webnovel

Keterkejutan Yuji

Siji merasa bahwa dialah manusia paling baik dan jujur di rumah ini. Namun, gara-gara ingin membantu Reiji dalam membuat lelucon, Siji terpaksa harus berbohong seperti ini.

"Ada apa sebenarnya, Papa! Katakan yang sebenarnya!" sentak Yuji yang mulai terlihat tidak sabaran.

Tuan Yudha meremas pergelangan putra sulungnya, menyuruh Siji untuk mengatakan hal yang Siji katakan pada Tuan Yudha tadi.

Siji bingung jadinya, papanya ini menyuruh Siji menjelaskan sebuah lelucon tentang Reiji yang berubah menjadi kucing kepada Yuji? Yang benar saja? Padahal, Yuji sendirilah yang membuat semua lelucon ini. Siji jadi dilema.

"Tidak apa-apa, Bang Siji! Yuji lebih baik tahu semuanya dari awal." Tuan Yudha berucap. Ia memasang wajah sedih bercampur cemas.

Siji mengembuskan napas kasar. Ia kembali melihat papanya dan Yuji bergantian. Baiklah, ia akan mengulangi leluconnya lagi. Meski ia begitu yakin jika saat ini Yuji pasti menertawakan Siji dalam hati.

Siji mengangkat kucing kecil yang memiliki dua warna, hitam dan putih itu ke udara.

"Sebenarnya, kucing ini adalah adek kita, Yu. Dede Rei berubah menjadi kucing seperti ini, karena berbuat tidak sopan di sebuah makam keramat. Dan aku tidak tahu cara mengembalikan Reiji menjadi manusia lagi, Yu." Siji berucap dengan serius. Tentu saja. Jika ingin semua orang memercayainya, Siji harus memasang wajah serius, bukan?

"APA?!" Yuji memekik dan berdiri. Ia menatap sendu ke arah kucing yang masih digendong Siji saat ini. Mata Yuji langsung memerah. Kelopak matanya kini mengembun. Dan ketika ia berkedip, beberapa tetes air mata lolos menuruni pipi mulus Yuji.

Di saat seperti ini, Siji mengalihkan wajah sambil membatin, 'Sumpah, akting Yuji ini lebay banget! Pakai acara nangis lagi. Dia benar-benar artis sinetron yang enggak dapat hak siar.'

Tuan Yudha ikut bangkit. Ia meraih tubuh Yuji dan mendekapnya. Ditepuknya pelan putra keduanya itu.

"Tenangkan dirimu dulu, Bang Yu! Kita semua akan mencari cara untuk mengembalikan Dede Rei menjadi manusia," lirih Tuan Yudha. Ia belum pernah melihat remaja tangguh seperti Yuji, menangis seperti itu.

Meski setangguh apa pun hati seseorang, jika melihat saudaranya berubah menjadi kucing, pasti akan tertekan seperti itu, batin Tuan Yudha. Ia melepaskan pelukannya pada tubuh Yuji dan kini menatap sendu ke arah putra keduanya itu.

Yuji menggelengkan kepalanya cepat. Ia menyeka air matanya dengan kasar. Ia menatap bergantian papa, Siji dan kucing itu.

"Katakan ini semua bohong, Pa! Dede Rei tidak mungkin berubah menjadi kucing seperti itu, 'kan? Ini bukan sinetron 'kan, Pa?" sentak Yuji. Ia seperti belum terima akan apa yang diucapkan Siji tadi.

Tuan Yudha tertunduk. Ia perlahan mulai percaya dengan ucapan Siji tadi, karena ia baru saja menonton anime yang menceritakan tentang manusia menjadi kucing. Jadi, sepertinya otak Tuan Yudha masih terpengaruh akan hal itu.

Jangan heran, seluruh keluarga ini adalah wibu garis keras. Apalagi Siji dan Tuan Yudha. Bahkan, ketika masih muda Tuan Yudha pernah ingin menikahi karakter dalam anime dalam bentuk dakimakura. Sebelum kedatangan Nyonya Ayana yang menyadarkan Tuan Yudha dari jalan sesat itu.

Yuji mendekat ke arah Siji yang masih duduk santai di sofa, menyaksikan drama yang ditampilkan Yuji dan papanya tadi. Siji bahkan sambil ngemil kacang.

Yuji menekuk kedua lututnya dan kini duduk bersimpuh di depan kaki Siji. Yuji mencengkeram kedua lengan Siji dan mengguncangnya kencang, membuat kacang yang sudah berada di mulut Siji berhamburan keluar, akibat guncangan Yuji.

"Siji! Katakan semua yang kau ucapkan tadi hanyalah kebohongan semata! Lalu, bagaimana aku yang alergi kucing ini bisa dekat dengan Reiji lagi? Katakan ini hanya lelucon, Siji!!" tuntun Yuji. Ia masih mencengkeram kedua lengan kakak kembarnya itu.

Siji memasang wajah sedih. Ia menangkup kedua pipi adiknya itu. Jika Yuji saja mampu berakting berlebihan seperti itu, jangan salahkan Siji yang juga akan menunjukkan kemampuan aktingnya.

"Benar, Adikku. Adik kita Reiji sudah berubah menjadi kucing. Aku berjanji dengan segenap jiwa raga, akan mengembalikan Adik kita menjadi manusia seperti semula. Bahkan, jika harus mendaki gunung, melewati lembah, menyebrangi samudra. Aku akan melakukannya, Adikku." Siji berakting sungguh berlebihan.

Yuji mengurut dadanya melihat akting Siji baru saja. 'Punya Abang gini amat, Ya Tuhan. Kentara banget aktingnya,' batin Yuji, miris.

Tuan Yudha semakin tidak tega melihat keduanya. Ia berjalan tenang menuju ke arah Siji dan Yuji. Ia menyuruh kedua putranya itu berdiri dan memeluk mereka dengan hangat.

"Kita semua harus tetap tegar. Jangan tunjukkan kepanikan kita pada Dede Rei!" Saat mengatakan ini, Tuan Yudha sambil menoleh ke arah kucing yang kini duduk di atas sofa. "Kita akan melakukan apa pun untuk mengembalikan Dede Rei seperti semula," sambung Tuan Yudha.

Yuji tersentak dan refleks mendorong Siji dan Papanya. Tubuh Siji dan Tuan Yudha jatuh terduduk di sofa akibata dorongan Yuji tadi. Mereka berdua saling melempar pandang, tidak mengerti akan sikap Yuji yang seperti itu.

"Ada apa, Bang Yuji?" Tuan Yudha bertanya, ragu-ragu. Pasalnya, ia belum pernah melihat Yuji semarah itu sebelumnya.

Yuji mundur beberapa langkah dan berhenti ketika kakinya terantuk pinggir meja kaca yang berada di belakangnya. Yuji menoleh dan meraih vas bunga yang berada di belakangnya. Yuji membuang vas bunga itu ke sembarang arah. Ia terlihat begitu emosi.

"Yuji! Kau ini kenapa?!" bentak Siji. Ia merasa jika akting adiknya itu sudah semakin berlebihan. Kenapa pakai acara mecahin vas bunga, coba? Mana itu vas bunga kesayangan Mama mereka lagi. Yuji benar-benar lebay, batin Siji merutuki sikap adiknya.

"Kalian ini yang kenapa, Pa? Siji? Bagaimana bisa kalian berucap segampang itu untuk mengembalikan wujud Dede Rei menjadi manusia. Lalu, memangnya kalian tahu bagaimana caranya, hah?!" Yuji berteriak. Ia terlihat begitu frustrasi.

Bersambung ....

Next chapter