webnovel

The Dangerous Love Zone - 27

Huft.. Huft..

Juza yang merasakan sebuah hembusan nafas pada lehernya, mengerutkan keningnya sesaat sebelum kedua matanya yang terpejam perlahan terbuka.

Kini tatapan mata Juza mengarah kepada bagian lehernya. Dirinya sedikit terkejut saat mendapati sosok Azami tengah terlelap didalam pelukannya. Namun seketika keterkejutannya menghilang saat kilasan ingatan kejadian semalam melintas didalam kepalanya.

Seulas senyum kecil tercetak diwajah Juza dan kini dirinya mengecup puncak kepala Azami dan mengeratkan pelukannya.

Entah mengapa melihat Azami yang sedang tertidur pulas didalam pelukannya, membuat Juza merasa begitu senang. Padahal dirinya tidak pernah merasakan hal seperti ini saat tengah menemani Goshi yang sedang sakit, ketika dirinya dan sang adik masih berusia belasan tahun.

Belum lagi ingatan kejadian yang dirinya lakukan bersama Azami semalam, membuat senyuman diwajah Juza kini terulas semakin lebar.

Diperhatikannya Azami yang tengah terlelap di dalam pelukannya saat ini dengan berbalutkan kaus miliknya yang berukuran cukup besar jika dikenakan oleh pemuda itu.

Juza yang tiba-tiba saja teringat jika semalam, dirinya maupun Azami belum memberikan informasi kepada para anggota gangster jika mereka tidak akan pulang pun menghela nafas.

Dengan terpaksa Juza harus beranjak dari kasur dan melepaskan pelukannya dari Azami, untuk menari ponselnya dan segera menghubungi para anggota nya.

Ketika berhasil menemukan ponselnya, Juza segera menghubungi Goshi yang sudah dirinya duga, jika sang adik akan begitu khawatir dengan keadaannya dan juga Azami yang tidak dapat dihubungi sama sekali.

Setelah menghubungi Goshi dan mengatakan jika dirinya dan Azami akan segera pulang, Juza kembali berjalan memasuki kamar dan memperhatikan Azami yang masih tertidur nyenyak.

Juza menggelengkan kepalanya pelan, menyadari jika kini jam sudah menunjukan pukul tujuh pagi dan Azami masih terlelap, tidak seperti biasanya.

"Kau pasti lelah karena aktivitas kita semalam." Gumam Juza mengulurkan sebelah tangannya untuk membenarkan letak selimut pada tubuh Azami.

"Mungkin aku akan membangunkan mu setelah menu sarapan selesai ku buat." Gumam Juza lagi yang kali ini mendekatkan wajahnya pada kening Azami dan memberikan sebuah kecupan ringan disana.

Dan setelahnya, Juza pun melangkahkan kaki memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum dirinya pergi menuju minimarket untuk membeli bahan-bahan membuat sarapan.

***

"Eungh.."

Azami yang sedang terlelap, perlahan membuka kedua kelopak matanya saat merasakan hawa hangat menerpa wajahnya.

Perlahan Azami mengerjapkan kedua matanya beberapa kali untuk membiaskan cahaya matahari yang masuk menerpa retinanya.

Azami menatap langit-langit kamar yang terlihat begitu asing. Dirinya bermaksud ingin beranjak dari tidurnya untuk mencari keberadaan ponselnya, namun terurungkan saat merasakan sakit pada pinggulnya.

"Argh! Kenapa pinggul ku terasa sakit?" Erang Azami yang kini kembali membaringkan tubuhnya diatas kasur dengan tatapan mengarah pada langit-langit kamar.

Kedua kelopak mata Azami kembali terpejam, dirinya mencoba untuk mengingat kembali apa yang sudah dirinya lakukan kemarin sehingga pinggul nya terasa begitu menyakitkan seperti saat ini.

Blush..

Kedua kelopak mata Azami kembali terbuka dengan kedua bolamatanya yang membulat terkejut. Dan jangan lupakan juga kini wajah Azami yang sudah sangat memerah, serta degup jantungnya yang berdetak begitu cepat, saat dirinya berhasil mengingat apa yang sudah dirinya lakukan sehingga pinggulnya kini terasa sakit.

"Oh, tidak. Itu sangat memalukan." Gumam Azami sambil menutup seluruh wajahnya dengan selimut.

"Jika Joe mengetahui apa yang sudah ku lakukan semalam, dirinya pasti akan menertawakan ku."Decak Azami saat bayangan wajah Joe yang sedang menertawakannya dengan ekspresi mengejek melintas di kepalanya.

"Tidak. Joe tidak boleh mengetahuinya! Jika dirinya tahu, aku akan benar-benar habis di tertawakan oleh nya. Karena saat semasa sekolah aku pernah mengejeknya karena melakuka hubungan dengan seorang kapten basket."

Azami mengibaskan selimut yang menutupi wajahnya dan kini menolehkan kepalanya kekanan dan kikiri untuk mencari keberadaan ponselnya.

Saat melihat ponselnya berada di atas sebuah meja belajar. Azami pun mencoba untuk beranjak dari kasur, meski dirinya merasakan rasa nyeri pada pinggulnya.

Kedua bola mata Azami membulat terkejut saat melihat jam yang ada di layar ponselnya dan sudah menunjukan pukul delapan pagi.

"Ah, tidak biasanya aku bangun sesiang ini." Keluh Azami dan meletakan ponselnya kembali ke atas meja tersebut. Kini tatapan mata Azami menelisik kesetiap sudut kamar yang dirinya tempati saat ini.

Tatapan mata Azami berhenti pada pintu kamar mandi yang berada dikamar tersebut. "Sebaiknya aku membersihkan diri terlebih dulu."

Azami pun melangkahkan kakinya perlahan memasuki kamar mandi untuk membersihkan dirinya yang ternyata di penuhi oleh titilk-titik merah di hampir setiap inci tubuhnya.

Setelah selesai membersihkan diri dan berganti pakaian, Azami melangkahkan kakinya keluar dari kamar dan dirinya mendapti sosok Juza sedang berada didapur tengah memunggunginya.

Sesaat Azami ingin mengurungkan niatnya untuk menghampiri Juza yang sedang memasak. Namun Azami meyainkan dirinya sendiri untuk tidak menghindar, meski dirinya saat ini merasa malu dan tidak tahu apa yang harus dirinya katakan jika berhadapan dengan Juza.

"Ekhm, selamat pagi Juza-san." Sapa Azami saat dirinya sudah berdiri di depan lemari pendingin yang berada tidak jauh dari Juza.

Juza mendengar sapaan Azami, sedikit merasa terkejut. Namun dirinya langsung menolehkan kepala ke arah Azami dengan seulas senyum tercetak diwajahnya.

"Selamat pagi Azami. Apa tidur mu nyenyak?" Tanya Juza sambil menolehkan kembali kepalanya kearah panci dihadapannya.

"Ehm, ya tidurku lumayan nyenyak." Jawab Azami yang di respon dehaman oleh Juza.

Azami melangkahkan kakinya untuk menghampiri Juza. Dirinya merasa penasaran dengan apa yang sedang dimasak oleh Juza.

"Apa yang sedang kau masak?" Tanya Azami saat melihat Juza sudah mematikan kompor.

"Sup miso. Kau tidak masalah bukan jika sarapan dengan menu berat?" Tanya Juza kembali yang di respon dengan anggukan kepala oleh Azami.

"Tidak. Saat kedua orangtua ku masih ada, aku dan Yu-chan sering sarapan dengan menu berat."

Juza berdeham pelan sambil menuangkan sup miso kedalam mangkuk.

"Ah, biar aku yang bawa ke meja makan." Ucap Azami yang langsung membawa dua mangkuk berisikan sup miso keatas meja makan.

Juza yang melihat Azami membantunya menyiapkan sarapan untuk mereka pun mengulaskan senyum kecil diwajahnya.

Setelah semua menu sarapan tersaji diatas meja makan. Juza dan Azami pun mulai menikmati menu sarapan mereka, karena setelah selesai sarapan mereka akan langsung pulang kerumah.

***

"Niisan! Bukan kah aku sudah bilang padamu untuk membawa Azami-kun langsung pulang kerumah?"

Azami yang baru saja memasuki kafe, mengerutkan dahi heran saat mendengar perkataan Goshi yang tertuju pada Juza yang sedang berdiri di sampingnya.

"Azami-kun, kau kan sedang kurang sehat. Kenapa memaksakan diri datang ke kafe?"

Azami semakin mengerutkan dahinya heran mendengar pertanyaan Goshi yang tertuju kepadanya saat ini.

"Ah, ya. Sekarang ini aku sudah merasa lebih baik. Maka dari itu aku menyuruh Juza-san untuk mengantarku ke kafe saja." Jawab Azami yang direspon helaan nafas panjang oleh Goshi.

"Padahal, Niisan bilang, alasan semalam kalian tidak bisa pulang karena kau tiba-tiba saja demam. Jadi kalian memutuskan untuk tidur di apartemen."

Kini Azami menolehkan kepalanya kearah Juza yang menghindari tatapannya. Dalam hatinya Azami mendengus geli, mengetahui jika Juza memberikan alasan jika dirinya terkena demam.

"Ya, tapi sekarang keadaan ku sudah baik-baik saja Goshi-san. Kau tidak perlu khawatir." Ucap Azami mencoba meyakinkan Goshi.

"Apa kau yakin? Aku tidak membuat mu jatuh sakit kembali jika memaksakan diri untuk bekerja." Tanya Goshi untuk benar-benar mestikan keadaan Azami.

"Ya aku sangat yakin. Kau tidak perlu khawatir." Jawab Azami dengan memasang ekspresi yang cukup meyakinkan. Agar Goshi mempercayai dirinya dan memperbolehkannya untuk bekerja di kafe hari ini.

Goshi terdiam sesaat, menatap Azami dan Juza bergantian.

"Baiklah, kau hari ini boleh bekerja. Tapi jika kau merasa kembali kurang enak badan. Kau boleh beristirahat."

Azami menganggukan kepalanya mendengar perkataan Goshi.

"Terima kasih Goshi-san. Kalau begitu aku akan langsung mengganti pakaian ku."

Setelah membungkukan badan kepada Goshi, Azami pun berjalan menuju ruang ganti staf, meniggalkan Goshi dan Juza yang masih berdiri tidak jauh dari pintu masuk kafe.

Kini Goshi menolehkan kepalanya kearah Juza. "Niisan, apa kau ingin tetap disini atau kembali pulang?"

Juza terdiam sesat. "Hmm, aku akan pulang dulu. Nanti mungkin aku akan kembali lagi saat sore menjelang malam."

Goshi menganggukan kepalanya. "Baiklah. Kalau begitu hati-hati Niisan."

Juza pun menganggukan kepalanya, lalu melirikan matanya untuk melihat kearah ruang ganti staf dimana Azami sudah masuk kedalam sana, sebelum dirinya berjalan meninggalkan kafe menuju rumah.

***

"Azami." Panggil Toshiro menolehkan kepalanya kearah Azami yang tengah berjalan sambil memakan es krim disampingnya.

"Ya, Shiroo-san?" Tanya Azami menolehkan kepalanya kepada Toshiro.

"Apa kau sudah benar-benar menemukan universitas yang sesuai dengan minat mu?"

Azami terdiam sesaat, menikmati es krim yang sedang dimakannya. "Hmm, ya. Kemarin aku dan Juza-san sudah mengunjungi universitas itu.Aku akan mengikuti beberapa tes untuk mendapatkan beasiswa."

"Apa? Kau ingin mendapatkan beasiswa??" Tanya Toshiro dengan kedua bolamata membulat terkejut.

"Ya, aku ingin meminimalkan pengeluarah ku. Nanti saat aku sudah mulai menjadi mahasiswa, tentu aku tidak akan bekerja penuh waktu lagi di kafe. Aku akan bekerja paruh waktu di kafe dan pastinya itu akan mempengaruhi pendapatanku."

Toshiro menganggukan kepalanya pelan. Dirinya mulai mengerti, mengapa Azami memilih untuk mengambil jalur beasiswa.

"Kau benar, belum kau harus membayar biaya sekolah Yuri dan hutang mu kepada Juza."

Azami berdeham membernarkan perkataan Toshiro.

Puk..

"Kau seorang kakak yang tangguh Azami. Kau ingin bertahan hidup dengan hasil jerih payah mu sendiri."

Azami terdiam mendengar perkataan Toshiro. "Shiro-san, sejujurnya aku ingin menggunakan biaya yang di tinggalkan mendiang kedua orangtua ku. Tetapi karena kejadian perampokan itu aku harus mengurus beberapa data di bank. Dan aku juga harus kembali kerumah untuk mengambil dokumen yang lain."

Toshiro mengerutkan dahinya heran. "Kalau begitu kenapa kau tidak mengurus data-data di bank dan kembali kerumah dulu saja, Azami? Juza dan Goshi pasti akan mem- Oh ya, aku lupa. Jika salah satu paman atau bibi mu menyadari jika kau masih berada di Tokyo, mereka akan mencelakaimu."

Toshiro menghela nafasnya dalam. Dirinya tidak menyangka jika konflik yang terjadi didalam keluarga orang kaya, sangat mengerikan. Sekarang dirinya benar-benar bersyukur terlahir didalam keluarga yang sederhana tanpa konflik yang mengerikan.

"Mungkin, nanti jika aku sudah benar-benar sangat membutuhkan uang itu, aku akan kembali ke rumah. Biarlah mereka mengetahui jika aku berada di Tokyo."

Toshiro membulatkan matanya terkejut. "Apa kau gila, Azami? Bagaimana jika nanti mereka benar-benar akan mencelakaimu?"

Azami terkekeh pelan. "Aku hanya perlu menghubungi kalian bukan? Aku yakin kalian pasti akan membantu ku."

Toshiro terperangah sesaat mendnegar perkataan Azami, sebelum dirinya tergelak dan mengalungkan sebelah tangannya pada bahu Azami.

"Astaga! Kau ini, hampir saja membuat pria tua ini terkena serangan jantung!"

Azami yang mendengar Toshiro tergelak, terkekeh pelan. Lalu kini pandangan matanya beralih pada kantung plastik yang berisikan beberapa makanan ringan dan beberapa botol bir yang mereka beli di mini market tadi.

"Shiro-san, apa kalian tidak apa-apa malam ini kalian minum-minum? Bukankah kah malam ini waktunya tim kalian yang menemani Juza-san bertemu klien?" Tanya Azami yang kali ini membuat Toshiro terkekeh.

"Sepertinya kau sudah mulai hafal dengan jadwal kami bekerja ya Azami. Tenang saja. Malam ini yang akan menemani Juza adalah tim Tenma, lagi."

Azami mengerutkan keningnya. "Apa yag seperti itu boleh, Shiro-san?"

"Tentu saja boleh Azami. Semalam saat Goshi melakukan pertemuan dengan klien bersama tim Tenma, klien itu langsung menunjuk tim Tenma untuk melakukan pekerjaan kali ini. Jadi ya, malam ini tim kami akan berpesta-pesta saja."

Azami menghentikan langkah kakinya yang sontak juga membuat Toshiro menghentikan langkah kakinya dan kini menatap Azami dengan tatapan heran.

"Jadi semalam seharusnya Juza-san menghadiri pertemuan dengan klien nya?" Tanya Azami yang langsung membuat Toshiro menganggukan kepalanya.

"Ya, tapi berhubung kau dan Juza tidak ada kabar sama sekali, maka dari itu Goshi dan tim Tenma lah yang menghadiri pertemuan itu."

"Ehm, tapi sepertinya hari ini Juza juga ikut bersama dengan mereka." Lanjut Toshiro memikirkan kemungkinan yang akan dilakukan Juza.

"Ah begitu rupanya." Gumam Azami yang dibalas anggukan kepala oleh Toshiro.

"Ya, dan malam ini kita bisa bersenang-senang sepuasnya! Ayo Azami! Kita habiskan malam ini dengan bersenang-senang!"

Azami yang tangannya sudah di tarik lebih dulu oleh Toshiro, hanya bisa berjalan mengikutinya dengan pasrah menuju rumah Juza.

***

"Hah, Hah, Hah, Azami! Berhenti!"

Azami yang tengah berlari, perlahan memperlambat tempo larinya saat Masaki yang berada tidak jauh darinya kini tengah terduduk di tengah jalan dengan nafas yang terengah-rengah.

"Apa kau baik-baik saja, Masaki?" Tanya Azami sambil berlari kecil menghampiri Masaki.

Masaki mengangkat sebelah tangannya dan menunjuk kearah Azami. "Kau! Apa yang kau makan selama ini Azami?! Kenapa kau bisa kuat lari sejauh ini tanpa berhenti??"

"Aku makan sama seperti kalian. Nasi dan makanan-makanan Jepang lainnya." Jawab Azami sambil menarik sebelah tangan Masaki dan membantunya untuk berdiri.

"Kau bohong. Buktinya aku tidak sekuat dirimu! Lihat, bahkan kau tidak terlihat terengah-rengah!"

Azami menaikan sebelah alisnya, melihat Masaki yang kini menatapnya dengan tatapan tidak senang.

"Mungkin karena aku sudah terbiasa melakukan ini sejak masa sekolah. Jika kau sudah biasa melakukannya secara rutin, kau pasti tidak akan cepat lelah seperti ini, Masaki."

Masaki mengibas-ngibaskan sebelah tangannya. "Ya, ya. Seorang sniper seperti ku tidak membutuhkan kekuatan untuk berlari."

"Benarkah? Kukira anggota gangster seperti kalian harus memilii fisik yang kuat." Tanya Azami merasa terkejut mendengar perkataan Masaki.

"Ya, yang aku butuhkan hanyalah tatapan yang tajam dan konsentrasi agar bidikan ku tepat sasaran." Jawab Masaki yang memperagakan tangannya seperti sebuah pistol kearah Azami.

"Saat bidikan mu sudah pas, kau tinggal menarik pelatuk dan do-

Dor!

Dor!

Azami dan Masaki tersentak kaget mendengar suara letupan pistol sebanyak dua kali.

"Apa kau mendengar asal suara itu darimana Masaki?" Tanya Azami melayangkan tatapan tajam pada Masaki.

Masaki memejamkan kedua matanya sesaat, sebelum membalikan tubuhnya dan menarik sebelah pergelangan tangan Azami.

"Ikuti aku! Semoga saja perkiraan ku salah."

Azami mengerutkan dahinya heran, menatap punggung belakang Masaki.

"Memang apa yang sedang kau perkirakan, Masaki?"

Azami dapat merasakan cengkaraman Masaki pada pergelangan tangannya mengerat.

"Aku merasa, suara tembakan tadi berasal dari rumah kita."

Next chapter