Setelah kejadian di lantai atas gedung sekolahan kemarin.
Marry terpaksa harus dirawat di rumah sakit.
Marry masih belum sadarkan diri.
Beberapa bagian tubuhnya mengalami cidera patah tulang, khususnya di bagian tangan dan juga tulang iga.
Mesya dan Romi juga datang ke rumah sakit untuk menjenguk Marry, namun sayangnya mereka dilarang masuk untuk menemuinya.
Karna keadaan Marry saat ini benar-benar sedang kritis.
Sementara Denias sejak kemarin di kabarkan menghilang.
Kedua orang tuanya mencari-cari Denias, dan bertanya ke seluruh teman dan para staf pengajar.
Tapi tak ada satu pun yang tahu dimana keberadaannya.
Polisi mulai menyelidiki kasus ini, mereka mengecek vidio livestreaming yang dilakukan oleh Marry kemarin.
Ada anak lelaki yang menutup wajahnya sendiri, untuk menghindari wajahnya tertangkap kamera.
Dan dari ciri-ciri, serta postur tubuhnya, benar-benar sangat mirip dengan Denias.
Para polisi mulai menduga jika anak lelaki dalam vidio itu benar-benar Denias.
Namun sayangnya, polisi belum bisa memastikan tersangka dari peristiwa ini. Karna mereka belum bisa meminta keterangan baik dari pihak Marry, maupun pihak Denias.
Tentu saja sekolah mereka kembali digemparkan dengan berita buruk ini.
Padahal kematian kepala sekolah serta beberapa siswa dengan rentan waktu yang tak berjauhan itu, masih membuat mereka resah dan ketakutan, bahkan ada beberapa siswa dan siswi yang memutuskan untuk pindah sekolah.
Sekarang ditambah lagi dengan kasus tentang Marry serta menghilangnya Denias.
Mereka mulai menerka-nerka jika kematian orang-orang itu adalah ulah dari seorang psikopat, dan mereka mulai menduga jika psikopat itu adalah Denias.
Mereka tidak tahu jika Denias hannyalah korban dan bahkan bagaimana keadaannya saat ini pun, masih belum di ketahui.
***
"Mesya, menurutmu apakah benar jika pembunuh kucing-kucing itu adalah, Denias?" tanya Romi.
"Entalah, aku masih tidak yakin, apalagi seperti dugaan orang-orang jika yang mendorong Kak Marry pun, juga Denias."
"Apa alasan yang membuatmu tak yakin jika pelakunya adalah anak SMA yang pendiam itu?" tanya Romi.
"Ada beberapa hal. Memang aku tidak begitu mengenalnya, tapi aku pernah beberapa kali melihatnya, dia sangat pendiam, penakut, bahkan tak jarang orang-orang sering memindanya. Tapi nampaknya Denias bukanlah orang yang memiliki keberanian untuk melawan, pernah di suatu hari aku melihatnya tengah memberi makan kucing-kucing liar di jalanan. Jadi ... rasanya tidaklah mungkin jika dia pelakunya," ungkap Mesya.
"Kau benar, Mesya, aku juga sama sekali tak yakin jika dia adalah pelakunya. Aku juga pernah melihatnya memberi makan kucing-kucing liar, dan wajahnya tampak riang bahagia saat melakukan hal itu, dia menyukai kucing-kucing itu, mana mungkin dia tega membunuhnya!"
"Kalau begitu, siapa pelaku sebenarnya?"
"Entalah,"
Romi dan Mesya masih memikirkan tentang peristiwa itu. Bertepatan saat itu Arthur datang menghampiri Mesya.
"Hey, Adik Cantik! Lagi-lagi kau melupakan kotak bekalmu!" tukas Arthur.
Arthur menyodorkan kotak bekal itu.
"Itu daging yang masih segar dan baru ditangkap tadi malam," jelasnya.
"Ditangkap?" Mesya tampak syok.
"Eh, maksudku, Ayah baru membelinya semalam, jangan lupa dimakan ya," pungkas Arthur.
Lalu dia pergi setelah mengusap-usap sesaat bagian atas rambut Mesya.
Dirasa Arthur sudah menjauh, Romi kembali mengajak Mesya mengobrol.
"Mereka itu memang benar-benar sangat memperhatikan mu ya?"
"Iya, tapi ...."
"Kenapa?"
Mesya tak menjawab pertanyaan Romi, lalu dia membuka kotak makanya dan segera membuangnya ke dalam tong sampah.
"Ke-kenapa, kau membuangnya?"
"Kau sudah tahu, 'kan, Rom. Kalau aku itu tidak suka daging,"
"Tapi, bukankah waktu itu kau pernah bilang padaku, jika kau sudah mulai menyukainya?"
"Yah, itu karna aku memaksakan diri,"
"Tapi, sepertinya bukan itu alasanmu, kau ...."
"Apa, Rom?"
"Mesya, aku sudah lelah menyimpan ini semua, dan aku tahu jika kau pun sebenarnya juga sudah mulai mencurigainya,"
Mesya segera memfokuskan pandangannya, kearah Romi, karna sepertinya Romi ingin bercerita sesuatu hal yang penting.
"Kau ingin bicara apa kepadaku, Rom?" tanya Mesya.
"Mesya," Romi menarik Mesya dari tempat itu, dia mencari tempat yang lebih sepi.
"Ada apa?"
"Begini, aku ingin jujur kepadamu, bahwa sebenarnya, keluargamu itu sudah mengancamku. Mereka hampir membunuhku gara-gara aku yang ikut memakan bekalmu—"
"Apa?!"
"Sstt ... jangan berisik, aku takut mereka akan mendengar," Romi membungkam mulut Mesya.
"Dan sebenarnya Kak David yang sudah menyelamatkan aku. Dia meminta kepada keluarga yang lainnya, agar membiarkanku tetap hidup, karna aku adalah sahabatmu, dan dia tidak ingin kau bersedih lagi seperti kau yang kehilangan Zahra,"
Tak sadar Mesya sampai membuka mulutnya lebar-lebar, karna kaget mendengar cerita ini.
"Kau pasti kaget mendengarnya, tapi aku juga tahu betul jika sebenarnya, kau pun juga sudah mencurigai segala perbuatan orang tuamu,"
"Apa benar, mereka juga yang telah membuat, Zahra menjauhiku dan seakan menghilang ditelan bumi?" tanya Mesya.
"Iya, Mesya. Benar, mereka yang melakukan itu. Sekarang aku bertugas menjagamu saat ini, aku tidak boleh membuatmu bersedih sedikit pun, karna sekali saja aku berbuat salah denganmu, maka aku dan ibuku akan mati!"
"Astaga!" Mesya menggeleng-gelengkan kepalanya karna tak percaya mendengarnya.
Bahkan mereka sampai mengancam Romi.
Pasti saat ini Romi sangat tertekan.
Mesya sangat menyesal telah bertemu Romi. Harusnya Romi akan hidup tenang jika tidak bertemu dengannya saat ini.
"Romi, hik ... maafkan aku ya ...."
Romi segera memeluk Mesya.
"Ssst, jangan menangis, Sya! Bisa berbahaya! Mereka akan mengiraku telah menyakitimu," sergah Romi dengan pelan.
"Tapi ... bagaimana aku bisa tenang jika sahabatku dalam kesulitan! Kau begini karna aku, harusnya kita tidak pernah bertemu saja waktu itu!"
"Sssst, sudahlah, Mesya. Ini bukan salahmu, tapi ini sudah menjadi takdirku, dan yang terpenting sekarang kita bisa bersama-sama baik suka dan duka,"
"Iya, Romi. Aku benar-benar tidak tahu harus bicara apa! Kau itu sahabat terbaikku,"
Berkat mendengar cerita dari Romi membuat Mesya mengetahui akan suatu hal, jika selama ini David adalah anggota keluarga Davies yang setidaknya masih punya hati nurani dan belas kasihan.
Meski dia terlihat kasar, tapi dalam hatinya jauh lebih baik daripada kelihatannya.
"Lalu apa yang membuatmu membenci daging? Aku tahu itu bukan karna kau yang memang tidak menyukainya, buktinya kemarin saat ibuku memberiku bekal, kau dengan lahap memakannya, daging buatan ibuku dan ibumu apa bedanya?" tanya Romi
"Tentu saja, keduanya sangat berbeda, ibumu membelinya di tempat yang lazim, sementara ibuku?"
"Memangnya kenapa dengan ibumu?"
"Huft... sebenarnya ayah yang selalu membawa daging untuk kami, dan entah dia mendapatnya dari mana, yang jelas kenapa harus membeli daging semalam itu? Aneh bukan? Lalu—"
"Lalu apa, Sya?"
"Lalu di keesokan harinya pasti ada saja orang yang meninggal secara tidak lazim!"
To be continued