidak jelas seperti ini...?

"Ti--Tidak, maksudku bukan seperti itu."

"Lantas, apa yang sebenarnya kau maksud?"

Menyilangkan kedua tangannya di dada, Rord lalu memasang ekspresi marah di wajahnya.

"Emm... Dengar ya, Rord."

"Aku mendengarkan kok."

"Mbak Senya, sudah banyak membantu kita kan?"

"Benar. Ada apa memangnya?"

"Apakah kau tidak memikirkannya? Jika kita terus-menerus dibantu olehnya, mungkin saja kita malah akan jadi lambat berkembang dan tidak mandiri. Kita juga telah lumayan banyak merepotkannya, akan tidak enak rasanya jika ia harus memikul beban sebanyak itu."

Maksud beban itu adalah kami sih.

Dan juga, harga diriku sebagai laki-laki juga dipertaruhkan di sini... Menerima bantuan dari seorang gadis, apalagi dirimu baru saja mengenal gadis itu.

"Bukankah itu hanya prasangka buruk-mu saja?"

... Eh?

Kalau diucapkan begitu..., kurasa dia benar juga...

Tetapi, jika dibantu terus-menerus oleh seorang gadis, apalagi gadis itu sepertinya juga tidak akan berniat untuk berhenti membantumu dalam kondisi apapun. Pasti akan berat baginya...

Rord memandang wajahku, aku berusaha untuk menghindarinya dengan menghadap ke arah lain.

"Ternyata memang benar jika itu hanya prasangka buruk-mu saja kan...?"

"Ya--Ya, mungkin..."

Aku menggaruk pipiku dengan tangan dan mencoba untuk mengakhiri pembicaraan.

Tetapi, Rord menyadari niatku dan mencoba untuk mengakhiri percakapan dengan caranya sendiri untuk membuatku berada di posisi yang salah.

"Hmph! Apa boleh buat. Pilihan telah ditetapkan. Kita tidak mungkin bisa merubahnya kembali. Daripada sibuk memikirkannya, ayolah, mari kita lanjut jalan saja!"

Mengerutkan dahinya, Rord melangkahkan kakinua ke depan dan berjalan lebih dulu meninggalkanku yang ada di belakang.

Bukankah kau yang dari awal memulai topik ini...?

"Tetapi! Dengarkanlah dengan baik ya, Lort, jangan pernah lupakan perkataanku ini..."

Gadis bertanduk itu tiba-tiba menghentikan langkah kakinya dan berbalik ke arahku.

Menunjuk ke atas dengan jari telunjuknya seolah-olah sedang menjelaskan sesuatu, Rord lalu mulai berbicara.

"Janganlah terlalu lama memikirkan jawaban. Jika kau terlalu lama, itu mungkin saja malah akan menimbulkan suatu masalah yang baru, jadi, pilihlah jawaban yang menurutmu akan menuntunmu menuju ke kebahagiaan. Yah, meskipun pada akhirnya semua pilihan pasti akan berujung pada sebuah penyesalan sih... Hanya saja, pilihlah. Apapun jawabanmu itu, setidaknya dirimu masih sempat untuk memilihnya, dan merasakan yang namanya kebahagiaan, meskipun hanya sebentar... Daripada tidak dapat membuat pilihan dan membuatmu menyesal, setidaknya, itu jauh lebih baik kan?"

Kenapa..., dia tiba-tiba jadi terlihat bijak begini...? Apakah karena efek dari memakai seragam milik Senya...? Dan juga, perkataannya yang barusan itu terdengar sangat bijak sehingga membuatku tidak bisa berkata apapun dan hanya diam mendengarkannya saja...

Setelah mengatakan kalimat-kalimat itu, Rord lalu kembali mengalihkan pandangannya ke depan dan berjalan sementara aku hanya berdiam diri saja memandanginya.

"Hmm...? Tunggu apa lagi, kamu? Ayo, kita jalan!"

"A--Ah, baik, aku segera datang."

Sindrom Senya..., berbahaya juga...

Setelah itu, aku dan Rord pun kembali ke kota untuk pergi ke Guild.

***

Aku dan Rord akhirnya sudah sampai ke Guild. Berkat bantuan Senya, yang telah berkontribusi sangat besar dalam perjalanan, kami telah berhasil menyelesaikan Quest investigasi dungeon baru itu.

Yah..., jika dia tidak muncul, mungkin kami tidak akan bisa berbuat apa-apa sih... Sekali lagi, aku berterima kasih padamu, Mbak Senya.

Aku menundukkan kepala dan melakukan posisi tangan "Buddha" dengan kedua tanganku untuk berdo'a, "Semoga kelancaran hidup kami terus berjalan...," gumamku saat berdo'a.

Mata uang yang digunakan di dunia ini dinamakan dengan "Sama".

Biaya pendaftaran untuk menjadi petualang kira-kira adalah sekitar 4000 sama.

Sementara upah yang kami dapat dari menyelesaikan quest menginvestigasi dungeon adalah 140,000 sama.

Itu merupakan jumlah yang cukup banyak untuk kami para pemula.

Bisa dibilang, kami sedang untung besar.

Ditambah, karena kami lumayan mengeksplor dungeon itu lebih dalam dan lebih banyak mendapatkan informasi mengenai jenis-jenis monster baru itu, kami akhirnya mendapatkan bonus sekitar 100,000 sama.

--Bonusnya banyak juga..., apa mungkin jika mereka benar-benar jenis monster baru...?

Jika dikurangi dengan biaya pendaftaran, maka total upah yang bisa kami dapatkan adalah 236,000 sama.

Seharusnya begitu, namun, karena Senya juga mengambil quest ini, maka upah dari quest telah dibagi dua, sehingga total upah yang kami dapatkan hanyalah sekitar 118,000 sama.

Untuk sekarang, kami masih hanya beranggotakan dua orang dalam party.

Jika total upah itu aku bagi dua lagi, maka hasil yang kudapatkan hanyalah 59,000 sama.

Bahkan dengan uang segitu, menyewa satu kamar selama semalam saja di kota ini kurasa tidak akan cukup.

Belum lagi jika kami menambah anggota party lagi...

Tubuhku sudah penat dan aku sudah sangat kelelahan, kami juga tidak punya biaya yang cukup untuk menyewa tempat...

Harus bagaimana ya...?

Aku memikirkannya sembari menatap atap guild.

Cahaya yang redup di sini, membuat seisi ruangan ini terasa seperti bar saja... tidak, apa jangan-jangan tempat ini juga merupakan sebuah bar?

Di dalam Guild, kami telah memesan makanan, ditambah dengan biaya itu...

.... Ya ampun..! Tidak kusangka mencari uang akan jadi sesulit ini...!

Rord memesan satu porsi daging kadal dan segelas susu.

Tidak seperti yang ada di duniaku sebelumnya, ukuran kadal yang ada di dunia ini benar-benar berbeda dengan apa yang kutahu.

"Oi, Rord."

"Mm, ada apa?"

"Apa kau yakin ingin makan daging itu?"

"Kenapa kau bertanya seperti itu? Tentu saja akan kumakan kan? Lagi pula, ini sudah kupesan, akan sia-sia jika dibuang begitu saja."

Apa dia serius akan baik-baik saja...?

Yah, orang-orang yang ada di sini rata-rata juga memesannya, kurasa akan baik-baik saja...

Aku tidak tahu mengapa ia memesan susu daripada memesan segelas bir yang seharusnya merupakan minuman umum bagi para petualang.

Apa mungkin karena dia masih berada dalam masa pertumbuhan...?

Tetapi..., meskipun sedang disibukkan dengan memikirkan perihal ekonomi seperti sekarang ini... Ketika melihat wajah bahagia dari seorang gadis kecil saja sepertinya sudah akan bisa merehatkan pikiran walaupun hanya sejenak.

Rord memakan dengan lahap potongan daging kadal yang ada di piringnya dengan menggunakan kedua tangannya untuk memegangnya.

Oh..., lahap sekali makannya ya, mbak.

Setelah menelan daging yang telah ia gigit, ia pun meminum susu yang ia letakkan di samping piringnya.

"Umm...! Enak sekali...!"

"Ha Ha, syukurlah kalau enak."

"Apa kau tidak ikut makan, Lord?"

"Tidak. Aku sedang tidak mood."

Yah, daging itu bisa saja beracun sih...

"Dasar. Apa boleh buat... Apa perlu aku suapkan untukmu...?"

E--Eh? Serius? Disuapin? Dengan senang hati!

"Ba--Barten! Aku pesan dua daging kadal goreng, ya!"

"Ya! Segera kuantarkan!"

Kurasa perkataan-perkataan yang sering kulihat di sosial media itu ada benarnya juga...

...

Meskipun telah berharap akan bisa makan dengan disuapi oleh seorang perempuan setelah sekalian lamanya, pada akhirnya Lort tetap memakan makanannya sendirian. Rord telah menipunya, meskipun sebenarnya ia memiliki niat yang baik agar Lort tidak mengabaikan dan tetap menjaga kesehatannya dengan baik.

Dengan perasaan kesal karena telah ditipu, Lort pun memakan makanan yang telah ia pesan dengan lahap.

Setelah berharap akan bisa makan dengan disuapin oleh seorang perempuan, pada akhirnya aku hanya makan dengan menggunakan tangan sendiri dengan perasaan telah dikhianati dan kesal...

Sehabis makan, aku dan Rord pun pergi ke pemandian umum untuk mandi sekaligus membersihkan badan kami.

"Ah~... Lega sekali rasanya..."

Pemandian yang ada di dunia ini tidak jauh berbeda dengan yang ada di Jepang.

Yah, meskipun lebih terasa mewah karena menggunakan setting abad pertengahan begini...

Nikmatnya...

Tubuhku terasa seperti telah hidup kembali.

Sangat segar...

Air hangatnya sangat pas dan sesuai. Serasa seperti sudah lama sekali sejak terakhir kali aku mandi.

Kalau rasanya senikmat ini, seharusnya kami lebih baik pergi mandi dulu baru setelah itu makan...

Setelah mandi, kami pun pergi ke toko baju, untuk membelikan Rord pakaian yang baru.

Memakai pakaian yang terlalu longgar pastinya akan menarik perhatian..., tidak, dengan hanya sehelain kain seperti sebelumnya saja seharusnya sudah termasuk kategori juga sih...

Aku juga tidak ingin ada rumor yang mengatakan jika diriku adalah seorang penculik gadis kecil ataupun seorang kakak yang membiarkan adiknya memakai sehelai kain saja sebagai pakaian.

Jika Rord tetap memakai pakaian seperti itu terus, bisa-bisa reputasinya di kota pasti akan buruk dan tentu saja aku juga akan terkena imbasnya karena selalu bersama dengannya.

Membayangkannya saja membuat tubuhku menggigil...

"Bagaimana, Lort?"

Memakai baju baja di tubuhnya yang memenuhi bahu sampai ke kakinya, Rord lalu berpose dengan sedikit menurunkan salah satu kaki dan memegang pinggangnya.

"Woah... Keren sekali! Aku tidak menyangka jika kau akan cocok dengan pakaian ber-armor karena tubuhmu yang mungil itu!"

"He He... Asal kau tahu saja, aku ini cocok dengan pakaian apapun loh..."

Eh? Benarkah itu? Apa mungkin itulah sebabnya ia terlihat cocok-cocok saja saat hanya memakai sehelain kain sebagai bajunya...?

"Emm... Harus kuakui, kau sangat keren. Tapi harganya terlalu mahal, ganti!"

"... Hmm... Cih. Padahal aku sudah sangat keren begini..."

Rord kembali masuk ke ruang ganti dan sepertinya sedang mengganti pakaiannya.

... Baju zirah memang sangat keren, tetapi, kenapa pakaian armor yang dibuat khusus khusus perempuan selalu memperlihatkan bagian tubuh seperti paha dan pusar...? Bukankah itu akan menjadi salah satu celah untuk musuh yang hendak menyerang dan akhirnya malah menguntungkan mereka? Aku paham jika itu sengaja dibuat agar daya tarik mereka dapat ditunjukkan dengan lebih jelas, tetapi, sumpah, siapa sih orang pertama yang telah mencetuskan ide seperti itu...?

Saat aku sedang memikirkan itu, Rord tiba-tiba saja keluar dari ruang ganti dan menunjukkan pakaian yang ia pakai padaku.

Pakaian itu merupakan sebuah satu set seragam maid berwarna putih dan hitam, tentunya lengkap dengan bando dan stocking putih yang biasa digunakan oleh para maid. Tetapi, entah karena alasan apa, pakaian maid yang Rord pakai hanya memiliki satu stocking saja yang kemudian ia pakai di kaki kanannya. Sedangkan di kaki kirinya, ia terlihat memakai satu buah kaus kaki pendek berwarna serta semacam pita kain sempit atau yang biasa disebut dengan garter yang juga berwarna putih namun dengan tali berwarna hitam diikat di pahanya.

"Imut. Bando maidnya juga terlihat sangat feminim dan cocok untukmu. Apalagi dengan stocking putih yang hanya dipakai di salah satu kakimu saja, gayanya benar-benar imut. Tetapi, kita ini adalah petualang, ganti!"

Yah, suasananya juga tidak akan terasa cocok sih saat berpetualang...

"Bagaimana dengan yang ini?"

"Kenapa bisa ada kostum beruang begitu di toko ini...? Ganti!"

"Ganti! Ganti! Ganti! Ganti! Ganti! Ganti! Ganti! Ganti! Ganti! Ganti! Ganti! Ganti! Ganti! Ganti! Ganti!"

Redhood? Ganti! Ganti! Ganti!"

Haah... Apa di toko ini tidak ada pakaian yang cocok untuk para petualang...? Perasaan daritadi pakaian yang muncul aneh-aneh semua...

.....

"Kalau begitu! Bagaimana dengan yang satu ini, Lort?"

"O--Ooh...!"

Rord keluar dari ruang ganti. Kini, ia memakai sebuah jubah berwarna coklat dengan model hood atau penutup kepala yang memungkinkan tanduknya dapat terlihat saat ia sedang memakainya. Mungkin jubah itu dibuat agar ras yang memiliki tanduk seperti Rord dapat memakainya dengan leluasa.

Untuk atasannya, mirip seperti sebelumnya, ia memakai baju berwarna putih dengan model potongan terbuka di bagian bahu, meskipun kau tidak dapat terlalu jelas melihatnya karena ditutupi oleh jubah yang ia pakai. Baju yang ia pakai sekarang juga menggunakan model lengan panjang sehingga menunjukkan kesan yang lebih tertutup daripada sebelumnya.

Dia juga memakai rok mini untuk bawahannya. Tidak terlalu jauh berbeda dari yang sebelumnya, rok yang kini ia pakai lebih panjang dan lebih tertutup. Bagaikan ikat pinggang, rok itu terhubung dengan semacam cincin berbentuk lingkaran yang berada tepat di depan dan tengahnya.

Memakai stocking hitam dengan motif polos di kedua kakinya, panjang kaus kaki tipis itu sampai ke atas lutut dan memiliki dua yang sepertinya telah sengaja dibuat di bagian dalam masing-masing pahanya.

Di bawah, ia memakai sepasang heels sebagai alas kakinya. Ukuran haknya yang kecil dan tidak terlalu tinggi serta bentuknya yang simple, membuatnya terlihat manis ketika dipadukan dengan rok mini yang ia pakai.

Kini perut dan pusarnya juga tidak terlihat seperti sebelumnya. Jadi, aku sudah lumayan bisa merasa lebih tenang karena tidak perlu khawatir jika orang-orang disekitar akan menatapnya lagi. Lagi pula, pakaiannya yang sebelumnya itu terkesan terlalu mencolok, tidak heran jika orang-orang yang melewati kami selalu memasang wajah sekaligus tatapan aneh.

Dan juga, jika memakai jubah begini, nuansa fantasinya juga akan lebih terasa.

"Terlihat sangat cocok denganmu. Apa kau mau yang ini?"

" 'Apa kau mau yang ini'? Bukankah seharusnya akulah yang bertanya seperti itu padamu...?"

"Ya--Ya, kau benar sih..."

"---Yah, modelnya terlihat bagus, kurasa tidak ada salahnya jika memilih pakaian ini." Sembari mengatakan itu, Rord mencoba untuk memakai penutup kepala yang ada di jubahnya, "Lagi pula, mengapa kamu perlu repot membelikan pakaian baru untukku seperti ini, Lort? Bukankah seragam yang diberikan Senya masih ada?"

"... Kau ini..., apa kamu sungguh tidak menyadarinya...?"

Mendengar pertanyaanku, Rord memiringkan kepalanya sebagai tanda tanya.

"Yah, tentu saja tidak, yah... Begini, loh. Mungkin sedari awal kamu tidak menyadarinya, tetapi, aku yang selalu bersamamu selalu memikirkannya sepanjang waktu loh... Maka dari itulah aku selalu meremehkanmu..."

"Em? Meremehkanku? Apa yang kamu maksudkan...?"

Karena inilah aku benci dengan seseorang yang tidak peka...

"Kamu ini..., terlalu meng-ekspos tubuhmu, tahu."

"... Meng-ekspos tubuhku...?"

"Benar. Apa kamu tidak menyadarinya? Dengan hanya memperlihatkan wajah cantikmu itu saja, baik mata laki-laki maupun perempuan pasti akan tertuju padamu. Apalagi, saat kita pertama kali ke sini, tidakkah kau menyadari jika kita selalu menerima tatapan aneh dari orang-orang yang kita lewati? Menurut pendapat pribadiku, kurasa itu sudah tidak bisa lagi disebut sebagai pakaian. Kamu hanyalah seorang gadis cantik yang memakai sehelai kain sebagai bajunya, serta rok mini itu, terlalu terbuka... Dan tadi, dengan pakaian yang kebesaran itu membuatmu terlihat seperti gadis polos dan lugu. Jujur saja, itu sangat imut. Tapi jika itu terus berlanjut, apa kata-kata orang nantinya...?"

"A--Apakah benar seperti itu...? Dan juga, setidaknya jawab pertanyaan yang mengenai meremehkanku itu dulu, oi."

"Ah, soal itu tidak usah dipikirkan. Aku hanya salah sebut saja tadi."

"Salah sebut apanya...? Dan juga..., bukankah kamu terlalu memikirkan pendapat orang lain, Lort? Terus menerus menyesuaikan hidup dengan harapan orang lain juga tidak akan berakhir baik loh. Karena itu artinya kamu tidak menjalani hidup dengan cara sendiri."

"Kamu ini..., perkataanmu memang terdengar bijak, tapi ini soal pakaian loh... Aku jadi penasaran, ala semua ras iblis memang punya pemikiran yang sama sepertimu?"

"Kenapa kamu mengatakannya seolah-olah aku ini merupakan spesies yang berbeda dengan para iblis lainnya...?"

"Habisnya, memang benar begitu kan...? Jujur saja, saat kamu hanya memakai sehelai kain, itu terlihat sangat erotis. Bahkan, aku sampai kagum jika seorang laki-laki sepertiku masih bisa menahan nafsunya pada gadis cantik yang selalu bersamanya. Dengar ya, Rord. Seorang gadis itu, tidak boleh memperlihatkan tubuhnya pada orang-orang, kamu hanya diperbolehkan untuk memperlihatkannya pada orang yang kamu cintai, yah itu pengecualian sih. Singkatnya, kamu harus lebih menghargai dirimu sebagai seorang perempuan, bagaimana? Apa kamu sudah paham?"

Sembari mendengar kalimat-kalimat yang kuucapkan, Rord mengamati pakaian yang sedang ia pakai.

"Ba--Baiklah, baiklah! Aku paham, aku paham. Dan juga, kamu benar-benar melihatku dengan tatapan seperti itu ya, Lort..."

"Ya, itu benar! Kamu harus lebih sadar dalam memperhatikan dirimu sebagai seorang perempuan! Akan bahaya jika kamu sampai kenapa-napa kan!?"

"Mnmn... Kamu ini..., mengatakannya tanpa keraguan ya... Iya, iya, aku paham."

Berdasarkan informasi yang kudapat dari Barten. Sepertinya para petualang yang ada di dunia ini sudah biasa untuk tidur di kandang kuda.

Karena terhalang oleh biaya yang sangat mahal, sepertinya para petualang yang ada di dunia ini sudah terbiasa untuk tidur di kandang kuda.

Biaya sewa untuk satu kamar saja sudah terlalu mahal, penghasilan dari quest yang tidak stabil kurasa tidak akan cukup untuk memenuhinya. Belum lagi berhadapan dengan fakta jika kami bahkan masih belum memiliki peralatan awal sebagai petualang.

Yah, menyewa kamar di penginapan itu berarti sama saja seperti menyewa satu kamar hotel setiap harinya.

Kehidupan petualang yang ada di dunia ini terlalu berbeda dengan kehidupan petualang yang kukira.

Tetapi, kami tidak punya pilihan lain.

Lagi pula, aku pernah dengar jika tidur dengan jerami itu lumayan bisa menghangatkan badan.

Aku yakin jika kami pasti akan baik-baik saja.

Next chapter