webnovel

Bagian 9.

Sudah pukul dua belas malam, Fira belum kunjung untuk pejamkan kedua matanya. Dia masih memikirkan angka nominal di tabungan rekening tadi. Hatinya tidak tenang  hingga sekarang. Dia bangun dari rebahan nya, Ervan berbalik melihat istrinya hendak untuk keluar dari kamar mereka.

"Ada apa, Sayang?" Ervan bertanya pada istrinya. Fira menoleh, melihat suaminya mengucek matanya.

"Gak, cuma pengin ke dapur," jawab Fira  senyum.

Ervan menyibak selimutnya, dia juga turun dari tempat tidurnya. Lalu mendekati istrinya. "Ada apa? Kamu lapar?"

Fira menggeleng, Ervan mengangkat tangannya, dan menyentuh kening istrinya. Tidak biasanya Fira seperti ini, Ervan tidak mau terjadi apa-apa pada istrinya. Meskipun sedang hamil muda, Ervan tetap akan menjaga dan memperhatikan istrinya setiap hari, sampai dia benar-benar mendapat pekerjaan tetap.

"Aku gak sakit kok, Sayang. Aku cuma ke dapur mau minum," ucap Fira menurunkan tangan suaminya.

Fira tau, Ervan peduli sekali padanya. Bahkan Fira tidak tau sampai kapan dia harus menutupi semua padanya. Apalagi dia sedang hamil, jika sampai Ervan tau bahwa janin di kandungannya bukan anaknya, pasti Ervan sangat membencinya.

"Oh, mau minum. Biar aku yang ambilkan, kamu di sini saja," ujar Ervan hendak untuk keluar, tapi di tahan oleh Fira.

Ervan pun berpaling, Ervan merasa ada yang aneh pada istrinya. "Sekalian aku mau ke kamar mandi," ucapnya kemudian.

Di rumah orang tua Ervan, kamar mandi terpisah. Jadi untuk tidur, tetap kamar untuk tidur saja, jika mau ke kamar mandi terpaksa keluar dari kamar tidur.

Fira keluar dari kamar mandi setelah dia sudah merasa lega dari tadi menahan sesak pipisnya. Ervan buat secangkir minuman hangat untuk istrinya.

"Ini di minum dulu, apa ada yang buat kamu gak merasa nyaman?" Ervan bertanya lagi, sekaligus menarik kursi duduk di sebelah istrinya.

Fira menyeruput minuman hangat dari suaminya. Entahlah, Fira suka dengan minuman buat Ervan. Fira sangat mencintai Ervan, pastinya Ervan juga. Tidak mungkin Ervan serius melamar Fira karena sudah waktunya membangun keluarga dan saling melengkapi.

Selama tiga tahun pernikahan mereka, Fira sudah berapa kali konsultasi ke rumah sakit, bahkan periksa kesehatan. Jawaban dari dokter tidak ada masalah pada kesuburan haid nya. Mungkin memang belum dikaruniai oleh atas.

Tetapi Fira capek selalu mendapat cemoohan dari tetangga ibu mertua, bahkan dari mulut mertua sendiri. Bukan Fira tidak ingin mendengar, rasanya Fira semakin iri melihatnya. Ervan kerja untuk dirinya, rela kerja jauh dari negara seberang. Hingga Fira tidak tahan, dia meminta Ervan beli satu rumah untuk tinggal.

Memang Ervan sudah merencanakan itu, dia juga tidak ingin melihat istrinya tertekan atas perbuatan ibunya sendiri. Meskipun Ervan tau bagaimana sifat seorang ibu terhadap orang luar. Tetap saja Ervan tidak suka cara mereka perlakukan Fira seperti orang lain.

"Sayang, benar-benar cinta sama aku, kan?" ucap Fira tiba-tiba.

Ervan yang mendengarnya pun menatap dalam wajah istrinya. Tidak ada perubahan apa pun. Tetap cantik, bahkan jauh lebih cantik sekarang, sedikit terlihat gembul kedua pipinya.

"Kenapa? Tiba-tiba tanya seperti itu?" Ervan malah balik bertanya pada istrinya.

Di rumah terlihat sunyi, karena semua sudah pada tidur. Tinggal dirinya dan Ervan di sini. Fira menunduk sambil memegang secangkir minuman sebagai penghangat nya.

"Gak, aku takut kamu akan tinggalin aku, kalau aku ...."

"Loh? Pada belum tidur?" Tiba-tiba Amira muncul, dengan muka kusut, pasti mau pipis. Jadi dia bangun, pas mau ke kamar mandi.

Kamar mandi berdekatan dengan dapur, jadi wajar bertemu dengan mereka berdua.

"Sebentar lagi, tadi Fira bangun, sekalian dia haus, Abang buatin minuman, kamu sendiri kenapa belum tidur?" jawab Ervan dan bertanya kembali pada Amira.

"Kebangun," jawabnya cepat dan singkat banget.

"Oooh."

Amira pun masuk ke kamar mandi, Ervan pun menatap istrinya. Tadi percakapan terhenti karena Amira muncul sampai mengagetkan mereka berdua.

"Tadi kamu ngomong apa?" Ervan bertanya pada Fira.

"Hah? Gak ada, gak jadi. Yuk, balik ke kamar. Di sini udaranya dingin," jawab Fira bangun dari duduknya, sambil membawa gelas masih berisi air di sana. Ervan pun menyusul.

****

Alex bolak balik di tempat tidurnya dari tadi. Dia benar-benar tidak bisa tidur. Padahal dia sudah minum obat dari David, dia berikan itu. Rasa kegelisahan semakin menjadi. Dia pun turun dari tempat tidur dan keluar dari kamarnya.

Tanpa sengaja Alberto belum tidur, dia juga hendak keluar, tiba-tiba melihat putra majikannya keluar juga dari kamarnya sendiri.

"Tuan, kenapa belum tidur?" sapa Alberto sopan.

"Kau sendiri kenapa belum tidur?" Ditanya kembali oleh Alex.

Alberto senyum dan dia menjawab, "Ini juga mau tidur, tapi masih ada pekerjaan lagi yang belum saya selesaikan, Tuan."

Alex tidak percaya, "Mana ada jam segini masih ada pekerjaan. Mencurigakan," batinnya dalam hati.

"Kenapa tidak dilanjutkan hari esok saja? Lebih baik pergi tidur, besok akan jauh lebih banyak tugas pekerjaan mu," ucap Alex beranjak dari kamarnya dan turun terburu-buru dari anak tangga itu.

Alberto sungguh bahagia, melihat putra majikannya sangat peduli padanya. Alberto tau kalau Alex berkata seperti itu, karena dia malu. Alberto sudah biasa.

"Dasar, anak itu, saya kira kamu sudah berubah. Ternyata masih sama," gumam Alberto melanjutkan langkah kakinya ke salah satu kamar lain.

Alex duduk salah satu ayunan, ayunan ada di samping halaman rumah yang lumayan luas. Dibangun oleh ibu sihirnya menjadi taman bunga kesukaannya.

Alex terngiang-ngiang kata-kata David. Sampai sekarang kata-kata itu belum kunjung hilang.

"Calon istri? Calon cucu?" ucap Alex pelan.

Dia berusaha mengingat kejadian dua bulan yang lalu. Tapi sampai kini dia tidak bisa mengingat kejadian itu. Dipaksa pun malah membuat kepalanya semakin sakit.

"Aaargh!" Alex sampai kesal, dia pun menendang satu pot bunga hingga pecah.

"Sial! Kenapa sih mereka mengganggu terus. Otak sialan! Kenapa juga sulit mengingat kejadian itu?!" celoteh Alex sampai geram.

Alex melebar seseorang menyodorkan secangkir teh hangat padanya. Siapa lagi kalau bukan Alberto..

"Silakan, Tuan," ucap Alberto sopan.

Alex menerimanya dan dia meminum perlahan-lahan. Rasanya adem setelah minum teh buatan Alberto.

"Sepertinya Tuan banyak pikiran akhir-akhir ini? Soal proyek kemarin, sudah saya tangani, dan sudah saya kabarkan kepada ibu Marika ...."

"..., apa kau tau soal kejadian dua bulan yang lalu. Apa benar aku sudah memperkosa seorang wanita?" Tiba-tiba Alex mengatakan sesuatu saat Alberto menjelaskan soal pertemuan pagi kemarin.

"Eh? Maksud Tuan?" Alberto malah mengulangi atas pertanyaan dari putra majikannya.

Alex menoleh, bukan diulang pertanyaan  dia ngomong kan, malah memasang mata membunuh. "Sudah lewat, besok siapkan semua berkas-berkas yang akan aku tangani, aku pergi tidur dulu, dan Terima kasih atas tehnya."

Alex pun beranjak dari duduk bersantai di taman, hanya Alberto di sini melihat punggung putra majikannya mulai menjauh dan menghilang dari penglihatan tersebut.

****

Next chapter