Pemuda itu tidak berdaya, ia mengobrak-abrik lemarinya berharap menemukan sesuatu yang biasa ia sembunyikan.
"Estheh ... Aku butuh .. Est heh ..." dia terlihat depresi, dan marah santri yang melihat kondisi putra Kiai itu prihatin namun tidak berani mendekat.
Sofil AlMubarrak tidak dapat menahan gejolak kehausan yang akan membawanya ke neraka. Dahaga surga dunia itu melemahkan putra Kiai, karna sangat membutuhkan arak.
Pemuda itu mengambil bantal, mengambil ponsel. Naluri tanpa sadar membuat dia mengirim pesan suara ke seseorang, yang dikira temannya.
[Aku butuh tolong sekarang kirimkan minuman itu, rasanya aku sudah sekarat, aku butuh, nyawaku terasa terambang, esh heh ....Nanti kita bertemu di tempat biasanya. Antarkan aku akan kasih 100 ribu.]
Suara Sofil mendesis kedinginan, ia sangat tersiksa dalam kecemasan dan kegelisahan. Ada pesan suara masuk, Sofil menindih layar ponselnya dengan mempertahankan agar matanya terbuka.
[Kamu salah orang,] suara itu dari ponselnya, Sofil kembali segar datang pencerahan baru. Ia duduk, dan masih mengkontrol diri.
"Nasya ... Pasti dia ilfil, heh. Parah kamu Sofil, bagaimana aku bisa seceroboh ini, bodoh. Bodoh!" gumamnya ambil menjenggung kepalanya sendiri, ia menjambak rambutnya.
"Ah apa salahnya minta maaf," ia berbicara sendiri.
[Maaf Mbak Nasya ]
Chat tulisan Sofil, Sofil menunggu beberapa menit. "Tuh kan ..., pasti ilfil sama aku,"
Plung
Plung
Suara chat masuk, jelas saja itu pesan dari gadis motifator, Sofil berbunga-bunga, rasa ingin minum hilang dengan mudahnya, seperti api yang membakar kayu hingga menjadi debu.
"Alhamdulillah ... Terima kasih ya Allah engkau selalu baik, namun hamba selalu tidak tau diri," gumamnya lalu, mengusap
wajah berkali-kali.
[Tidak perlu minta maaf kepadaku, mintalah magrifohNya. Kamu sangat ingin ya? Bagaimana rasanya? Apa yang kamu rindukan saat kamu tidak minum? Apa sangat tersiksa?]
itulah chat dari Nasya yang penuh pertanyaan.
[Aku tidak tau apa yang aku rindukan saat meminum namun aku terasa dalam kepanasaran, seperti dibawah matahari yang terik dan tidak ada sedikit air pun, seperti itu Mbak. Aku sangat dahaga, dan sangat tersiksa. Mbak Nasya berkenan membantuku?]
Tanya pemuda yang memperkenalkan diri sebagai Sam.
[Memangnya aku bisa membantu apa? Semua dari niat dalam hati anda Mas sendiri, maaf aku sedikit marah karna menurutku itu adalah hal bodoh. Maaf aku emosi karna aku tidak merasakan seperti kamu. Aku percaya semua itu saat diawal proses seperti Mas itu sangat sulit, jadi katakan apa yang kiranya bisa aku bantu, kalau hanya saling ngobrol mari aku siap, aku siap dan terjaga sampai jam satu nanti, jadi ... Apa yang bisa aku bantu walau sedikit?]
chat dari Nasya semakin membuat Sofil penasaran, "Rasanya ada angin segar yang meniupku, hingga hilang rasa dahagaku. Nasya kau angin tanpa rupa. Memang dia hantu," sadar akan uapannya, Sofil mulai mengetik.
Ada Chat masuk ia segera membuka.
[Mas boleh bertanya soal pengalaman agama, namun jangan tanya soal pribadi ya soalnya privasiku.]
Tulisan itu membuat Sofil manyun. "Bagaimana jika aku tergantung padanya dan selalu membutuhkannya kalau aku dirundung hasrat terlarang ini. Ya Allah ... Ampuni hamba yang belum lillah, ya Allah buka satu jalan untukku agar aku semakin sadar akan siksaMu yang begitu pedih." Sofil memejamkan mata manaikan wajah lalu sejenak. Setelah satu menit ia mulai mengetik.
[Aku hanya ingin kita ngobrol lewat chattan ini. Jadi bagaimana pengalaman soal agama dari Mbak Nasya apa yang membuat Mbak Nasya tidak keberatan bergaul dengan orang-orang sepertiku?]
Lima menit menunggu balasan dari yang dicintai tanpa tau rupa yaitu gadis pemilik nama Nasya Sabila.
[Sejujurnya semua rencana Allah ya Mas, aku hanya mengikuti alurku saja, bertemu dengan mereka lalu bergaul tidak akan menjerumuskanku, dan mereka tidak akan menyeretku asal aku punya pegangan yang teguh dan kokoh diriku sendiri dan cintaku kepadaNya. Niatku hanya menunjukkan jalan, seperti orang pemandu wisata menunjukkan jalan dan terserah pada yang dibelakangnya, mau ikut atau berhenti. Jika Mas mau kembali lagi ya itu terserah Mas, orang nafsi-nafsi, Allah menyuruh hamba bertaubat kepadaNya namun jika orang itu tidak mau ya terserah mereka yang jelas siksa api neraka menanti, jelas lagi neraka itu lebih sangat menyakitkan ketimbang saat kamu kepayahan ingin meneguk lagi. Naitku IngsyaAllah membawa mereka kejalan menuju surga,mengumpulkan amal perbuatan baik seperti dalam agama apapun yang mengajarkan dan menebarkan kebaikan. Kalau di agama Islam kita sudah sering dianjurkan dan diingatkan lewat ayat-ayat Alquran dan hadist, apakah ancaman Allah yang nyata juga Mas ingkari? Berarti Mas belum percaya ya? Akan siksa Allah.]
Chat itu membuat Sofil merenung.
[Rasa takutku dikalahkan dengan hasratku, hingga rasa takut akan nar tidak ada. Marahi saja aku Mbak, siapa tau aku kapok, setiap sebait tulisanmu sangat berarti, jadi aku benar-benar siap jika kau caci maki, karna jujur saja Hadits Ayat Alquran tidak mempan saking banyaknya setan didiriku, aku terbelenggu dan belum bisa berperang,]
tulisan Sofil mengakui kelemahannya.
[Aku tidak memarahi aku hanya sekedar mengingatkan. Maaf, oke kalau begitu semangatlah bertaubat pelan-pelan namun pasti. Dan ... Satu hal lagi Mas Sam, jika sedang merasa haus, saat itu setan dan diri Mas sendiri sedang berperang, setan mengelabui akal dengan tenaga supernya, lalu yang bisa memerangi akal adalah hati Mas. Didalam hati ada naluri baik, jadi Mas jika berniat nyata Allah akan membantu syaratnya yakin Mas. Apa Mas pernah mendengar yang seperti ini, kala manusia masih dijadikan ruh saat itu Allah sudah mempertanyai ruh-ruh tersebut, dilihatkan gambaran bakal kehidupan ruh-ruh itu, ditanya mau lahir tidak kedunia? Kalau tidak Allah menggugurkan kandungan. Jadi bolehlah kita berpikir, sebenarnya hidup adalah pilihan kita sendiri, Allah Subhanahu wata'ala menciptakan dan mengatur semuanya, namun jang lupa Allah menciptakan setan yang ingkar karna Allah pula yang menciptakan neraka. Dan kehidupan ini hanya sebentar, tidak lama sejatinya hanya mengumpulkan sebuah amal yang akan me.bawa kita kesurga atau neraka. Pilihannya ada pada manusia sendiri. Kembali lagi kepada ruh-ruh kita yang dulu belum dimasukkan kedalam raga. Allah sudah membuat janji, namun manusia ingkar, ya seperti itu. Mas harus semangat Allah Yang Memiliki segalanya dan Mala luas MagfirohNya, harus bertekad Mas, oke]
Chat itu sangat penting dan sangat berarti untuk Sofil, apalagi Nasya mengirum emoji senyum dan memberi semangat penuh.
"Aku benar-benar tersetrum dia tidak meremehkan pendosa sepertiku malah mendukungku. Ya Allah mudahkanlah jalanku menuju jalanMu," ujar Sofil mulai ada niatan baik dihatinya.
[Terima Kasih,]
[Sudah jam satu malam, aku solat dulu, kalau Mas mau solat malam juga siapa tau lebih mudah proses taubatnya. Aku akan berdoa juga, untuk pemuda-pemudi pengabdi negara,mari kita stop dari benda-benda yang merusak akal. Assalamualaikum.] Pamit Nasya.
[Wa'alaikummussalam.] Sofil bersemangat ia segera berwhudlu dan solat malam.
***
Pagi ini sangat cerah, Kiai Fattah sebesarta keluarganya bertindak ke Pasuruan, perjalan ini menempuh waktu yang cukup panjang lima jam lebih dua puluh dua menit dan bisa lebih.
Sofil yang menyetir, "Abah melihat rokok nganggur dan terlihat mu,"
"Bilang saja kamu inginkan, pakek alasan mubadir, ingat ini masih puasa, Ya Allah ..." sahut Kiai Fattah menahan kesabaran dari tingkah putranya, Umi dan Fatih menahan tawa kecil. Kiai ini tidak memiliki mobil mewah, namun memiliki Bis cukup besar untuk mengajak para santri berziaroh ke makam Waliyullah.
"Jadi ... Bagaimana Abah, apa boleh?" pamit Sofil.
"Nanti malam, asal jangan lagi meneguk atau sedikit pun, menjajal barang yang diharamkan oleh Allah," ujar Kiai, di kuras rasa kesabarannya. Uminya mecubit perut Sofil.
"Maaf Bah ...." ujar Sofil menyesal.
Setelah waktu yang cukup panjang Abah terlelap. "Aduh aku deg-degan, ada yang merayakan kembang api didalam dadaku," perkataan Sofil tidak dimengerti Umi dan Fatih. "Gus kok diam to, tidak meresponku," ungkap Sofil, Fatih tertawa kecil.
"Lha aku dan Umi tidak mengerti dengan ucapanmu, iya kan Umi?" ujar Fatih mencari pembelaan, Umi lekas membuka suara.
"Umi faham kok maksud dan tujuanku bicara soal apa iya kan Umi ..." Sofil meminta pembelaan. Uminya mengangguk. "Yes," Sofil puas.
"Memang apa?" ujar Uminya bertanya, Sofil terkejut, dan Fatih tertawa.
"He he aku faham, tanya saja Gus bagaimana perasaanmu? Tinggal tanya seperti itu sukanya berbelit-belit," tegur Fatih.
"Alhamdulillah sampai persiapkan diri Gus," ucap ringan Sofil setengah meledek. Fatih terlihat gugup saat mobil memasuki gerbang Pesantren Darul Hikmah milik Kiai Ihwan.
Pemuda yang sudah berumur matang itu menyibakkan rambutnya berkali-kali kebelakang, lalu memai pecinya. Kaki kananya terus bergoyang, sesekali mengusap wajah.
Tdek
Tdek
Suara mengklikkan jari-jari.
Maklum pemuda berusia dua puluh sembilan tahun ini memang tidak pernah berhubungan dengan gadis secara langsung, ia terlihat sangat gelisah.
"Derdek aku ... Badanku panas dingin ..." ledek Sofil yang dari tadi memperhatikan Gus Fatih.
"Kamu itu lo ... Yang bikin cenat-cenut. MasyaAllah ... Maklum Fil, ini kali pertamanya, biasanya kan kalau ketemu lain jenis hanya membahas soal pelajaran kampus. Itupun hampir tidak pernah terjadi di Al Ahzhar," jelasnya.
"Atur napas Gus, mari kita turun," ajak Sofil, "Ini baru selesai acara pernikahannya Gus Nuril, ya Bah?" tanya Sofil mengejutkan.
"Allahu akbar." Kiai Fattah terkejut, "MasyaAllah ..."
"Jantungnya copot Bah?" ujar Sofil, membuat Kiai Fattah geregetan dengan ulah sang putra.
Masjid di depan rumah Kiai Ihwan sangat megah namun rumahnya sangat sederhana, rumah itu bercat hijau pupus, dan lantainya tidak dikeramik.
"Assalamualaikum ..."
"Wa'alaikumussalam, Alhamdulillah ... Abah Kiai Fattah, monggo Yai pinarak," sapa hangat Gus Nuril, kelurga Kiai Fattah masuk kedalam, bersalam-salaman. Kiai Ihwan terpesona dengan pemuda dari Kairo tersebut. Merangkul baru dan Fatih hanya merunduk penuh tawadu' Sofil menahan tawa.
'Ya Allah semoga disini tidak ada Neng Ninja gawat nih, Umi kan sangat suka sama dia, Ya Allah semoga Engkau mengabulkan doa pemabuk ini, jika Engkau kabulkan hamba tidak akan minum, tapi belum janji Ya Allah, hamba takut ingkar, Aamiiin.' batin Sofil menoleh sana-sini lalu duduk.
"Cari siapa?"
"Palingan cari Neng Ainun," ledek Gus ...
Kiai Ihwan dan Kiai Fattah saling memberi isyarat.
"Mari Gus Fatih dan Sofil sebagai saksi ta'aruf," ujar Kiai berjalan didepan Fatih. Kiai Fattah bercengkrama diruang tamu dengan Gus Nuril.
Mereka memasuki ruangan Sofil duduk, Fatih pula.
"Sebentar lagi Bilqis datang," ujar Kiai, Fatih mengangguk pelan dan Kiai Ihwan pergi. Sofil tertawa kecil melihat Gus Fatih.
"Tit .." Sofil menekan perut Fatih dengan jari telunjuknya.
"Fil!" teriak pelan, Gus Fatih menahan tawa, adiknya memang sangat konyol, Sofil mengangkat tangan tanda menyerah. Pemuda berbaju takwa putih dengan sarung merah hati ini mulai gugup dan berkeringat.
"Tit he he he," Sofil mengulanginya lagi, Fatih membalasnya dengan menggelitiki, keduanya tertawa.
"Sudah Fil, awas kau nanti aku doakan kamu berjodoh dengan gadis ninjamu," ancaman Fatih bergurau. Sofil mengangkat kedua tangan mengadu.
"Ya Allah Engkau memberi rahmat dan belas kasih, jangan jod," belum selesai ia mendengar langkah kaki, Fatih menepuk paha Sofil, Sofil merunduk sok alim.
"Assalammualaikum," suara indah keluar dari gadis bercadar didepan Fatih berjarak dua meter.
"Adem tenan ... Cool ..." Sofil terkesima.
"Waalaikummussalam," jawab Fatih merunduk jari-jarinya mencubiti kaki Sofil.
"Gus," panggil Sofil berbisik. Keduanya duduk dan saling diam tanpa ada percakapan. Bermenit-menit.
"Gareng (kering) tenan ..." keluh Sofil sesekali. Mereka masih saling diam.
Plok
Plok
Sofil menepuk-nepuk, Fatih melirik.
"Banyak nyamuk gus," ujarnya lalu duduk berusaha nyaman.
Suasana canggung wanita yang sangat cantik nan anggun, di hadapan Fatih mata indah, bulu mata lentik, alis yang hitam.
"Ehkm jujur saja Bilqis, saya belum menemukan jawaban, mari kita istikhoroh nanti malam dan beri jawaban besok pagi,"
"What hanya begitu Gus! Gus," keluh Sofil menyahut lalu memijat kening, "Aku akan diam kalian gobrol jangan diam saja, apa karna ada aku, nih aku pakai ini," Sofil mengeluarkan headset lalu mambalik badan menyingkuri kedua insan yang sedang melaksanakan perkenalan.
"Eh ..." bersamaan.
"Ciye barengan, ups. Tunggu satu menit nih baru nyala musiknya," jelas Sofil.
"Ada yang perlu ditanyakan soal apapun, kalau aku sukanya membahas hikayah-hikayah yang penuh makna, agar semakin kuat iman islamnya. Kalau Dik Bilqis sukanya membicarakan apa?"
"Aku sangat suka membaca tapi tidak banyak hafal, nadhom Alfiah saja saya tidak hafal. Juz Amma hafal separu surat, jadi ... Apa Gus Fatih keberatan atau tidak?" setelah mengakui ia lemah dalam menghafal ia bertanya.
"Saya tidak keberatan Allah sudah memberi takaran sesuai kemampuan hamba, lalu ..., suka pemuda yang bagaimana?" Fatih mulai bertanya hal serius.
"Seperti apapun asal pilihan dari Allah Subhanahuwata'ala, dalam hal ini memang kita perlu saling mengenal, asal Gus Fatih tau saya sangat banyak kekurangan, saya juga bukan gadis solihah, saya hanya menjauhi larangan dan menta'ati perintah Allah. Sedang Gus sukanya gadis seperti apa?"
"Aku sangat suka jika seseorang mau belajar, jadi ... Mari kita saling belajar dan mengenal, suka membaca apa?"
"Banyak yang paling favorit terjemah daqoikul akhbar, aku suka membahas soal-soal kematian dan terjadinya hari akhir," jawabnya.
"Apa alasannya?" tanya Fatih.
"Alasanya dengan mengingat mati dan qiamat aku sendiri sadar hidup hanya sebentar dan agar tidak menyombongkan diri. Gus boleh aku bertanya?"
"Silahkan, semoga saya bisa menjawab," ujar Fatih disusul dengan tawa kecil.
"Rasulullah Saw. bersabda, "Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah." (Hadits Riwayat Muslim dari Abdullah Ibnu Umar). Dari hadits tersebut sudah sangat jelas, namun banyak wanita yang nantinya masuk kedalam neraka karna tidak patuh kepada suami, atau durhaka pada suami. Lantas bagaimana cara Gus, jika saya menjadi istri Gus nanti ketika melakukan hal yang dilarang oleh syariat? Saya ingin tau sikap Gus." ujarnya tegas.
Bersambung.