Aleta menghempas nafasnya yang terasa menyesak di dada. "Ah... iyakah?" tanyanya. "Tapi, Lucas... aku sudah tidak bisa merasakan kakiku. Apa ini masih benar-benar lama?" katanya. Dengan bahu dan ujung jemari bergetar, Aleta pun merengkuh leher Lucas lebih erat.
Aleta memang tidak tahu rupa lelaki itu, tapi jika boleh, Aleta ingin menghadapi hidung mancungnya dari dekat. Merasakan nafasnya, yang panas. Jadi meskipun tanpa cinta atau debaran yang terlalu berarti, dirinya ingin benar-benar merasakan keberadaan seseorang yang memeluk tubuh rampingnya saat ini.
"Sekali lagi," kata Lucas. "Sekali lagi baru setelah itu selesai. Kau harusnya bisa bertahan karena tadi siang kubiarkan tidur lama, kan?"
Jika saja Aleta bisa melihat, mungkin gadis itu bisa menangkap rona-rona merah tipis yang tepantul di mata Lucas saat itu.
"I-Iya..." kata Aleta gugup.
Lucas pun mengecup pipi kenyalnya lembut. "Aleta..." katanya agak gemas. "Hei, ingat besok ulang tahun kematian orantuamu. Daripada memikirkan yang tidak-tidak... kenapa tidak bayangkan sesuatu yang bisa kita bawa ke pemakaman mereka?"
Ulang tahun kematian Hendra dan Maharani?
Aleta pun tersenyum lembut. "Ya…" katanya. Membuat hati Lucas langsung menghangat malam itu. Namun, diam-diam dia menyimpan pikirannya sendiri yang penuh luka.
"Aku akan menyusul mereka…" kata Aleta dalam hati. "Aku akan segera menyusul Papa dan Mama—jadi tunggu aku… tunggu aku… Papa!"
Lucas kira malam itu Aleta sudah membuka diri kepadanya. Sebab gadis itu memeluknya sangat erat, dan mendesahkan namanya dengan bebas ke udara. Namun, dia tidak tahu… pagi berikutnya saat Lucas sedang memimpin jalannya rapat di kantor, Aleta meraba-raba vas bunga yang terbuat dari kaca dan memecahkannya ke tepian balkon tempat biasa dirinya bersantai dengan Maomao.
PRANG!
Tidak ada yang mendengar suara itu dengan jelas. Hingga sampai Aleta tertawa dan mengucurkan darah dari tangan dan perutnya sendiri di atas bulu-bulu putih Maomao—Eve dan para pelayan baru berdatangan ke lantai dua untuk melihat tubuhnya yang tergeletak di atas lantai. Tepat di sisi kursi roda dan kucing putihnya yang sudah berlompatan dari sana karena tersiram darah yang terus mengalir.