webnovel

Lelucon Pertengkaran

"Bang Siji, apa yang kau makan itu?"

"Jangan makan sembarangan, Bang! Kalau kau sakit bagaimana?"

Tadi itu suara Yuji sama Reiji.

Jangan kira mereka lagi ngawatirin gua. Itu salah besar. Ya Tuhan,  kayaknya gua yang ketiban sial mulu jadi saudara kembar identik mereka. Nggak tau kenapa, sejak dulu itu kayaknya gua didiskriminasi gitu.

"Papa! Bang Siji sepertinya butuh kandang baru!" rengek Reiji, adik bungsu gua, ingat? Dia itu kalau di luar kelihatan macho banget, tapi pas di rumah, beuuuhhh... manjanya minta ditabok dah.

"Iya, Pa. Lihatlah bulunya banyak yang rontok! Mungkin karena dia stress." Itu suara Yuji, adik pertama gua. Nah, ini nih 11 12 sama si Reiji. Pokoknya mereka itu cocok banget jadi 'partner in crime'. Duo maut, dasar.

Papa yang sedang asyik membaca koran sontak menoleh ke arah gua dong yang tiduran di sofa. Iyalah, soalnya mereka kan tadi nyebut-nyebut nama gua.

"Kau sungguh ingin kandang baru, Siji? Lalu bulu mana yang rontok, heh? Pfftt ... buwahaha."

Serius, nggak tahu lagi. Ini emang Papa sengaja atau bagaimana? Seketika itu juga gua membenamkan wajah gua diantara bantal, malu. Oke, gua harus bersabar lebih dari ini sepertinya. Gua bisa melihat jelas Papa nahan tawanya. Mereka kejam sama gua. Bagaimana tidak? Yuji dan Reiji yang kata Mama sangat tampan itu, seenaknya saja memberi nama hewan peliharannya dengan nama gua. Baiklah, gua bisa nerima kalau itu kucing atau anak anjing yang lucu. Lha ini? Seekor tupai, bayangkan!

Bagaimana rasanya jika nama panggilan lu diberiin pada seekor tupai?

Ini sungguh saakkiitttt!! Sakit tapi nggak berdarah. Gua nggak lebay, emang beneran nyesek tau.

Ini sungguh merepotkan menjadi saudara mereka. Ini adalah kutukan. Rasanya pengen ngekost aja kayak kemaren-kemaren itu. Tapi, Papa nggak ngebolehin lagi. Insiden hilangnya gua dibawa Wewe Gombel itu pemicunya. Jadi, sekarang kita tinggal bareng-bareng lagi deh. Syukurlah, biarpun gua bakal kena bully lagi nih, kalau serumah sama duo maut.

Oh iya, gua mau cerita lagi. Kata Mama itu, kami berasal dari sel telur yang sama. Kami adalah satu jiwa yang terikat satu sama lain. Tapi gua rasa tak seperti itu. Mungkin saat di kandungan, gua udah memisahkan diri dari mereka. Dan untunglah gua enggak ikut jadi bobrok kayak mereka. Iya dong, gua kan yang paling budiman.

"Makan ini saja, Bang Ji!" Yuji menyuapkan biji kenari pada Si--- err gua harus manggil tupai sialan itu apaan dong? Baiklah, gua bakal manggil hewan itu tupai ajalah.

Heran gua sama si Yuji, gua aja kagak pernah dia panggil 'abang' eh sama hewan kecil yang sukanya makan buah-buahan itu malah dia manggilnya 'abang'. Duh, pengen murka tapi gak sanggup. Ntar, gua kena bully lagi malahan. Gua kan yang selalu teraniaya dari dulu.

"Gyaaa ... kamu semakin imut saja, Abangku," pekik Reiji sambil meluk tupai itu kayak meluk cewek imut aja. Gua rasanya pengen nyoret nama mereka dari kartu keluarga kami.

"Mama pulang~~!" seru suara dari arah pintu.

"Selamat datang, Ma!" sahut si Yuji, sok imut. Pasti ada maunya tuh.

Oh iya, gua udah pernah cerita tentang keanehan hubungan Yuji Reiji, belum? Beberapa minggu yang lalu, Reiji putus sama Zaenab gara-gara Zaenab cemburu sama Yuji. Nah, aneh kan? Pantas kan kalau gua bilang mereka itu gila?

Mana ada saudara kembar yang menjalin hubungan romantis lebih dari sepasang kekasih itu, hnn? Dan alasan mereka cuma gara-gara saat ini hubungan antar saudara seperti itu sangat digandrungi di mana pun. Jadi intinya mereka cuma nyari popularitas atau apa? Ah entahlah, otak gua terlalu berharga jika harus memikirkan kisah asmara mereka yang absurd itu.

Hey! Jangan kira gua iri gitu, terus julidin hubungan persaudaraan mereka yang kental banget! Kagak, gua gak iri. Malahan gua geli.

Brak!

Suara galon punya Mama yang ditaruh meja. "Hufft ... melelahkan. Punya tiga jagoan tapi tak ada yang bisa diandalkan. Yang dua sibuk terus dengan tupainya, yang satu kerjaannya tidur terus," gerutu Mama. Gua tahu pasti saat ini sambil melirik bergantian ke arah kami. Tapi gua gak peduli ah, gua ngantuk.

Tuk!

Sialan! Siapa yang lemparin kepala gua pake biji kenari, oy?

Seketika itu gua bangkit dan melotot ke arah Yuji dan Reiji.

"Ngapaen lempar-lempar, hah?" ketus gua.

"Bawakan galon Mama ke dapur, Ji!" bentak Reiji. Sialan, sebenarnya di sini yang adik siapa, yang kakak siapa? Kenapa cuma gua yang selalu diperintah? Kalau aja gak ada Papa dan Mama, pasti mereka sudah gua giling seperti biji kopi.

"Cepetan, Siji! Lu gak ada niat jadi anak pembangkang, 'kan? Berilah contoh yang baik buat kedua saudara lu yang cakep ini!"

Bahkan kini Yuji merangkul pundak Reiji. Benar-benar adek laknat. Atas dalih memberi contoh yang baik, pada akhirnya gua jadi pesuruh mereka.

Bahkan mereka gak pernah menyematkan kata 'abang' pada nama gua. Apa derajat gua emang lebih rendah dari tupai itu, heh? Miris amat idup gua.

Dan pada akhirnya gua bawa galon Mama ke dapur dengan hati terluka. Jika ini film animasi, maka kalian bisa denger suara hati gua yang pecah secara berkeping-keping.

Pyaarrr!!

Mungkin kayak gitu bunyinya.

***

"Gua gak nyangka ya, lu bisa setega itu sama gua, Rei! Emang bener-bener gak bisa dikasih ati lu!"

"Memangnya selama ini aku memelas kasih sayang gitu sama kamu, Yu? Enggak! Kamu aja yang numpang popularitas sama aku. Aku sudah muak dengan segala perlakuanmu! Aku selalu jadi yang terakhir."

"Nah, ngaku juga lo sekarang ya, Rei? Ternyata selama ini tampang lo yang polos itu cuma topeng. Dan beginilah sifat asli lo sebenernya!"

"Jangan sok suci deh kamu, Yu! Kamu itu gak ada bedanya sama aku, sama-sama bermuka dua. Dan aku nyesel lengket selama ini sama kamu. Bikin sial mulu!"

"Oh gitu? Pinter ngeles ya nih anak. Jadi lu nempel-nempel kayak permen karet selama ini sama gua itu maksudnya apa? Itu bukan kemauan lu gitu?"

"Ya enggaklah! Najis gila! Aku cuma membagi pesonaku sama kamu, biar kamu ketularan populer seperti aku."

"Cih! Konyol!"

"Hmm ... ano ... etto ... permisi, punten?"

"APA?!" bentak Yuji sama Reiji barengan ke arah gua.

"Kalian lagi ributin apa kalau boleh tahu, ya?"

"BUKAN URUSAN LO! DASAR JOMBLO!"

BRAK!!

Dua pintu kamar dibanting dengan keras. Yuji sih banting pintu kamarnya sendiri, tapi ngapain si Reiji banting pintu kamar gua, coba? Eh iya, Reiji kan biasanya sekamar sama Yuji. Mampus gua kalau mereka berantem kayak gitu. Alamat jadi sasaran kemurkaan mereka abis ini pasti. Mana Papa Mama lagi enggak ada di rumah. Mereka liburan ke luar kota dan balik minggu depan. Gimana cara gua ngadepin duo maut yang lagi berantem ini dong?

Bersambung ...

Next chapter