webnovel

Bab 60. Kepergok Sedang Bercerita Dengan Lelaki Lain.

Keesokan harinya Tommy mampir ke warung Sherly. "Selamat pagi, Tuan," sapa salah satu pekerja saat melihat Tommy masuk ke dalam ruko.

Dilihatnya ada beberapa pelanggan yang sedang ngopi dan sarapan seperti biasa. "Nyonya mana?" tanya Tommy.

"Nyonya belum datang, Tuan."

Alis Tommy mengerut. "Sama sekali belum datang?"

"Belum, Tuan."

Baik. Terima kasih."

"Sama-sama, Tuan. Apa Tuan mau kopi atau sarapan?"

"Tidak. Terima kasih." Tommy segera berbalik dan merogoh ponselnya. Ia mencari kontak yang tertulis Sherly lalu menekan radial.

"Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Cobalah___"

Tut... Tut...

Tommy bingung. Diliriknya jam tangan yang menunjukan pukul setengah sembilan. "Perasaan tadi dia turun dari rumah pukul enam pagi. Kenapa kata mereka dia belum datang?" batinnya. Ia pun kembali menghubungi nomor Sherly tapi hasilnya sama. Tidak aktif.

Tommy berjalan menuju mobil. Baru saja ingin menyalakan mesinnya, tiba-tiba mobil Sherly masuk ke parkiran depan warung. Tommy pun melepaskan tangannya dari kunci dan turun menemui istrinya.

"Dari mana saja kau?"

Sherly tersenyum. "Sayang, kau ke sini? Aku tadi ketemu Mas Denny." Sherly menunjuk lelaki yang baru saja turun dari kursi penumpang.

Tommy mengerutkan alis. Dilihatnya Denny dengan tatapan menilai dari ujung kepala hingga kaki. Lelaki itu menggunakan celana jins biru dan kemeja yang sama kebesaran. Rambutnya acak, pokoknya penampilannya berantakan.

"Mas Denny ini adalah pelanggan setiaku. Dia juga yang telah merekomendasikan kateringku kepada bosnya. Lusa kantornya akan mengadakan acara, jadi dia mempertemukan aku dengan atasannya untuk membicarakan soal pembayarannya."

Sontak ekpresi Tommy berubah. Ekpresi yang tadinya penuh curiga, kini seakan menyesal. "Oh, begitu. Terima kasih banyak ya, Mas Denny." Disapanya Denny sambil berjabat. Denny pun membalasnya.

"Ya sudah, kalau begitu aku langsung ke lokasi saja. Tadinya aku mampir untuk sarapan, tapi karena kamu tidak ada jadinya napsu makanku hilang."

"Hmmm, maafkan aku." Sherly memeluk Tommy.

"Tidak apa-apa, Sayang. Aku pergi dulu, ya."

"Oh iya, kalau mau ke sini kabarin dulu, ya?"

Tommy tersenyum sambil mengangguk. "Mas Denny, aku pamit dulu."

"Oh, silahkan." Ia menunduk hormat.

Dengan pikiran yang positif, Tommy pun pergi ke lokasi proyek. Sementara Sherly dan Denny masuk ke warung makan. "Mas mau makan apa?"

"Terserah kamu, Cantik."

Sherly tersenyum genit. Ia pun segera melepaskan tasnya di meja kasir dan menyiapkan sarapan untuk Denny.

Berbulan-bulan pun berlalu. Warung makan Sherly juga tak seramai seperti awal dibuka. Beberapa proyek Tommy juga sebagaian sudah selesai. Tinggal satu proyek besar yang kini sedang tahap penyelesaian.

Di sisi lain.

Dilihatnya jam tangan yang sudah menunjukan pukul dua belas siang. Perutnya keroncongan. Tommy sadar, dari tadi dia belum makan. Sarapan saja ia tak sempat karena pagi-pagi sudah harus ke lokasi proyek.

Sambil berjalan ia mengotak-atik ponselnya. Seperti yang dikatakan istrinya tadi, kalau mau berkunjung ke warung, hubungi dulu. Tapi niat Tommy pun terhenti. Ia tak menghubungi Sherly, melainkan langsung masuk ke dalam mobil, menyalakan mesin dan melajukannya menuju warung makan yang kurang lebih memakan waktu beberapa menit untuk sampai ke sana.

Ia tersenyum saat melihat mobil Sherly terparkir di depan warung. Pikirannya memang tepat. Ia tak menghubungi istrinya karena ia yakin istrinya dijam-jam begini pasti tetap stay di warungnya. Namun karena parkiran depan warung full, Tommy terpaksa memarkir mobilnya agar sedikit jauh dari warung. Ia berjalan kaki menuju ruko. Ia masuk dan ....

Zet!

Matanya terbelalak. Dilihatnya Sherly sedang bercanda hingga tertawa-tawa dengan Denny dekat etalase makanan. Tommy terkejut, karena setahunya area itu hanya khusus untuk pekerja dan Sherly. Lantas kenapa Denny sebagai pelanggan ada disitu? Terlebih lelaki itu berdiri dengan jarak yang sangat dekat dan sedang bicara.

Tommy pun segera mendekat. "Sayang?" sapanya.

Sherly yang terkejut pun langsung menoleh. Ia kaget melihat suaminya sudah berada di belakang. Denny yang tadinya berdiri tepat di samping Sherly dengan jarak yang sangat dekat kini menjauh, sedikit menunduk pada Tommy lalu kembali ke kursinya. Tommy pun menatapnya heran. Meski secara fisik dan penampilan Denny sangat jauh berbeda dengannya, tapi tetap saja ada rasa curiga terhadap lelaki itu. Didekatinya Sherly lalu berbisik, "Kenapa lelaki itu masuk ke area sini? Bukannya area ini dilarang untuk pelanggan?"

Sherly menarik napas, mencoba menstabilkan kegugupannya agar Tommy tidak berpikir macam-macam. "Mas Denny itu kan sudah langganan lamaku. Jadi kalau dia pesan makanan, ada toleransi baginya untuk melihat-lihat menu sendiri, Sayang."

"Iya, tapi kalian sedang tidak melihat menu. Kalian sedang berbincang-bincang. Apa yang kalian bicarakan sampai kau terbahak seperti itu, hah?" tanya Tommy dengan suara yang sedikit meninggi.

"Kamu ini apa-apaan, sih? Aku dan Denny berbicara biasa-biasa saja. Dia hanya membicarakan soal pekerjaannya yang menurutku lucu. Itu sebabnya aku tertawa."

"Apa? Seorang wanita yang sudah punya suami berbicara dengan lelaki yang bukan suaminya seperti itu apa kau tidak malu? Apa kata orang kalau seandainya memergoki kalian tadi? Posisi kalian sangat dekat, Sherly."

"Tom, kumohon jangan berpikir macam-macam. Aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Denny. Kau lihat saja penampilannya. Apa dia pantas untuk kujadikan selingkuh?"

Perkataan Sherly mampu menggerakkan hati Tommy. Jiwa sabar dan lembutnya pun kembali. "Oke, oke. Maafkan aku. Tapi lain kali jangan seperti itu. Aku tidak suka kau dekat dengan lelaki lain meski dia sejelek Denny."

Sherly terkekeh. "Kau ini, menatang-mentang tampan seenaknya saja mengatakan orang jelek."

"Kenyataannya begitu, kan?"

Sherly tertawa. "Kau mau makan apa, Sayang?" tanya Sherly mengalihkan pembicaraan.

Tommy pun menyebutkan menu makan siangnya. Ia juga mengajak Sherly makan bersamanya. Bahkan meski sempat berprasangka buruk, Tommy mengajak Denny untuk makan siang bersama sebagai tanda bahwa tidak apa-apa.

***

Tak terasa tinggal lima puluh persen lagi proyek besar yang ditanganni Tommy akan segera selesai. Saat jam makan siang tiba, ia segera melajukan mobil untuk makan siang di warung istrinya. Sejak mempergoki Denny dan Sherly tempo hari di warung saat jam makan siang, sejak saat itu juga Tommy memutuskan untuk selalu makan siang bersama istrinya agar Sherly tidak bersikap seperti itu lagi terhadap Denny dan begitu juga sebaliknya. Ia tidak ingin ada yang menggoda Sherly, meski lelaki itu jelek sekalipun.

Tibanya di warung Tommy sudah disambut oleh Sherly. Karena sudah tahu kedatangan suaminya, Sherly bahkan sudah menyiapkan menu makan siang untuk dirinya dan Tommy lebih dulu.

"Lho, tumben Denny tidak ada," kata Tommy saat mencari-cari sosok lelaki itu. Dan sejak tempo hari saat memergoki Denny berbicara dengan Sherly, saat itu juga Tommy dan Denny mejadi sangat akrab.

"Tidak tahu, Sayang. Mungkin dia banyak pekerjaan. Dia kan tukang service di tempatnya bekerja. Ayo, makan. Aku sudah lapar."

Mereka berdua pun dengan lahapnya menghabiskan makan siang. Tommy juga memutuskan untuk pulang bersama Sherly. Dan kebetulan karena warung makan Sherly hari ini sangat ramai, hingga menu-menu semuanya sudah habis, Sherly pun setuju dan pulang lebih awal bersama Tommy. Ia membiarkan para pekerjanya yang membersihkan warung itu dan memegang kuncinya. Dan saking kelelahan, Sherly malas menyetir. Ia pun naik di mobilnya Tommy dan menyuruh pekerjanya untuk membawakan mobilnya ke rumah nanti saat warung sudah tutup.

Dalam perjalanan menuju rumah keheningan terjadi di antara mereka. Tommy sangat tampan dan segar. Begitu juga Sherly yang masih terlihat cantik meski hampir seharian sibuk melayani tamu.

"Capek, ya?" tanya Tommy memecahkan keheningan. Dilihatnya Sherly sedang asik mengotak-atik ponselnya.

"Hah?" Sherly menolah. "Eh, tidak. Aku hanya main game ini," jawab Sherly yang tidak sesuai dengan pertanyaan Tommy.

Seperti pasangan suami istri lainnya, Tommy merasa ada hal aneh yang disembunyikan istrinya. Kata Sherly ia sedang main game, tapi saat Tommy melirik ponsel di tangannya, justru dia sedang tidak main game. Tommy pun mengalihkan pandangannya lurus dan fokus kemudi. Ia tak ingin berpikiran macam-macam.

Tibanya di rumah mereka langsung masuk kamar tanpa embel-embel. Kelelahan menyelimuti mereka sehingga tak banyak percakapan yang terjadi di antara mereka. Bahkan setelah membersihkan diri, masing-masing langsung naik ke atas kasur tanpa kata-kata.

Tommy yang juga sudah mengenakan jubah tidur di atas ranjang langsung memiringkan tubuh untuk memeluk istrinya. Bukannya menerima pelukan sang suami, Sherly justru menepiskan tangan Tommy. Hal itu pun membuat Tommy terkejut.

"Aku capek, Sayang. Aku ingin tidur."

Jawaban Sherly membuat pikiran dan sikap cemburuan Tommy terunggah. Sudah cukup lama ia tak pernah melakukan hubungan dengan Sherly. Ia pun baru sadar kalau sejak Sherly sibuk dengan usahanya, wanita itu tidak pernah meminta untuk berhubungan layaknya suami-istri, padahal biasanya Sherly akan meminta untuk melakukannya setiap seminggu dua kali. Dan sekarang sudah hampir bertahun-tahun mereka tak pernah melakukannya.

Tommy yang juga kesehariannya sangat sibuk kadang tak pernah melakukan atau meminta istrinya untuk berhubungan jika Sherly tak memintanya. Ia bahkan sudah lupa kapan terakhir dirinya dan Sherly bercinta.

Aktivitas dan kesibukkan mereka saat ini membuat Tommy mengerti. Dengan pikiran positif ia menganggap alasan Sherly ada benarnya. Istrinya itu lelah karena setiap pagi harus bangun dan mengurus usahanya. Tommy pun membuang pikiran kotor dalam benaknya bersama rasa cemburu lalu menarik selimut dan memejamkan mata untuk tidur.

Sherly hanya lelah. Itulah alasan istri tercintanya itu tidak pernah memintanya lagi untuk melakukan hubungan suami istri. Tommy yakin, hanya itu alasannya kenapa mereka tak bercinta lagi.

Continued___

Terima kasih ya untuk Kak Devan_Ali yg udh nyumbangin 2 stone. Semoga rejekinya semakin bertambah ya, Kak. Amin.

Imenk_Joo_Tohhcreators' thoughts
Next chapter