webnovel

14.S I N T R E N

Darwati. Wanita yang tak pernah berperilaku anggun itu menyukai Mas Sardi sejak Ia remaja. Diantara semua wanita yang mendambakan balasan cinta dari Mas Sardi, Darwati lah yang paling kentara. Ia selalu jujur dengan ucapannya. Begitu juga dengan perasaannya. Ia tak pernah menutupinya dari siapapun. Bahkan bisa dikatakan semua orang desa mengetahui perihal asmara sebelah tangan itu.

Namun Mas Sardi tidak pernah menanggapi perasaan Darwati. Ia hanya menganggap Darwati wanita biasa yang harus diperlakukan sopan. Hal itu tidak hanya berlaku untuk Darwati, namun juga berlaku untuk semua wanita yang mengantri di belakangnya.

Bisa dikatakan Mas Sardi lebih populer baik secara kharisma maupun secara nama ketimbang Mas Kardi. Mas Kardi mungkin memiliki sifat sosialis pada lingkungan namun tidak digandrungi oleh wanita. sementara Mas Sardi selalu menjadi incaran wanita dan saingan para pemuda-pemuda sebayanya.

Pembawaannya yang pendiam, dingin dan tenang membuat kharismanya selalu dipuji-puji oleh gadis-gadis desa. Belum lagi tubuhnya yang jenjang dan sorot matanya yang tajam yang terpenting adalah hidungnya yang mancung. Semuanya Ia dapatkan sebagai keturunan ayah. Sementara Aku, tubuhku cenderung pendek seperti simbok. Dan hidungku juga pesek.

Padahal kala itu Mas Sardi tidak punya waktu untuk meladeni asmaranya. di sepanjang hidupnya hanya berisikan tentang belajar dan membantu ayahnya di ladang. Ia tak pernah yerpikir untuk bergaul dengan siapapun. Mas Sardi memang tidak terlalu pandai bercengkerama jauh berbeda dengan Mas Kardi.

Sosok Darwati selalu tampil ceria dengan balutan kebaya berwarna cerah. Kulitnya putih cerah seperti bule. Selain itu Dia adalah gadis rumahan yang tak pernah seharipun menyentuh lahan sawah.

Sekalipun demikian, Ia tak pernah gengsi untuk menutuli perasaannya terhadap Mas Sardi. Menurutnya Mas sardi adalah cinta pertamanya. Dia selalu mengatakan didepan semua orang bahwa dia sangat mencintai Mas Sardi dan akan menjadi istrinya suatu saat nanti.

Mendengar ucapan Darwati tadi bahwa Mas Sardi takkan pernah menjadi milik Darwati embuat Mas Sardi teringat dengan kejadian beberapa tahun silam. Sebelum peristiwa naas menimpa Mas Sardi. Yaitu peristiwa tiga hari tiga malam hingga pelengserannya dari calon sekretaris desa.

Kala itu salah satu warga desa menggelar hajatan dan mengadakan pergelaran sintren. Tentu saja warga berduyun-duyun datang untuk menyaksikan hiburan gratis tersebut. Tidak terkecuali Mas Sardi. seluruh warga desa beekumpul di depan rumah pemilik acara. Mereka begitu antusias menunggu kehadiran artis cantik berkacamata itu.

Sardi berdiri diantara kerumunan. Ia menonton di barisan belakang karena Ia merasa tidak perlu terlalu dekat dengan hal-hal berbau magis itu. Apalagi tokohnya adalah seorang wanita. Mas Sardi sebenarnya risih dengan tarian yang satu ini. Mempertontonkan wanita kesurupan dan menjadikannya hiburan. Menurut Mas sardi itu sangat tidak etis.

Tapi sore hari sepulang dari ladang. Kabul sudah setia duduk di serambi. Lengkap dengan blankon dan beskapnya. Wajahnya berseri-seri dan antusias. Katanya hari itu akan ada sintren dengan artis tak terduga. Mau tidak mau Mas Sardi harus mengikuti kemauan karibnya itu.

Kabul terus merangsek ke depan diantara kerumunan. Sementara Mas Sardi masih diposisi semula. berada di baris belakang. Ia hanya terus menyaksikan tingkah Kabul yang seperti bocah.

Dengan perawakan yang tinggi Mas Sardi tentu sangat gamblang memperhatikan sekeliling. Termasuk pegelaran sintren tersebut. Entah kenapa, hati Mas Sardi tidak pernah tenang jika menyangkut hal-hal magis seperti ini.

Kebetulan ayah tidak ikut saat itu. Kata ayah, weton Mas Sardi itu kecil. Sehingga mudah terpengaruh dengan hal ghaib sementara untuk melindunginya harus jarak dekat. Berbeda dengan yang lainnya. Termasuk aku, Ayah memberiku sebuah kalung pelindung.

Saat itu musik gending sudah riuh ramai mendominasi seluruh suara yang ada. Penonton seolah terbius dengan aksi sang penari dan pawang. Suara enam jenis gending yang saling bersautan itu seolah memberi nyawa magis pada seni tari yang berasal dari tanah cirebon itu.

Konon Sintren adalah tarian dari seorang putri. Sejarahnya diceritakan di tanah Jawa. Anak dari Ki Bahurekso bersama Nyi Rantamsari atau dewi lanjar yang bernama Sulandono jatuh cinta dengan gadis dari Desa Kalisalak bernama Sulasih. Namun tidak mendapat restu dari Ki Bahurekso.

Akhirnya Sulandono pergi bertapa. Sementara sulasih menjadi seorang penari. Meskipun demikian pertemuan di antara keduanya masih terus berlangsung melalui alam ghaib.

Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa dipanggil oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan di antara Sulasih dan R. Sulandono.

Sintren diperankan seorang gadis yang masih suci, dibantu oleh pawang dengan diiringi gending 6 orang. Gadis tersebut dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang berselebung kain. Pawang/dalang kemudian berjalan memutari kurungan ayam itu sembari merapalkan mantra memanggil ruh Dewi Lanjar. Jika pemanggilan ruh Dewi Lanjar berhasil, maka ketika kurungan dibuka, sang gadis tersebut sudah terlepas dari ikatan dan berdandan cantik, lalu menari diiringi gending.

Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan apabila sang penari masih dalam keadaan suci (perawan).

Sang penari melenggak lenggok lentur layaknya boneka. Matanya tertutup kacamata hitam. Sementara sang pawang sudah siap dengan kurungannya. Lalu penari itu masuk kedalam kurungan. Sang pawang memutarinya. Tidak lama kemudian penari itu keluar dengan wajah yang sudah bersolek cantik.

Beberapa orang terpukau. Beberapa orang tertegun. Dan sebagian besar riuh ramai bertepuk tangan. Sementara Mas Sardi berdiri di belakang merasa gusar. Entah apa yang terasa menggerayangi tubuhnya. Keringat menetes dari pelipisnya dan jantungnya berdegub lebih cepat dari biasanya.

Suara memanggil-manggil namanya terus terulang. Ia tersadar dari tidurnya yang terasa lama. Ia berada di atas tikar. Ternyata tempat salah seorang warga yang hajatan semalam. Benar, semalam pagelaran sintren diadakan didepan rumah ini. Kabul menatapnya dengan tatapan khawatir. begitupun ayah disampingnya.

Ternyata malam itu Mas Sardi pingsan seketika saat kurungan itu di buka. Lalu dia sedikit ingat dengan salah seorang gadis penari sintren itu terus mendekatinya. Dan entah apalagi tak tersisa sedikitpun memori tentang malam itu.

Kalau diingat lagi sejak kejadian itulah Darwati tak pernah lagi ada di sekitarnya. Iya, sama sekali tak memunculkan dirinya yang ceria dan ceplas ceplos itu.

Tiba-tiba pikirannya di penuhi pertanyaan tentang sikap Darwati itu. Selama perjalanan pulang pikiran Mas Sardi di penuhi oleh nama Darwati.

Satu-satunya orang yang bisa menjawab seluruh pertanyaan dalam hatinya adalah Kabul. Temannya yang kala itu juga ada di sana bersamanya.

Next chapter