Perubahan sikap dan suara Cia membuat jantung Dhika berpacu dengan hebat, saat dia ingin bicara Cia mendahuluinya, "saya lupa, ada urusan. Kalau gitu saya tutup ya, nigth."
Tanpa menunggu jawaban dari Dhika, dia langsung menutupnya. Cia menengadahkan wajahnya ke matahari sambil menutup mata, tanpa terasa dia menangis.
"Buat apa lo nangis bego," gumamnya pada diri sendiri.
Dhika kembali menelpon berulang kali, dia tidak terima panggilannya di putus sepihak. Tapi sialnya, tidak satupun panggilannya di jawab dan pesannya di baca.
Cia anaknya nggak baperan, tapi ucapan Dhika emang udah kelewatan. Niatnya baik, dia hanya ingin semua keluarga bersatu kembali, tidak ada yang lebih penting dari hubungan saudara, tapi Dhika menilainya justru berbeda.
Support your favorite authors and translators in webnovel.com