webnovel

Keputusan Yang Membingungkan

Aku benar-benar tidak mengerti dengan wanita. Tiba-tiba Emily pergi begitu saja setelah aku memberikan pendapat tentang ajakan kencan yang dia terima dari seorang pria yang sepertinya menyukainya. Dia pergi begitu saja dan sekarang dia bersikap aneh padaku. Dia seperti menghindariku, walaupun dia masih tetap tersenyum ketika berbicara dengan temannya, tapi setiap kali matanya tanpa sengaja bertatapan denganku, dia langsung memalingkan wajahnya ke arah yang lain. Satu hal yang membuatku semakin heran, setelah kejadian tadi, dia sama sekali tidak mengajakku bicara. Apa aku telah melakukan sesuatu yang salah padanya?

Sepulang sekolah aku mencoba mencari Emily yang biasanya pulang bersama-sama denganku karena rumah kami searah. Tapi aku tidak bisa menemukannya di mana pun. Ketika aku akhirnya menyerah mencarinya dan mulai melangkahkan kaki untuk pulang, tiba-tiba suara langkah kaki seseorang dari arah belakang terdengar menghampiriku.

"Apa yang telah kau katakan pada Emily?" Suara itu berasal dari seorang gadis bernama Alice, dia teman sekelasku. Dari yang aku ketahui sepertinya dia sangat dekat dengan Emily.

"Apa maksudmu? Aku sama sekali tidak mengerti."

"Aku bertanya apa yang kau katakan pada Emily sampai dia terlihat begitu murung seperti itu?" Bagaimana aku bisa memberikan jawaban untuk pertanyaan Alice ini, sedangkan aku sendiri tidak tahu apa yang menyebabkan Emily bersikap aneh seperti itu?

"A-Aku tidak mengatakan apa pun," jawabku seraya menggelengkan kepala.

"Jangan bohong! Tadi pagi aku lihat Emily mendekatimu dan dia berbicara sesuatu denganmu, setelah itu dia tiba-tiba murung. Itu semua pasti karena salahmu, karena sebelum bicara denganmu, dia tetap ceria seperti biasanya. Memangnya tadi pagi kau mengatakan apa padanya?"

Lalu aku pun menceritakan semua yang aku dan Emily bicarakan tadi pagi pada Alice. Namun, aku dikejutkan karena tiba-tiba Alice memukul tanganku cukup kencang membuaku refleks meringis dan mengusap-usap tangan yang dipukul olehnya.

"Kau ini sangat bodoh ya? Bagaimana bisa kau mengatakan hal sekejam itu padanya?" Aku benar-benar tidak mengerti maksud perkataan Alice.

"Kejam bagaimana? Aku hanya mengutarakan pendapat. Lagi pula, dia yang meminta."

Alice menggeleng-gelengkan kepala, "Selain bodoh, kau juga sangat naif. Kau begitu dekat dengannya, bagaimana bisa kau tidak menyadarinya?"

"Alice, aku sungguh tidak mengerti apa yang kau katakan."

Alice menghela napas panjang, "Baiklah, biar aku beri tahu. Menurutmu kenapa Emily langsung berubah jadi murung setelah mendengar perkataanmu?"

Aku mengedikkan kedua bahu karena memang tak tahu alasannya. "Mana aku tahu. Seingatku, aku tidak mengatakan sesuatu yang salah padanya. Aku hanya mengutarakan pendapat, tidak lebih." Dan Alice kembali memukul tanganku setelah mendengar jawabanku ini.

"Kau ini benar-benar idiot. Dia seperti itu karena dia menyukaimu, dia sangat sedih karena kau telah menyuruhnya untuk berkencan dengan pria lain."

Aku terkejut bukan main dan aku yakin kedua mataku melebar sempurna saat ini. "Haaaah? I-Itu tidak mungkin, kan?"

"Pokoknya begini saja, aku sangat khawatir pada Emily, jadi besok kita berdua harus membuntutinya ke tempat mereka kencan."

"Haah? Kenapa aku harus melakukan hal bodoh seperti itu?"

"Pokoknya kalau kau benar-benar peduli padanya kau harus ikut denganku, ini semua kesalahnmu, Emily jadi murung seperti itu. Ya sudah, sampai jumpa besok." Alice lantas melenggang pergi tanpa menunggu jawabanku. Padahal tidak mungkin aku mau melakukan tindakan bodoh dan memalukan seperti itu.

***

Saat ini aku sedang merebahkan tubuh di kasur empuk sambil terus memikirkan apa yang telah aku alami hari ini. Aku sedang memikirkan perkataan Alice tadi padaku. Dia bilang Emily menyukaiku, aku rasa itu hal yang tidak mungkin. Memang benar selama ini aku sangat dekat dengannya, itu karena aku bersahabat dengannya. Bagiku, Emily itu sahabat yang sangat penting, semenjak aku kehilangan kedua sahabatku, Fredert dan Krad, Emily-lah yang menggantikan posisi mereka. Emily memang seorang gadis yang sangat manis dengan rambut panjangnya yang berwarna coklat muda yang menambah keindahan wajahnya. Selain itu, dia juga sangat baik dan periang. Jarang sekali aku melihat dia bersedih, dia selalu tersenyum. Hanya dengan melihat senyumannya membuat hatiku terasa sangat nyaman. Dia juga sangat perhatian padaku, seringkali dia sengaja membuatkanku bekal makan siang. Dia juga seorang gadis yang sangat cerdas, tidak jarang aku meminta bantuannya untuk mengajariku materi-materi pelajaran yang tidak aku mengerti. Memang terkadang aku heran dengan semua kebaikan dan perhatian yang dia berikan padaku, tapi tidak pernah terlintas sedikit pun di benakku, kalau semua kabaikan dan perhatiannya itu karena dia menyukaiku. Sambil terus membayangkan wajah Emily yang terus terbayang di pikiran, terbersit sebuah pertanyaan di dalam hati. Kenapa setelah mendengar perkataan Alice yang memberitahuku kalau Emily menyukaiku, aku jadi merasa gelisah seperti ini? Aku tidak bisa berhenti memikirkan Emily.

"Mungkinkah tanpa sadar aku juga ...?" Aku bergumam sendiri, lalu dengan cepat menggelengkan kepala untuk menepis jauh-jauh pemikiran itu.

Selama hampir dua tahun ini aku terus bersamanya, selama ini aku terus menyaksikan Emily tertawa, Emily marah, Emily cemberut. Yaah, aku terbiasa melihat ekspresi-ekspresinya. Lalu terlintas di pikiran, selama ini akulah yang selalu berjalan di samping Emily. Bagaimana jadinya kalau posisiku digantikan oleh pria lain? Sanggupkah aku melihat Emily yang biasanya berjalan di sampingku kini berjalan bersama pria lain? Tidak ... itu akan menjadi pemandangan yang sangat mengerikan bagiku. Haruskah aku menghentikan kencannya besok? Haruskah aku ikut membuntutinya dengan Alice besok?

Sekali lagi cepat-cepat aku menggelengkan kepala, aku tidak akan melakukan hal bodoh dan memalukan seperti itu. Memangnya kenapa kalau dia berjalan dengan pria lain? Memangnya kenapa kalau dia pacaran dengan pria lain? Itu bukan urusanku, dia punya kehidupannya sendiri. Bagiku dia adalah sahabat baik dan bukan berarti dia harus selalu bersamaku. Sudah aku putuskan besok tidak akan ikut dengan Alice. Aku mencoba menepis semua pemikiran tentang Emily maupun ajakan konyol Alice. Kini aku mencoba memejamkan mata. Meski awalnya sulit karena bayangan wajah Emily terus terngiang di kepala, akhirnya lambat laun aku mulai tertidur lelap.

***

Seperti itulah keputusanku sekitar delapan jam yang lalu, tapi entah sihir atau kekuatan apa yang telah mengubah keputusanku dan sekarang membuatku berada di tempat ini dengan posisi yang sangat memalukan ini. Aku, Elliot, saat ini sedang bersama teman sekelasku, Alice. Saat ini kami sedang bersembunyi di balik semak-semak sambil memperhatikan sepasang pria dan wanita yang sedang duduk di kursi di sebuah taman. Sepasang pria dan wanita itu tidak lain dan tidak bukan adalah Emily dan Rico. Yaah, seingatku nama pria itu Rico, dia merupakan kakak kelas kami sekaligus menjabat sebagai wakil ketua OSIS di sekolah kami. Haah, aku benar-benar tidak mengerti mengapa aku bisa berada di tempat ini dan melakukan hal yang memalukan ini? Membuntuti pasangan yang sedang berkencan merupakan perbuatan yang sangat memalukan, bukan? Tapi aku melakukan ini semua karena hati kecilku yang memintanya. Jadi, coba kita lihat apa yang akan terjadi selanjutnya.

Next chapter